Wednesday, December 22, 2010

Patung Buddha Ini Juga Ada Misteri ..

.CATATAN PERJALANAN: INDO 9 TANJONG BALAI ASAHAN
Ummat Buddha di Tanjung Balai Merasa Terintimidasi
Patung Buddha Amitabha di Tanjung Balai Asahan yang kontroversi

SUBUH sepi, pagi itu selepas solat subuh, aku berjalan kaki di persisir pantai Sungai Asahan Tanjung Balai. Jalan-jalan macam berjogging juga, menunggu fajar menyinsing, menikmati keindahan alam yang menampakkan kehebatan Penciptanya. Aku pilih waktu subuh yang hening bening, tidak pilih waktu petang atau malam yang sibuk dan ramai. Aku pilih ketenangan.
Sungai Asahan, airnya yang tenang
Tetapi masyarakat kota Tanjung Balai agak lain. Di samping malam mimggu, ramai pengunjungnya pada malam Khamis, atau hari Sabtu dan Rabu. Megapa? Bila ku kaji-kaji, rupanya masyarakat setempat yakin, tradisi itu tidak lepas dari kebiasaan nelayan-nelayan yang mendarat setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari itu para nelayan memberikan wang hasil melaut kepada keluarga.

Malam harinya mereka menikmati hiburan. Maka menjadi tradisilah acara menyambut malam panjang di sekitar kampung nelayan itu pada malam-malam tersebut. Lama-kelamaan kebiasaan ini menyebar ke daerah sekitarnya, termasuk Kisaran, atau Kabupaten Asahan. Mirip pasar malam. Tradisi malam panjang yang ada di 'kota kerang' ini dapat mencerminkan betapa besar pengaruh kehidupan nelayan.


Beberapa tahun lalu aku pernah ke sini. Tapi aku nampak cuma satu sahaja tok kong Cina di sini dan kecil pula. Mungkin juga ada lebih, tapi tidak berapa jelas kelihatan pada masa itu. Kini ku lihat sudah ada tiga, bahkan besar-besar pula. Ada patung besar pula, patung Buddha Amitabha, kini sedang menjadi masalah. Ada misterinya juga..

Gambar-gambar yang ku ambil..

Vihara Tri Ratna itu terletak di tengah kota Tanjung Balai persisnya di Jalan Asahan Tanjung Balai, Sumatera Utara. Didirikan sejak tahun 2006 dengan luas bangunan 1,432 meter persegi yang terdiri dari 4 lantai. Vihara tersebut dibangun dengan IMB yang dikeluarkan oleh Walikota dengan No. 648/237/K/2006. Ertinya ada kelulusan pemerintah.

Di atas lantai 4, tingkat teratas, Vihara tersebut didirikan Patung Buddha Amitabha dengan tinggi 6 meter yang dirasmikan sejak 8 November 2009. Patung Budha tersebut merupakan satu kesatuan dengan Vihara Tri Ratna.
Kini vihara Tri Ratna merupakan satu-satunya Vihara di Kota Tanjung Balai yang melayani sekitar 2,000 orang umat Budha. Selain Vihara, di Kota Tanjung Balai juga terdapat 3 klenteng atau rumah ibadat sebagai tempat sembahyang umat Budha.

Tetapi, rupa-rupanya, pada 30 Mei 2010 dan 29 Jun 2010 lalu, beberapa organisasi masyarakat atas nama 'Gerakan Islam Bersatu' telah melakukan demonstrasi ke pejabat DPRD dan Walikota Tanjung Balai. Mereka mendesak pemerintah 'menurunkan Patung Buddha' dengan alasan 'keberadaan patung tersebut tidak mencerminkan kesan Islami di Kota Tanjung Balai dan dapat mengganggu keharmonisan di tengah-tengah masyarakat.'


Pada 3 Jun 2010
surat dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Sumut No. 60.0-1/FKUB-I/VI/2010 perihal himbauan kepada FKUB Tanjung Balai dan masyarakat agar proaktif menangani kes penurunan Patung Budha Amitabha dan mengajak menjaga perdamaian. Surat tersebut ditandatangani oleh: Drs.Kendro Yahya (Wakil Ketua/ Budha), J.A.Ferdinandus (Sekretaris / Kristen Protestan), Naransami, SH (Bendahara / Hindu), GS.Ir. Djohan Adjuan (wakil Bendahara / Konghuju), Drs. H. Arifinsyah, M.Aj (Anggota / Islam), Drs. Hubertus Lumban Batu (Anggota / Katolik).

Pada 8 Jun 2010 surat dari Kementrian Agama Dirjen Bimbingan Masyarakat (BIMMAS) Agama Budha dengan No.DJ.VI/3/BA.02/604/2010 yang ditujukan kepada Ketua Vihara Tri Ratna Kota Tanjung Balai. Inti dari surat tersebut adalah meminta supaya Patung Budha Amitabha dipindahkan ke pelataran atau tempat lain yang terhormat.


Pada 12 Jun 2010 surat dari Yayasan Vihara Tri Ratna Tanjung Balai dengan No. 05/YVTR-VI/2010 yang ditujukan kepada Menteri Agama Dirjen BINMAS Agama Budha. Surat tersebut menanggapi Surat Menteri Agama dimana Yayasan Vihara Tri Ratna menyesalkan surat Menteri Agama yang meminta mereka untuk menurunkan Patung Budha. Pada 23 Jun 2010, surat dari Kementrian Agama RI Dirjen Binmas Agama Budha yang ditujukan kepada Ketua Vihara Tri Ratna dengan No. DJ.VI/3/BA.02/680/2010 mengenai pencabutan surat No. DJ.VI/3/BA.02/604/2010 dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pada13 Jul 2010 surat dari Kementrian Agama Dirjen Agama Budha No. DJ.VI/3/BA.02/361/2010 yang ditujukan kepada Kakanwil Kementrian Agama Provinsi Sumut perihal mohon bantuan penyelesaian masalah Patung Buddha Vihara Tri Ratna agar dilakukan secara kekeluargaan.

Pada 15 Jul 2010 surat dari MUI Kota Tanjung Balai, ditujukan kepada Walikota Tanjung Balai dengan No.010/DP.11/S/VII/2010. Surat mengenai saranan adanya keresahan masyarakat Tanjung Balai apabila berlakunya tunjuk-tunjuk perasaan. Mereka menilai bahawa pihak Vihara Tri Ratna tidak mengindahkan nilai-nilai agama, adat istiadat dan citra umat Islam Kota Tanjung Balai yang ada selama ini.


Berdasarkan rapat Komisi Fatwa MUI Kota Tanjung Balai 14 Julai 2010 yang membahas masalah ini. MUI meminta pemerintah agar segera menyelesaikan masalah patung tersebut agar kerukunan umat beragama tidak terkoyak koyak atau tercabik cabik, harmonis dan saling menghargai. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No.8 tahun 2006 pasal 4 ayat 1 dan 2.


Maka sehubungan dengan hal tersebut MUI sepakat dengan surat Menteri Agama yang meminta Ketua Vihara Tri Ratna agar memindahkan Patung Budha ke pelataran vihara atau tempat lain yang terhormat karena umat islam melalui GIB menghendaki demikian. MUI juga menyesalkan surat Dirjen Binmas Agama Budha Kementrian Agama yang meminta mencabut surat sebelumnya kerana mengganggu keharmonisan masyarakat.


Surat tersebut ditandangani oleh Komisi Fatwa MUI: Ustad. Syahlan Sitorus, BA (Ketua), Drs. H.Abd.Syadat saragih (Sekretaris), Diketahui Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI Tanjung Balai. Pada 30 September 2010, surat Walikota Tanjung Balai yang ditujukan kepada Wakil Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, Kapolres, Dandim 0208 Asahan, Kakan Kementrian Agama Tanjung Balai, Ketua FKUB Kota Tanjung Balai, Ketua MUI dan Ketua Yayasan VIhara Tri Ratna No.100/18348/T-an/2010.

Surat mengenai penyampaikan kesepakatan bersama penyelesaian permasalahan Patung Budha Amitabha. Sehubungan dengan hal tersebut Walikota telah memprakarsai penandatanganan kesepakatan bersama pada 3 Ogos 2010 sebagai tindak lanjut rapat koordinasi antara unsur Muspida Plus Kota Tanjung Balai dengan Komisi A DPRD Kota Tanjung Balai dan Gerakan Islam Bersatu pada hari Rabu 28 Julai 2010.


Juga rapat dengan pemuka agama Jumaat 30 Julai, Rapat Walikota dengan Pengurus Yayasan Vihara Tri Ratna Isnin, 2 Ogos, yang menyatakan supaya memindahkan posisi patung Budha ke tempat lain yang terhormat tanpa mengurangi kehormatan yang dilakukan oleh Pengurus Vihara. Kesepakatan ini dibuat pada 3 Ogos 2010.

Pada 30 September 2010 surat dari Walikota Tanjung Balai yang ditujukan kepada Ketua Yayasan Vihara Tri Ratna dengan No. 100/18349/T-an/2010 mengenai tindak lanjut kesepakatan bersama. Pihak Walikota bertanya, mengapa pihak Yayasan Vihara Tri Ratna belum menurunkan Patung Budha? Walikota juga mengingatkan agar Pengurus Yayasan Vihara Tri Ratna sesegera mungkin menurunkan Patung Budha Amitabha sebagaimana disepakati dalam dalam surat kesepakatan bersama.


Patung Budha Amitabha akan diturunkan paling lambat pada 9 November 2010. Tetapi hingga hari ini pertengahan Disember 2010, patung itu masih tersergam angkuh, di atas kepala aku yang sedang berjalan dan bersenam berhampiran halaman di bawahnya.
Menyebabkan aku teringat ada beberapa tafsir Al-Quran yang ku teliti menyebutkan bahawa Gauthama Buddha (seperti yang dipatungkan itu) adalah seorang Nabi dalam kepercayaan orang Islam.

Satu dari ribu-ribu Nabi dalam kepercayaan orang Islam. Ada yang mengandaikan ianya adalah Nabi Zulkifli. Mungkin kerana lahirnya Gautama Buddha di daerah Kapilawastu (Kifli) di India dikaitkan dengan nama Zulkifli.


Tapi mengapa ia disembah? Tidak hairan, Laksamana Muhammad Cheng Ho yang taat beragama Islam tapi patungnya berselerah disembah-sembah di Malaysia, Indonesia, Thailand dan lain-lain, walaupun dia tidak menyuruh menyembahnya. Itu baru tahun Masehi 1400an, apa lagi kalau se zaman dengan Gautama Buddha, sebelum Masehi lagi.
Ianya boleh lapuk, luntur dan hilang ditelan panas zaman.

Kaabah, rumah Allah ditinggalkan Nabi Ibrahim dalam keadaan bersih dari kesyirikan, tiada patung berhala, sampai ke zaman Nabi Muhammad SAW sudah dipenuhi berhala. Hingga terpaksa dibersihkan oleh beliau. Wallahu aklam.

Kita sambung catatan perjalanan ini lagi.

Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan
alamat e-mail: ibnuhasyim@gmail.com
19 Dis, 2010

Tanjung Balai Asahan.

Siri catatan perjalanan ini...

No comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails