Tuesday, August 11, 2015

Masa Bergabung NKRI, Jumlah Masjid T/Leste 46, Sekarang Cuma 17 Saja.

Yunus Da Costa, utusan pendakwah Timor Leste dalam acara "Pertemuan Antarabangsa Ulama dan Dai se-Asia Tenggara" di Hotel Puteri Gunung Lembang, Bandung, Jawa Barat

MINIMNYA pemahaman da'i terhadap agama atau penguasaan Bahasa Arab yang kurang tidak boleh jadi alasan untuk mengabaikan dakwah di kawasan minoriti seperti Timor Leste.

Hal itu diungkap oleh Anwar Da Costa, utusan pendakwah Timor Leste dalam acara "Pertemuan Antarabangsa Ulama dan Dai se-Asia Tenggara" di Hotel Puteri Gunung Lembang, Bandung, Jawa Barat hari Ahad, (09/08/2015) kemarin.

"Kami tidak boleh menunggu nanti hebat Bahasa Arab baru mau berdakwah," ungkap Anwar mengawali penjelasannya tentang cabaran dakwah di Timor Leste.
"Sebab dakwah ini harus berjalan terus, tidak boleh berhenti," tambah Anwar.

Di hadapan ratusan peserta, Anwar sebelum ini minta maaf, sebab ia belum boleh berbahasa Arab secara fasih sebagaimana para utusan lain yang saling berkomunikasi dengan bahasa Arab selama di ruang acara. Anwar mengaku baru ada satu orang pendakwah yang boleh bercakap Bahasa Arab di Timor Leste.

"Cuma ia sedang berhalangan hadir, iaitu ustaz Muslim Da Costa, Lc," terang Anwar.

Lebih lanjut Anwar menjelaskan dinamika dakwah di Timor Leste yang diperinci menjadi tiga tahapan dakwah.

Pertama, fasa penjajahan Portugis, 
Kedua, fasa bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan 
ketiga, fasa berpisah dari NKRI dan menjadi negara sendiri.

"Masing-masing tahapan tersebut mempunyai suka duka dakwah tersendiri," katanya.

Menurut Anwar, di masa penjajahan Portugis, Timor Leste dikuasai oleh agama Katolik hingga mencapai 99.9% sedang umat Islam hanya tinggal segelintir itupun dari keturunan daerah Hadramaut, Yaman.

Di masa itu tak ada seorang Muslim yang terlahir dalam keadaan Muslim.

"Bahkan masjid pun hanya ada satu, masjid Nur di Bandar Dili," terang Anwar.
"Saya sendiri adalah generasi awal Muslim di Timor Leste," akui Anwar.

Selanjutnya, Timor Leste bergabung ke wilayah NKRI menjadi wilayah ke-27. Dengan bekerjasama dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Timor Leste mendapat kiriman 7 orang pendakwah pada tahun 1981.

Alhasil setelah itu terjadi perubahan ketara dengan bertambahnya umat Islam menjadi 35.000 orang dalam kurun waktu 1975-1999. Selain itu masjid bertambah menjadi 46 buah dengan madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai daerah di Timor Leste.

"Umat Islam kira-kira mencapai 40% dan non Muslim 60% masa itu," ucap Anwar kembali.

Seiring waktu, akhirnya Timor Leste memilih berpisah dari NKRI dan bagi Anwar sebagai pendakwah, inilah masa-masa sukar dalam berdakwah. Saat itulah jumlah umat Islam merosot tajam menjadi hanya 5000 orang dari 35,000 umat Islam sebelum ini. ucap Anwar. 

"Masjid bahkan kembali menjadi satu buah saja yang aktif, "tambah Anwar.

Meski demikian Anwar mengaku hal ini juga menjadi ladang dakwah buat para pendakwah di Timor Leste. Pelan tapi pasti dakwah terus bergulir dan mula menampakkan hasil menggembirakan.
Ibnu Hasyim, semasa berada di pusat kota Dili beberapa tahun lalu.. di kaki lima jalan.. Di belakangnya seorng wanita bertudung.. 


Satu-satunya mesjid di bandar utama Dili, Masjid Annur. 

"Hari ini Timor Leste mempunyai 17 buah masjid / mushalla dengan jumlah umat Islam mencapai sekitara 6000 orang lebih," ujar Anwar.
"Kami undang bagi siapa saja yang mau bergabung berdakwah bersama kami di Timor Leste," demikian ajar Anwar Da Costa. (IH/Hidayatullah.com)

Lihat sebelum ini..
E-Buku IH-47: Catatan Perjalanan Ibnu Hasyim
E-Buku IH-47:  Catatan Perjalanan
T/Leste, Medan-Aceh, S'baya, Bali.

No comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails