Saturday, April 25, 2009

Hukum Jihad, Fardu Kifayah Tetapi…

Renungan 10 Minit Sebelum Tidur 5:

HUKUM Jihad memang terbagi dua, iaitu Fardu Ain dan Fardu Kifayah. Menurut Ibnul Musayyab hukum Jihad adalah Fardu Ain sedangkan menurut Jumhur Ulama hukumnya Fardu Kifayah yang dalam keadaan tertentu akan berubah menjadi Fardu Ain.


Fardu Kifayah, bagaimana?


Yang dimaksud hukum Jihad fardu kifayah, menurut jumhur ulama iaitu memerangi orang-orang kafir yang berada di negeri-negeri mereka. Makna hukum Jihad fardu kifayah ialah, jika sebahagian kaum Muslimin dalam kadar dan persediaan yang memadai, telah mengambil tanggung-jawab melaksananya, maka kewajiban itu terbebas dari seluruh kaum Muslimin. Tetapi sebaliknya jika tidak ada yang melaksananya, maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kaum Muslimin semuanya berdosa. Makna mudahnya, kalau sorang buat yang lain dah tak payah!


“Tidaklah sama keadaan orang-orang yang duduk (tidak turut berperang) dari kalangan orang-orang yang beriman selain daripada orang-orang yang ada keuzuran dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang kerana uzur) dengan kelebihan satu darjat. Dan tiap-tiap satu (dari dua golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang baik (Syurga), dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak turut berperang dan tidak ada uzur) dengan pahala yang amat besar.” (QS An-Nisa 95)


Ayat diatas menunjukan bahawa Jihad adalah fardu kifayah, maka orang yang duduk tidak berjihad tidak berdosa sementara yang lain sedang berjihad. Ketetapan ini wujud jika orang yang melaksanakan jihad sudah memadai (cukup) sedangkan jika yang melaksanakan jihad belum memadai (cukup) maka orang-orang yang tidak turut berjihad itu berdosa. Dan jihad ini diwajibkan kepada laki-laki yang baligh, berakal, sehat badannya dan mampu melaksanakan jihad. Dan ia tidak diwajibkan atas: anak-anak, hamba sahaya, perempuan, orang pincang, orang lumpuh, orang buta, orang kudung, dan orang sakit.


“Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih.” (QS Al-Fath 17)


“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At-Taubah 91)


“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata kerana kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS At-Taubah 92)


“Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS At-Taubah 93)


Ibnu Qudamah mengatakan: “Jihad dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali setiap tahun. Maka ia wajib dilaksanakan pada setiap tahun kecuali uzur. Dan jika keperluan jihad menuntut untuk dilaksanakan lebih dari satu kali pada setiap tahun, maka jihad wajib dilaksanakan kerana fardu kifayah. Maka jihad wajib dilaksanakan selama diperlukan.”


Imam Syafi’i mengatakan : “Jika tidak dalam keadaan darurat dan tidak ada uzur, perang tidak boleh diakhirkan hingga satu tahun.”


Al-Qurtubi mengatakan: “Imam wajib mengirimkan pasukan untuk menyerbu musuh satu kali pada setiap tahun, apakah ia sendiri atau orang yang ia percayai pergi bersama mereka untuk mengajak dan menganjurkan musuh untuk masuk Islam, menolak gangguan mereka dan menzahirkan Dienullah sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah.”


Abu Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini, yang terkenal dengan panggilan Imamul Haramain mengatakan : “Jihad adalah dakwah yang bersifat memaksa, jihad wajib dilaksanakan menurut kemampuan sehingga tidak tersisa kecuali Muslim atau Musalim, dengan tidak ditentukan harus satu kali didalam setahun, dan juga tidak dinafikan sekiranya memungkinkan lebih dari satu kali. Dan apa yang dikatakan oleh para Fukaha (sekurang-kurangnya satu kali pada setiap tahun, mereka bertitik tolak dari kebiasaan bahawa harta dan pribadi(jiwa) tidak mudah untuk mempersiapkan pasukan yang memadai lebih dari satu kali dalam setahun.”


Perlu kita fahami bahawa praktek jihad yang hukumnya fardu kifayah ini adalah jihad yang secara langsung berhadapan memerangi orang-orang kafir, sedangkan jihad yang tidak secara langsung berhadapan dengan orang-orang kafir hukumnya fardu ain.


Sulaiman bin Fahd Al-Audah mengatakan, “Ibnu Hajar telah memberikan isyarat tentang kewajiban Jihad dengan makna yang lebih umum, sebagai fardu ain, maka beliau mengatakan : “Dan juga ditetapkan bahwa jenis jihad terhadap orang kafir itu fardu a’in atas setiap muslim : baik dengan tangannya, lisannya, hartanya ataupun dengan hatinya.”


Hadist-hadist yang menerangkan bahawa hukum jihad dalam makna yang umum (dengan tangan, harta atau hati) itu jihad fardu ain, antara lain:


“Barangsiapa yang mati sedangkan ia tidak berperang, dan tidak tergerak hatinya untuk berperang, maka dia mati diatas satu cabang kemunafikan.” (HR Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad, Abu Awanah dan Baihaqi)


“Sesiapa yang tidak berperang atau tidak membantu persiapan orang yang berperang, atau tidak menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, niscaya Allah timpakan kepadanya kegoncangan.” Yazid bin Abdu Rabbihi berkata : “Didalam hadist yang diriwayatkan ada perkataan “sebelum hari qiamat.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Darimi, Tabrani, Baihaqi dan Ibnu Asakir)


Dari dua hadist di atas memberitahu kita bahawa orang yang tidak berjihad, tidak membantu orang berjihad dan tidak tergerak hatinya untuk berjihad diancam dengan ancaman kematian pada satu cabang kemunafikan dan mendapat goncangan sebelum hari kiamat. Jadi orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk pergi berperang secara langsung mengahadapi orang-orang kafir, mereka hendaklah tergerak hatinya untuk berperang seperti halnya orang yang lemah dan orang yang sakit.


Sekiranya hukum jihad secara langsung berhadapan dengan orang-orang kafir sudah berubah dari fardu kifayah menjadi fardu ain, maka tidak ada yang dikecualikan lagi, siapapun perlu pergi berperang dengan apa dan cara apapun yang dapat dilakukan.


Insya Allah, lepas ini kita akan bahas mengenai Jihad yang fardu ain pula!


Wassalam dari Ibnu Hasyim.

Larang Anak Pindah Agama: M’sia Pengadilan Sekular..


Ibnu Hasyim Catatan Santai


BERITA mengenai Malaysia dari Indonesia, Hidayatullah.com (Indonesia) Saturday, 25 April 2009 bertajuk ‘Malaysia Larang Anak Pindah Agama menyebutkan:


‘Langkah yang diumumkan pemerintah Perdana Menteri baru Najib Razak ini dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan etnis di negara yang sebagian warganya muslim. Menteri Urusan Hukum Nazri Aziz seperti dilansir Reuters, Kamis (23/4), mengemukakan anak-anak memang mengikuti agama yang dianut orangtuanya selama mereka masih berstatus suami istri tapi jika ayah atau ibunya berubah menjadi Muslim si anak tidak dapat dipaksa ikut. Larangan ini dikeluarkan setelah terjadi serentetan sengketa hukum yang melibatkan orang-orang yang masuk agama Islam dan mengubah status agama anak-anak mereka meskipun ada keberatan dari bekas suami atau isteri mereka yang bukan Muslim.


Malaysia memiliki pengadilan sekuler dan pengadilan agama untuk menangani berbagai masalah keluarga. Masyarakat minoritas yang bukan Muslim di Malaysia mengeluh bahwa pengadilan agama tidak selalu memperlakukan mereka dengan adil dalam sengketa. Sekitar 40% warga Malaysia adalah non muslim. Sementara itu, pengadilan sekuler yang menangani sengketa keluarga untuk warga non-muslim, yang mencapai sekitar 40% warga Malaysia adalah non muslim menyatakan, mereka tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus seperti itu.


Menteri Hukum Nazri Abdul Aziz mengatakan, pemerintah telah memutuskan bahwa ketika pasangan suami istri bercerai, anak mereka harus dibesarkan menurut agama bersama mereka saat perkawinan. “Kabinet berpandangan ada kontrak tersirat dan konstruktif antara suami dan istri bahwa anak-anak mereka akan dibesarkan menurut agama bersama mereka pada saat perkawinan apa pun agama yang mereka sepakati akan dijalankan oleh keturunan mereka,” katanya. Dia mengatakan, agama semestinya tidak digunakan sebagai alat untuk memungkinkan seseorang untuk lari dari tanggungjawab sebagai suami atau istri. Dia juga mengatakan, pengadilan sipil adalah tempat yang tepat untuk membatalkan perkawinan jika suami atau istri berpindah ke Islam. Perkembangan ini terjadi beberapa setelah liputan gencar media lokal atas kasus seorang wanita Hindu yang melawan langkah suaminya untuk mengajak anak-anak mereka ikut beralih ke Islam.’


Sementara itu di Malaysia hari ini, lebih 100 pertubuhan bukan kerajaan (NGO) Islam di negara ini membantah keputusan Kabinet yang menetapkan kanak-kanak bawah umur kekal menganut agama asal ketika ibu bapanya berkahwin walaupun selepas salah seorang pasangan itu menukar agama. Menurut mereka, keputusan yang bersifat reaktif terhadap tekanan daripada masyarakat bukan Islam tidak wajar dilaksanakan kerana ia dibuat tanpa melibatkan perbincangan menyeluruh dengan para mufti, pakar perundangan dan NGO Islam.


Presiden Persatuan Peguam Syarie Malaysia (PGSM), Mohamad Isa Abd. Ralip berkata, pihaknya tidak bersetuju dengan keputusan Kabinet itu kerana ia telah menafikan hak ibu atau bapa yang telah memeluk Islam untuk mendidik anak-anak mengikut agama baru yang dianutinya. Beliau berkata, ibu atau bapa harus dibenarkan untuk mengIslamkan anak-anak mereka selaras dengan kaedah fikah yang menetapkan apabila seseorang itu telah memeluk Islam maka dia hendaklah mempertahankan agama dan keturunannya.


"Keputusan Jemaah Menteri bertentangan dengan keputusan Mahkamah Persekutuan pada 2007 yang memberikan hak kepada Muhammad Shafi Saravanan Abdullah untuk mengIslamkan kedua-dua anaknya tanpa pengetahuan atau mendapat persetujuan isterinya, R. Subashini yang masih beragama Hindu… Walaupun tiada peruntukan khusus dalam enakmen keluarga Islam berhubung perkara itu, kita tetap perlu mengikut keputusan mahkamah tertinggi iaitu Mahkamah Persekutuan," katanya.


Beliau bercakap pada sidang akhbar bersama-sama wakil daripada lebih 100 NGO Islam di Sekretariat PGSM di sini hari ini. Mohamad Isa mengulas keputusan Kabinet itu yang diumumkan Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Seri Mohamed Nazri Abdul Aziz semalam. Keputusan itu adalah berdasarkan syor yang dibuat oleh jawatankuasa khas Kabinet bagi menyelesaikan kes K. Pathmanaban, 40, atau nama Islamnya, Mohd. Ridzuan Abdullah yang bertindak menukar agama anaknya, Tevi Darsiny, 12, Karan Dinesh, 11, dan Prasana Diksa, setahun, serta memohon hak penjagaan terhadap tiga anaknya itu di Mahkamah Syariah Ipoh.


Langkah itu telah dibantah oleh ibu kanak-kanak terbabit, M. Indra Ghandhi, 35, yang masih beragama Hindu kerana mendakwa Mohd. Ridzuan berbuat demikian tanpa pengetahuannya. Setiausaha Agung Peguam Pembela Islam (PPI), Zainul Rijal Abu Bakar pula berkata, Kabinet seharusnya mengambil kira pandangan kebanyakan ulama yang secara jelas menyatakan bahawa apabila salah seorang daripada ibu atau bapa memeluk Islam, maka anak-anaknya mesti menganut agama itu.


Menurut beliau, sebarang keputusan untuk mengekalkan anak-anak dengan agama asal ibu bapa juga harus mengambil kira Perkara 12 (4) Perlembagaan Persekutuan yang menyebut salah seorang ibu atau bapa boleh menentukan agama anak-anak. "Peruntukan dalam Perlembagaan Persekutuan telah disahkan menerusi keputusan Mahkamah Persekutuan dalam kes R. Subashini yang memutuskan adalah memadai salah seorang ibu atau bapa membuat keputusan untuk anaknya yang di bawah umur memeluk Islam," ujarnya.


Pada saya, memang susah untuk mendapatkan hukuman yang adil dan bersih apalagi menurut kacamata Islam, sedangkan perundangan asas negara masih tidak Islam atau tidak berada dalam perlembagaan Islam sebenarnya. Contohnya, walaupun PAS menang menawan Kelantan, tetapi tidak akan dapat melaksanakan Islam sepenuhnya, kerana masih terikat dengan perlembagaan Kerajaan Pusat yang tidak Islamik. Lihatlah dalam kes hudud..


Samalah seperti hendak mendapat sesuatu yang baik tiada najis, tetapi memprosesnya melalui dari dalam tong najis!


Ibnu Hasyim Catatan Santai
(e-mail:
ibnuhasyim@gmail.com)
April 25, 2009

Demokrasi Di China, Menurut Jackie Chan.


By Asyok Kumar
Sabtu April 25, 2009

JACKIE Chan dikecam teruk oleh kumpulan-kumpulan pro-demokrasi di China dan negara-negara lain, selepas mengeluarkan kenyataan kontroversi di sebuah forum bisnes di Hainan, China baru-baru ini.

"Saya tidak pasti sama ada baik atau tidak mempunyai kebebasan. Saya mula merasakan bahawa rakyat China juga perlu dikawal." Kata Jackie pelakon filem berusia 55 tahun itu. “Jika kita tidak dikawal, kita akan melakukan apa yang kita rasa mahu lakukan.”

Selepas mengeluarkan kenyataan itu, Jackie dikecam teruk oleh kumpulan-kumpulan pro-demokrasi. Namun, jurucakap Jackie menegaskan komen tersebut sebenarnya merujuk kepada kebebasan di dalam industri hiburan dan bukannya masyarakat China secara keseluruhannya.

“Ada pihak dengan motif tersembunyi cuba memesongkan komen yang dikeluarkan oleh Jackie itu.” kata Ketua Eksekutif JC Group, Solon So.(AK)

Ketenangan di Lembah Swat, Membuat AS Tidak Tenang..



Ibnu Hasyim Catatan Santai


DIA bagaikan mimpi bila akhirnya dapat pulang ke kampong halaman, setelah berbulan-bulan tinggal di khemah-khemah pelarian. Dia bernama Islamullah termasuk satu dari ribuan warga Swat yang kembali pulang ke lembah itu, setelah tercapai sepakat damai antara pemerintah Pakistan dengan puak-puak tempatan Taliban di situ.


“Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi bagi menyatakan rasa lega. Saya seperti seekor burung yang kembali ke sangkarnya, setelah menempuh perjalanan yang jauh.." ujar petani berusia 45 tahun itu, sambil menggalas begnya di khemah penampungan orang-orang terlantar yang terletak di barat Kota Karachi, Pakistan.


Presiden Pakistan, Asif Zardari baru-baru ini mengesahkan suatu kesepakatan, iaitu menyetujui genjatan senjata bersama antara pasukan pemerintah dan puak yang pro-Taliban, setelah Pakistan bersetuju membenarkan perlaksanaan hukum Islam di Lembah Swat. Sebelum itu, sekitar 60% dari 1.5 juta penduduk Lembah Swat terpaksa meninggalkan kediaman mereka selama satu setengah tahun, kerana kawasan itu diguncang pertempuran berdarah selama 18 bulan antara dua kumpulan itu.


Kebanyakan mereka yang terlantar itu adalah terdiri dari puak Pushtun di Pakistan, termasuk Karachi, Mardan, Buner, dan Peshawar. “Saya merasa seperti tinggal di neraka," ujar Islamullah lagi ketika mengungkapkan kehidupannya di pengungsian. Ia meninggalkan Swat bersama lima anaknya. “Ketika pindah, kami sebenarnya meninggalkan segalanya, bukan hanya rumah, tetapi juga identiti, kebudayaan dan tradisi. Saya memang dapat tempat perlindungan dan makanan di sini, tetapi hal ini tetap tidak dapat menggantikan masyarakat dan kampung halaman kami." tambahnya.


Taj Mohammad seorang lagi ditemui, penduduk Charbagh, yang merupakan asas kekuatan puak Taliban tempatan di situ, juga bersiap-siap untuk pulang. “Saya akan pergi dalam beberapa hari lagi” kata pemuda yang dulunya mengelola sebuah kafe kecil di kampungnya. “Kerabat dan teman-teman pun sudah pulang, mengkhabarkan pada saya bahawa kehidupan sudah kembali normal di sebagian besar daerah, termasuk di daerah saya.”


Tetapi, lain dari Islamullah dan Mohammed, Mustaqeem Khan lebih suka menunggu sebelum pulang ke kampung halaman. “Saya belum ada rancangan pulang dalam masa singkat. Saya masih menunggu melihat kelangsungan sepakat-damai ini," katanya yang tinggal di wilayah Kabal, kawasan pertempuran sebelumnya. “Saya sokong penuh sistem peradilan syariat dan sepakat-damai. Tetapi saya bimbang tidak tahan lama kerana tekanan dalaman dan luaran.”


AS dan Barat memang tidak senang dan anti Islam. Menteri Luar AS Hillary Clinton terus menuduh Pakistan membiarkan Taliban menguasai sebahagaian wilayah di negara tersebut. Isteri bekas Persiden AS itu dalam pertemuan perbahasan mengenai keamanan di Pakistan menyebutkannya sebagai ‘ancaman yang mematikan keamanan negara dan dunia’. Dia menuduh sistem peradilan negara Pakistan yang korup mengakibatkan kawalan mereka terhadap negara bahagian lain terhad dan mencemburui kelompok Taliban (disebut juga sebagai pemberontak) diberikan keleluasaan tersebut.


Washington juga berulangkali menyatakan kekhawatirannya atas kesepakatan itu dan penegakan syariat di Swat, yang dulunya pernah menjadi resort ski dan permata dalam industri Pakistan. Dia juga menghasut minta warga Pakistan supaya berkeras menghadapi kebijaksanaan negara tersebut. Dalam laporan wartawan BBC di Washington, Richard Lister, hal ini disebutnya sebagai sebuah tindakan yang bukan biasa. Sebelumnya Presiden Barack Obama sudah menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah keamanan di Pakistan.


Koresponden BBC mengatakan, Amerika sudah menawarkan jutaan dolar bantuan, tetapi mereka juga meminta kerjasama yang ‘lebih besar’ dari pemerintah negara itu. Presiden Pakistan dan Afghanistan yang kononnya diminta oleh dunia internasional untuk memerangi Taliban, dikatakan bersetuju datang ke Washington untuk membincangkan hal tersebut bulan depan. Itulah umpan mata kail yang disumbatkan ke mulut Pakistan, akan menukar perdamaian dan ketenangan di lembah Swat menjadi bergolak semula.


Washington tidak akan senang dan tenang, melihat kedamaian negara lain. Mereka tidak mahu ada negara lain yang di luar kawalan dan jangkauan mereka. Mereka paksakan ‘penjajahan’ yang dibalut dengan topeng perdamaian ke atas rakyat yang mahukan per’damai’an (salah satu makna Islam ialah ‘damai’) menurut versi rakyat itu sendiri. Rakyat yang sanggup membeli sistem damai (perundangan Islam) itu dengan darah dan jiwa mereka. Itu yang AS pura-pura tidak faham demi mengabui mata dunia yang mereka anggap boleh di’bodoh’kan supaya tidak faham!

(sumber BBC dll.)


Ibnu Hasyim Catatan Santai
(e-mail:
ibnuhasyim@gmail.com)
April 25, 2009

Jihad Bukan Tujuan Akhir…


Renungan 10 Minit Sebelum Tidur 4:


JIHAD bukan tujuan dan sasaran akhir. Tetapi ia adalah jalan yang telah disyariatkan Allah SWT bagi mendapatkan tujuan dan sasaran yang banyak. Antaranya ialah…


Pertama: Mencari Redha Allah.


Firman Allah SWT..

“Kerana itu, semestinyalah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang dijalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa ayat 74)

“Dari Muaz bin Jabal RA, dari Rasulullah, beliau bersabda : “Perang itu ada dua. Barangsiapa yang (berperang) mencari wajah Allah, mentaati Imam, menginfakkan harta pilihan, memudahkan kawan, menjauhi perbuatan merosak, maka sesungguhnya tidur dan jaganya semuanya membuahkan pahala. Adapun orang yang berperang kerana kesombongan, riya dan mencari kemasyhuran, dan durhaka terhadap Imam serta membuat kerosakan dibumi maka sesungguhnya ia tidak akan kembali dengan rezeki yang cukup.” (HR Abu Daud, An-Nasai dan Al-Hakim)


Kedua: Kawal Dakwah.


Islam wajib disebarkan ke semua umat manusia di seluruh muka bumi dengan tidak membenarkan adanya berbagai rintangan yang memisahkan antara da’i (pendakwah) dan mad’u (yang di dakwah). Tidaqk kira samada rintangan itu berupa iktiqadiyah fikriyah, siyasiyah qanuniyah, mahupun madiyah askariyyah. Maka untuk mengawal perjalanan da’wah dan memeliharanya dari berbagai rintangan seperti tersebut diatas itu, Allah telah mensyariatkan Jihad fi Sabilillah.


Selain itu, juga untuk memelihara kaum Muslimin dari berbagai fitnah terhadap agamanya, atau dari berbagai ancaman terhadap kehidupan, kehormatan, harta dan aqal mereka. Mengapa pula Jihad disyariatkan? Di dalam Al-Quranul Karim Allah telah memberitahukan kita kaum Muslimin tentang sikap dan niat orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum Muslimin. Sikap mereka adalah menghalangi, berpaling, sombong, menentang, benci, menjajah, membunuh, memerangi, buruk, merosak dan lain-lain.


“Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendakiNya (untuk diberi) rahmatNya (kenabian), dan mempunyai kurnia yang besar.” (QS Al-Baqarah 105)


“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, kerana dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maaflah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah ayat 109)


“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kamauan mereka setelah datangnya pengetahuan kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah ayat 120)


“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakan atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al-Anfal ayat 30)


“Sesungguhnya orang-orang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian jadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.” (QS Al-Anfal 36)


“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan haram itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil-haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) disisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya didunia dan di akhirat, dan mereka itulah panghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (QS Al-Baqarah ayat 217)


Sikap dan tentangan golongan anti Islam perlu dihadapi dengan tindakan yang sepadan atau seimbang, supaya dakwah, da’i dan risalah Islam selamat dan kaum Muslimin aman. Allah SWT telah menetapkan cara sebaik-baiknya, perlunya ada penunjang dakwah dan da’i, adanya amal yang mencantas pangkal kezaliman, keganasan, ekstrim, dan memutuskan sumber kejahatan dan kerosakan. Keadaan yang hanya dapat wujud dengan adanya kekuatan dakwah, kekuatan penyebaran, penjelasan disertai kekuatan fizikal dan ketajaman pedang, ujung tombak atau persenjataan terkini.


Dengan itu, dakwah akan tersebar luas dimuka bumi baik di timur mahupun barat dengan berbagai rintangan yang membujur lalu melintang patah. Maka jalanpun menjadi lapang terbentang bagi semua manusia, baik untuk memasuki dienullah ataupun tidak, semata-mata kerana pilihan atau kehendak mereka, bukan kerana tekanan atau paksaan. Atau bukan pula kerana dihalangi dan dijauhkan dari dakwah Islam.


Lihat Firman Allah SWT, Qur’an Surah An-Nisa 75, Al-Baqarah 193, Al-Anfal 39-40, Al-Baqarah 251, dan Al-Hajj 40-41


Rasulullah SAW pula bersabda, “Aku diperintah memerangi manusia, sehingga mereka bersyahadat bahawa tidak ada Ilah kecuali Allah dan aku Rasulullah. Apabila mereka telah mengatakan demikian maka terpeliharalah darah dan harta mereka daripadaku, kecuali sebab haknya (mereka melakukan pelanggaran), sedangkan perhitungan mereka terpulang kepada Allah.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Ketiga: Kukuhkan Muslimin & Perlaksanaan Hukum.


“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang yang kafir itu, jika mereka berhenti (dari kekufarannya), niscaya akan diampunkan dosa mereka yang telah lalu, dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”. Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah, dan (supaya) agama itu seluruhnya semata-mata untuk Allah. Kemudian jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah maha melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahawasannya Allah pelindung kamu. Dan Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baiknya penolong.” (QS Al-Anfal 38-40)


“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal soleh dari kalangan kamu (wahai Muhammad) bahawa ia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadat kepadaKu dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An;Nur ayat 55)


Keempat: Ujian Saringan.


“Dan Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Imran ayat 139)


“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebahagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada’ . Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Al-Imran ayat 140)


Syuhada’ di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. Sebahagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan ‘menjadi saksi atas manusia’ sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah.


“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (QS Al-Imran ayat 141)


“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS Al-Imran ayat 142)


“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa ayat 104)


Kelima: Hapuskan Penghambaan Manusia Kepada Selain Allah.


Firman Allah SWT:
“Katakanlah: “Wahai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahawa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahawa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS Al-Imran ayat 64)


“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (iaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS At-Taubah ayat 29)


“Perangilah mereka supaya jangan ada fitnah, dan niscaya agama itu semata mata untuk Allah…(QS Al-Anfal ayat 39)


Rasulullah SAW bersabda: “Aku telah diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, hingga manusia beribadah hanya kepada Allah saha, tiada sekutu bagiNya, rezekiku dijadikanNya dibawah bayangan tombakku, dan kerendahan serta kehinaan dijadikanNya terhadap orang-orang yang menyalahi. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad dan Tabrani)


Apa yang dikatakan Rabi bin Amir, Huzaifah bin Muhsin dan Mughira bin Syu’bah ketika ditanya oleh Rustum (Ketua tentera Parsi dalam perang Qadisiyyah), membuktikan tujuan Jihad ini..


Rustum bertanya kepada mereka: “Apakah tujuan kamu datang kemari?”

Mereka menjawab: “Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa yang mahu, dari memperhambakan diri kepada manusia kepada memperhambakan diri kepada Allah SWT.

Mengeluarkan manusia dari kesempitan dunia ini kepada keluasannya. Mengeluarkan manusia dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam. Allah telah mengutuskan Rasulnya untuk tujuan ini supaya Rasul itu mengajarkan makhlukNya dengan agamaNya. Barangsiapa yang menerimanya cara hidup ini maka kami akan kembali dan memulangkan kembali negerinya kepadanya. Tetapi barangsiapa yang tidak mahu, maka kami akan terus memeranginya sehingga kami Syahid ataupun Menang.”


Ya. Menang atau Syahid, ertinya tiada ‘kalah’ dalam perjuangan Islam!


Wassalam dari Ibnu Hasyim.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails