Sunday, August 14, 2011

1 Ramadan Mula Penyerbuan Teroris Ke T/Batak.

Masa kIni mangase Taon(Tahun Baru Batak)
CATATAN PERJALANAN: Menyusuri 150 Tahun Kristian Masuk Tanah Batak (siri 7)
Bendera Raja Sisingamangaraja
APA siasah politik Pongkinangolngolan selanjutnya setelah dilantik oleh Tuanku Nan Renceh menjadi perwira tentera Paderi dan diberi gelar Tuanku Rao? Pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), beliau mula menyerbu dan membebaskan Tanah Batak. Dimulai dengan penyerbuan terhadap benteng Muarasipongi. Benteng yang dipertahankan oleh Marga Lubis.

5,000 orang dari pasukan berkuda ditambah 6,000 infanteri telah meluluhlantakkan benteng Muarasipongi, dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Strategi kekejaman ini sengaja dilakukan dan disebarluaskan. Bertujuan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo.

Mereka adalah putera-putera Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang Tanah Batak seperti Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang (Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar), Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).

Penyerbuan balas dendam terhadap Singamangaraja X di Benteng Bakkara, dilaksanakan tahun 1819. Orang-orang Siregar Salak dari Sipirok dipimpin oleh Jatengger Siregar ikut dalam pasukan penyerang, guna memenuhi sumpah Togar Natigor Siregar dan membalas dendam kepada keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, iaitu Singamangaraja X. Jatengger Siregar mencabar Singamangaraja untuk melakukan perang tanding. Walaupun sudah berusia lanjut, namun Singamangaraja X tidak gentar dan menerima cabaran Jatengger Siregar yang masih muda.

Duel dilakukan dengan menggunakan pedang di atas kuda. Duel yang tidak seimbang berlangsung tidak lama. Singamangaraja X kalah dan kepalanya dipenggal oleh pedang Jatengger Siregar. Terpenuhi sudah dendam yang tersimpan selama 26 generasi. Kepala Singamangaraja X ditusukkan ke ujung satu tombak dan ditancapkan ke tanah. Orang-orang marga Siregar masih belum puas dan mencabar putera-putera Singamangaraja X untuk perang tanding.

Sebelas (11) putera-putera Singamangaraja memenuhi cabaran ini, dan hasilnya adalah 7–4, kemenangan bagi putera-putera Singamangaraja X itu. Walaupun begitu (putera Singamangaraja menang 7 kalah 4), penyerbuan terhadap Benteng Bakkara terus dilanjutkan, dan sebagaimana di tempat-tempat lain, tidak tersisa seorangpun dari penduduk Bakkara. Termasuk semua perempuan, juga tewas dalam pertempuran.

Tetapi, penyerbuan pasukan Paderi terhenti tahun 1820, kerana berjangkitnya penyakit kolera dan epidemi penyakit pes. Dari 150,000 orang tentera Paderi yang memasuki Tanah Batak tahun 1818, hanya tersisa sekitar 30,000 orang dua tahun kemudian. Sebahagian besarnya bukan tewas di medan petempuran, melainkan mati kerana berbagai penyakit. Untuk menyelamatkan sisa pasukannya, pada tahun 1820 Tuanku Rao bermaksud menarik mundur seluruh pasukannya dari Tanah Batak Utara.

Maka rencana pengIslaman seluruh Tanah Batak tidak dapat diteruskan. Namun Tuanku Imam Bonjol memerintahkan agar Tuanku Rao bersama pasukannya tetap di Tanah Batak, untuk menghadang masuknya tentera Belanda. Ketika keadaan bertambah parah, akhirnya Tuanku Rao membantah arahan Tuanku Imam Bonjol, dan memerintahkan sisa pasukannya keluar dari Tanah Batak Utara dan kembali ke Selatan.

Akhirnya, pada tahun 1820, enam dari panglima pasukan Paderi asal Batak, iaitu Tuanku Mandailing, Tuanku Asahan, Tuanku Kotapinang, Tuanku Daulat, Tuanku Ali Sakti dan Tuanku Junjungan, memberontak terhadap penindasan asing dari Bonjol atau Minangkabau. Sehingga ada yang menanggalkan gelar Tuanku yang dipandang sebagai gelar Minangkabau. Bahkan Jatengger Siregar hanya menyandang gelar tersebut selama tiga hari sahaja.

Mereka sangat marah atas perilaku pasukan Paderi yang merompak dan menguras Tanah Batak yang telah ditaklukkan. Namun hanya kerana ingin balas dendam kepada Singamangaraja, Jatengger Siregar menahan diri sampai terlaksananya sumpah Togar Natigor Siregar dan ia behasil membunuh Singamangaraja X.

Mansur Marpaung (Tuanku Asahan) dan Alamsyah Dasopang (Tuanku Kotapinang) dengan tegas menyatakan tidak mahu tunduk lagi kepada Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Nan Renceh. Kemudian mereka mendirikan kesultanan/kerajaan sendiri. Marpaung mendirikan Kesultanan Asahan dan mengangkat dirinya menjadi sultan, sedangkan Dasopang mendirikan Kerajaan Kotapinang, dan ia menjadi raja.

Tuanku Rao tewas dalam pertempuran di Air Bangis pada 5 September 1821, sedangkan Tuanku Lelo (Idris Nasution) tewas dipenggal kepalanya dan kemudian tubuhnya dicincang oleh Halimah Rangkuti, salah satu tawanan yang dijadikan selirnya.
Pasca Perang Padri

Kesimpulan:
Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), mirip dengan yang terdapat di India hingga sekarang. Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina.

Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama, melibatkan konflik bersenjata. Kerana tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833.

Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata ini berasal dari Pidari di Sumatera Barat, dan ada yang berpendapat kata Paderi berasal dari kata Padre, bahasa Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah ulama) di Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama seperti disebutkan.

Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam. Teroriskah mereka?

Antara sumber rujukan ialah:
Buku “Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao, Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak”,
oleh Mangaradja Onggang Parlindungan Siregar, Penerbit Tanjung Pengharapan, Jakarta, 1964. Dan beberapa lagi, termasuk temuramah beberapa individu tertentu.

Maka, kembalilah kita kepada Kerukunan Umat Beragma sempena menyambut acara memperingati 150 tahun kemasukan Kristian ke Tanah Batak, Indonesia.

Insya Allah, catatan perjalanan ini diteruskan.

Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com

11 Ogos 11
Parapat, Toba.


Lihat sebelum ini...
E-Buku IH-41: Kerukunan Umat Beragama

E-Buku IH-41: Kerukunan Umat Beragama

Lihat sebelum ini..

3 comments:

mas ilham said...

macamnya postingan anda ini seperti memojokkan para mujahideen jaman perang dulu yaaa???..sayangnya ilmu saya belum sampai kesitu..saya cuma ingatkan kalau anda salah dalam memberitakan ini..anda akan menanggung dosanya..sebab telah mengatakan sesutatu yang tidak benar

Ibnu Hasyim said...

Al-hamdulillah. Tegurlah, kalau ada yang tak betul.

bung nats said...

Beliau betul brother. Bacalah buku Tuanku Rao. Disana terjadi Genoside bangsa (suku) batak yang dibantai.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails