Sunday, June 04, 2017

Ibnu Hasyim Menulis Dari Negara Bunian, Kalimantan..


Ibu Hasyim, menuju ke Keraton Raja Sambas, Kalimantan..
CATATAN PERJALANAN IBNU HASYIM 

Mari Bersama Bangsa Bunian..  
BEGINI ceritanya..




KINI saya berada di keraton Sambas, Kalimantan Barat Indonesia. Mengimbas kembali, tentang kehidupan bangsa lelembut atan disebut juga 'orang bunian' ini bukan isapan jempol. Masyarakat Kalimantan Barat amat yakin kaum Bunian adalah realitas. Seringkali makhluk halus itu membaur dengan manusia, meski tak disedari kehadirannya. 

Pada saat-saat tertentu, kerap orang melihat kaum Bunian berada di tengah keramaian. Sang lelembut tampak layaknya manusia biasa. Hanya saja, sebuah ciri fizik tak bisa menutupi mereka. Di wajah mereka tak ada garis antara hidung dengan bibir atas. Alisnya juga menyatu. Parasnya memang aneh dan berkesan menyeramkan.

Ada satu hal yang tidak boleh dilakukan manusia bila berada dekat dengan kaum Bunian. Dikatakan, jangan sekali-kali mengikuti ajakannya. Bila itu dilakukan, maka ia akan masuk ke alam gaib mereka dan tidak akan kembali lagi ke alam biasa. Pusat komunitas kaum Bunian terletak di sekitar Pantai Selimpai, Kecamatan Paloh. Juga terdapat di seputar Tanjung Batu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. 

Tatanan kehidupan kaum Bunian amat teratur. Itu kerana mereka di kelola oleh sistem kerajaan yang tertib. Mereka pun bukan tipe makhluk pengganggu yang suka meneror manusia. Bahkan sebaliknya, sekali waktu mereka terlihat membaur dengan manusia untuk memberi bantuan. 

Kes perang etnik di Sambas beberapa waktu lalu, konon juga melibatkan kaum Bunian ini. Raja mereka sengaja mengerahkan pasukan Bunian untuk menghalau etnik tertentu yang dianggap mengganggu ketenteraman hidup etnik pribumi. Namun tetap saja perbedaan alam dengan mereka menyebabkan manusia takut. 

Pendeknya, kehidupan kaum Bunian bukan sekadar cerita. Tapi benar-benar nyata, anggapan sesetengah manusia. Bila ingin menemui kaum Bunian, datanglah ke pusat komunitas mereka di sekitar Pantai Selimpai atau Tanjung Batu. Tentu, tidak begitu saja seseorang bisa berhubungan langsung dengan bangsa lelembut ini. Melainkan harus dengan bantuan orang yang menjadi perantara.

















Di kedua pantai tersebut, selalu ada orang yang bisa menjadi perantara dengan orang-orang dari bangsa Bunian. Menurut Hendra Sukmana, aktivis LSM yang kini menjabat Ketua Panwaslu Kota Singkawang, tanpa perantara, tak mungkin orang biasa bisa bertemu langsung dengan kaum Bunian. 


Hanya orang yang punya kemampuan khususlah yang bisa berinteraksi langsung dengan mereka. Tanpa memiliki kemampuan semacam itu, maka orang-orang hanya bisa melihat pantai ini sebagai objek wisata yang indah saja. Tidak lebih dari itu. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, bisa saja orang biasa berjumpa dengna kaum Bunian. 

“Sewaktu-waktu orang biasa pun sering berjumpa dengan kaum Bunian yang tengah berada di sekitar mereka. Seperti di pasar-pasar rakyat, di dalam mobil angkutan umum, di pinggir sungai, bahkan di supermarket,” tuturnya kepada yang bertanyakan maklumat. 

Nah, ketika itu, terang Hendra, jangan sekali-kali berbuat ceroboh. Misalnya, sok akrab dengan sengaja menyapa mereka. Sebab bila tidak memiliki bekal batin yang kuat, kita bisa terpengaruh oleh ajakan mereka. Apalagi bila kaum Bunian yang menampakkan diri itu adalah kaum hawa. 

“Jika tidak kuat iman, kita bisa terpikat. Kalau itu terjadi, maka kita tidak akan bisa kembali ke dunia manusia lagi,” ujar Hendra.

Bagaimana jika “Diculik” Kaum Bunian?

Bila orang kedatangan kaum Bunian, dipastikan bakal dicekam rasa takut. Kemunculannya memang kerap membuat bulu kuduk merinding. Wajar saja, siapa yang tidak takut bila di datangi mahluk halus. Apalagi selama ini berkembang anggapan bila kaum Bunian selalu membawa manusia ke dunianya. Cerita-cerita bangsa manusia sering dibawa ke alam kaum Bunian ini sudah sering terdengar. 



Misalnya satu kejadian pada paruh akhir tahun 1995 di daerah Sejangkung, Sambas. Ketika itu ada anak kecil kelas 2 Sekolah Dasar atau sekolah rendah yang tidak kembali ke rumah setelah pulang sekolah. Sementara teman-teman lainnya sudah sampai di rumah. Maka keluarga si anak ini pun cemas. Mereka mencari-cari si anak ke rumah neneknya, namun tidak bertemu. Begitu juga ditanyakan kepada teman-temannya, mereka tidak tahu.



Hingga akhimya, orang tua si anak menghubungi orang pintar di daerah itu. Setelah melalui deteksi batin, orang pintar ini mengatakan si anak dalam keadaan selamat. Cuma, saat ini ia tengah berada di tengah lingkungan kaum Bunian. Keterangan itu sedikit banyaknya bisa diterima keluarga. Sebab ketika ditanyakan kepada salah seorang temannya, ia mengatakan bila pulang sekolah, anak ini diajak pergi beberapa anak kecil yang tidak dikenal. Orang pintar ini pun lantas menyimpulkan bila yang mengajak si anak hilang ini adalah anak-anak kaum Bunian.



Mendapat keterangan demikian, orang tua si anak amat cemas. Mereka dihinggapi pikiran negatif jika si anak tak akan bisa kembali lagi ke dunia manusia. Orang pintar yang dimintai bantuan ini malah tersenyum. Ia lalu pamit untuk melakukan sesuatu. Nah, ketika hari mulai senja, tiba-tiba tiupan angin kencang menghantam rupa orang tua si anak hilang. 



Peristiwa itu dirasakan betul oleh seluruh penghuni rutnah. Mereka pun dicekam ketakutan luar biasa. Sebab kejadian itu sangat tidak lazim. Di tengah-tengah suasana mencekam itu, tiba-tiba pintu rumah diketuk seseorang. Saat dibuka, ternyata si anak hilang itu sudah berdiri di depan pintu. Orang tua keluarga itu pun merasa senang kerana anaknya telah kembali.



Ketika ditanya kemana saja dia pergi, dengan polos anak ini mengatakan bila ia pergi bersama teman-teman barunya naik perahu besar. Lalu dia di bawa berlayar entah ke mana. Meski semuanya orang-orang asing, tapi si anak ini merasa senang. Sebab selain bersama teman-teman baru, dia juga bisa bermain bersama. Menurut si anak, setelah puas bermain, perahu besar itu kembali merapat. Dia kemudian diantar teman-temannya pulang ke runah. Belakangan, teman-temannya itu tiada lain adalah kaum Bunian. 



Dibawa ke Alam Gaib



Meski ada yang kembali ke dunia manusia setelah berhubungan dengan kaum Bunian, ternyata banyak pula yang tidak kembali alias terbawa ke alam gaib. Hal itu, bisa terjadi kerana beberapa sebab. 
  1. Suka sama suka. Memang sudah dikehendaki manusianya sendiri untuk bergabung dengan dunia Bunian. Ini terjadi bila, umpamanya, seorang pria jatuh hati dengan wanita dari bangsa lelembut itu. Selanjutnya orang ini ingin berhubungan terus hingga kepelaminan. Tentu saja, orang ini tidak akan kembali ke alam nyata.
  2. Seseorang tergiur oleh ajakan kaum Bunian. Inilah yang selalu diwanti wanti setiap orang agar berhati-hati dan jangan mudah tergiur ajakan mereka. Jangan tergila-gilakan mereka, nanti sanggup berpisah dengan keluarga sendiri.
Ada satu peristiwa di tahun 1990an. Dulu, pernah ada seorang pemuda bernama Mahyan. Ia dinyatakan hilang. Semula, orang-orang desa mengira dia pergi ke Pulau Tambelan untuk bekerja di bagan, tempat mencari ikan. Namun, pakaiannya di lemari masih utuh. Itu menandakan bila Mahyan tidak pergi kemana-mana, atau pergi tanpa pamit.



Menurut cerita teman-temannya, tadi malam Mahyan berkenalan dengan seorang wanita. Kebetulan sejak beberapa hari lalu, ada pekan hiburan rakyat di depan kantor kecamatan. Nah, sejak berkenalan itu teman-temannya tidak melihat lagi batang hidung Mahyan. Sampai keesokan harinya, Mahyan tidak kembali. Bahkan hingga berhari-hari, minggu, bulan dan tahun. 

Seterusnya, Mahyan tak diketahui lagi dimana rimbanya. Orang-orang di kampung berkeyakinan bila Mahyan hilang kerana di bawah ke alam kaum kaum Bunian.



Ciri Kaum Bunian

Fenomena kaum Bunian sudah mendarah daging dalam masyarakat Sambas. Meski kerap muncul rasa takut bila didekati kaum Bunian, namun masyarakat di sana sudah terbiasa. Malah boleh dikata, mereka tak merasakan lagi adanya persoalan. Meski begitu, membicarakan soal Bunian bagi mereka, adalah tabu. 

Mereka lebih memilih diam dari pada bercerita kaum Bunian. Atau kalaupun menceritakannya, tapi secara bisik bisik. Seolah-olah takut nada bicaranya didengar orang lain, terutama kaum Bunian. Bila tiba-tiba mereka merasakan kedatangan kaum Bunian, orang-orang Sambas lazim mengatakan, "Oh, insanak datang!" 

Setelah itu secara tak diam-diam dia akan menjauhi orang Bunian itu. Bisakah kaum Bunian ini dibedakan dengan manusia biasa? Tentu saja bisa. Bahkan perbedaannya amat menyolok. Rudi Fitrianto (38), warga Kota Singkawang, mengatakan bila perbedaan itu tampak pada penampilan fizik. 


Orang Bunian begini hanya tinggal legenda?

Misalnya pada bagian wajah. Kaum Bunian dikenal tidak memiliki garis atau tepatnya lekukan yang memanjang antara hidung dengan bibir atas. "Itu adalah ciri kodrati kaum Bunian,” tutumya. 

Inilah ciri fizik yang sangat jelas membedakan kaum Bunian dengan manusia. “Kalau kita melihat seseorang yang tidak memiliki garis bibir itu, maka dipastikan orang itu adalah kaum Bunian,” tuturnya lagi.

Ciri lainnya, kaum Bunian memiliki bentuk alis yang khas. Alisnya lebat dan tampak seperti menyatu. Ciri seperti ini, boleh jadi terdapat pada sebagian kecil manusia. Selebihnya, bentuk fizik kaum Bunian dengan manusia nyaris sama. Misalnya soal tinggi badan. Kerana itu, bila berpapasan secara sepintas, nyaris seseorang tak dapat membedakan dia adalah Kaum Bunian atau manusia. 

Selebihnya, terang Rudi, wujud kaum Bunian memang halus. Sehingga banyak orang menyebutnya makhluk halus atau lelembut. Meski mereka mahluk halus yang terkadang menampakkan diri, ada orang-orang tertentu yang bisa melihat kaum Bunian dalam keadaan secara kasat mata. Mereka adalah orang-orang tua dan anak-anak kecil, meski tidak semuanya. 

Beberapa tahun lalu, ketika pecah perang etnik di Sambas, banyak anak-anak kecil yang sering duduk dipinggir sungai Sambas. Ketika ditanya mengapa duduk-duduk di situ, mereka menjawab sedang melihat kapal besar yang mengangkut banyak orang. Kapal itu terlihat menuju Keraton Sambas. Kebenaran cerita anak-anak itu diperkuat kenyataan bila di halaman Keraton Sambas, secara tiba-tiba berkibar bendera wama kuning. 

Itulah bendera khas Kerajaan Sambas tempo dulu, yang sejak lama tidak pernah dikibarkan. Keadaan itu memberikan sinyal bila bangsa Bunian tengah berkumpul di sekitar Keraton Sambas. Hanya saja wujud mereka tidak terlihat. Dan pada malam harinya, warga Sambas melihat kotanya sangat ramai sekali. Namun mereka sama sekali tidak mengenal orang-orang itu datang dari mana.

Begitu, cerita-cerita rakyat mereka.

 Lihat lagi kisah jin.. 
E-Buku IH-51: Catatan Perjalanan
E-Buku IH-51: Catatan Perjalanan
Perjalanan Ke Kalimantan

video: Seri Bunian (P. Ramlee)

Bersambung, insya Allah.

Catatan Perjalanan Ibnu Hasyim, 
ibnuhasyim@gmail.com 
Sambas, Negara Bunian,
Kalimantan Barat.
3 Jun 2017

No comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails