Thursday, July 09, 2015

Orang Balik Pulau (P.Pg), Kini Berada Di Christmas Island, Australia.. Tolong Sambut!

CATATAN SANTAI IBNU HASYIM 

Berkerja di Australia..

SAJA aku pilih tajuk ini, sekurang-kurangnya untuk memberi tahu, bahawa di Chrismas Island, Australia, ada orang kampungku yang menetap di sana sejak kira-kira hujung tahun 1960an atau awal tahun 1970an lagi.

Aku rindu kepadanya. Bukan kerana Melayunya, tetapi kerana Islam di samping Melayu sebagai bangsanya yang kebetulan sama dengan bangsaku. Dia itu kawan abangku. Nama abangku Omar Hasyim dari kampong Perlis Balik Pulau. Namanya ialah Abdul Latif, tinggal di Sungai Rusa Balik Pulau. Dia sering ke rumah  kami, dulunya.
Pekan 'Kongsi' Balik Pulau, walaupun gambar ini baru diambil, tapi masih nampak klasik, macam di tahun 1970an..
Dia adalah pemuda terkenal kampungku. Ada suatu keistimewannya waktu itu. Dia terkenal sebagai 'bomoh patah'. Entah apa musibah melanda daerahku masa itu, setiap minggu ada saja kanak-kanak yang terjatuh, patah tangan atau kakinya. Maka dia muncul sebagai juara pengubatnya. Terkenal di mana-mana, anak muda bomoh patah.

Tiba-tiba dia hilang dari kampong, khabarnya dia dijemput bekerja atau berkhidmat di sebuah klinik di Australia, di tempat ramai orang Melayu iaitu di Christmas Island. Kalau betul berita ini, dia atau warisan keluarganya masih tinggal di sana, dan berita penulisan ini sampai kepada mereka, tolonglah beri sambutan... kerana saya akan ziarah ke sana, insya Allah!
Christmas Island.
Christmas Island.

Christmas Island atau Pulau Natal merupakan salah satu pulau teritorial Australia yang berlokasi di Asia Tenggara, tepatnya di Samudera Hindia. Luasnya hanya sekitar 135 kilometer persegi dengan empat area pemukiman di ujung utara pulau yakni Flying Fish Cove, Silver City, Poon Saan dan Drumsit. 

Pengambilan nama Christmas berkaitan dengan penemuan pulau tersebut oleh seorang Inggeris Captain William Mynors pada saat natal tahun 1643 silam. Meski telah ditemukan, Christmas Island baru muncul di peta pada abad ke-17 masehi. Hingga kini, pulau tersebut menjadi destinasi migrasi bangsa Asia Afrika, termasuk muslimin.

Berdasarkan CIA World Factbook, populasi muslim di pulau tersebut bekisar sekitar 25 persen dari total penduduk 1,496 jiwa. Sebahagian besar mereka merupakan imigran etnik Melayu. Namun etnik tersebut bukanlah migran majoriti. 

Terdapat beragam etnik pemukim daratan yang hanya berjarak 500 kilometer dari Jakarta, Indonesia, diantaranya Anglo Australian, Eropah, Han China dan sebagainya. Namun Tionghoa Hokkien lah yang paling mendominasi populasi. Tak hairan, paham Budha yang menjadi majoriti agama di pulau kaya hutan tropika tersebut. 

Lebih rinci, penganut Budha terdata sebanyak 36 persen dari total populasi, kemudian Kristian Katholik 18 persen, serta kepercayaan lain sepeti Baha'i, Tao dan Konghucu sebanyak 21 persen.
Satu-satunya masjid di Christmas Island nampak sangat padat ketika hari Jumaat tiba.

Islam

Dengan demikian, Islam menjadi agama majoriti kedua di pulau tersebut. Dikatakan, pulau tersebut asalnya tak memiliki penghuni asli. Penduduknya merupakan migran yang sebahagian besar mencari status kewarganegaraan dari pemerintah Australia.

Jangan terkejut, jika berkunjug ke Christmas Island sekarang, anda akan temui ramai pendatang asing disana. Jasa mereka amat besar kerana membawa dan menghadiahkan ajaran Islam ke pulau di selatan Indonesia itu. Komuniti Muslim lebih banyak tinggal di Flying Fish Cove atau dikenal pula dengan nama "Kampong" atau hanya disebut sebagai "Settlement" di dalam gambaran peta. 

Kawasan inilah yang menjadi pemukiman bangsa Inggeris pertama pasca penemuan pulau. Kampong memiliki sebuah pelabuhan kecil yang menjadi tempat kapal pelancong biasa berlabuh. Pemandangannya sangat cantik dengan garis pantai yang elok dipandang mata. Muslimin hidup damai ditengah beragamnya etnik di pulau migran itu.

Pemerintah setempat menerapkkan cuti untuk hari besar tiap etnik dan umat beragama. Dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha pun ditetapkan menjadi hari libur. Beragam festival budaya Islam pun diizinkan. Sebagaimana di Indonesia dan Malaysia, muslimin Christmas Island pun mengumumkan perayaan Islam tradisional.

Peringatan hari kematian, pengajian, khitan, syukuran, dan perayaan lain pun dibolehkan warga muslim Christmas Island. Terdapat pula tradisi muslim lain di pulau Samudra Hindia tersebut, yakni adanya kewajiban mengenakan baju muslim atau yang menutup aurat bagi setiap pengunjung kawasan Kampong.  Aturan tersebut telah membudaya di kawasan pulau dan tak ada yang merasa keberatan.

Muslim setempat yang memang didominasi Melayu terbiasa mengenakan sarung, baju koko dan peci. Beberapa diatara mereka pun mengenakan gamis berwarna putih. Tak terdapat perbedaan dengan muslim di Indonesia ataupun Malaysia.

Awal mula masuknya Islam ke pulau sangat erat dengan distribusi bangsa Melayu dari Asia Tenggara. Dimulai abad kelima masehi, Melayu sudah aktif berpergian dengan adanya perdagangan. Hingga abad ke-15, kegiatan perdagangan terus dilakukan nenek moyang kita ini meski saat itu telah memasuki era kolonial. 

Dari perdagangan tersebutlah terjadi eksodus bangsa Melayu dari nusantara, termasuk Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand dan Filipina. Selain perdagangan, banyak pula disebutkan beberapa kepindahan bangsa Melayu akibat adanya pembuangan hamba dan pengasingan politik yang marak di sekitar abad 17.

Isu pencari suaka di Christmas Island mulai mencuat di tahun 1980an dengan mendaratnya kapal sejumlah imigran pencari suaka dari Indonesia. Sejak itu semakin banyak kapal-kapal lain yang mengangkut sejumlah pencari suaka. Pada tahun 2001, begitu banyak pencari suaka asal Timur Tengah. Tercatat dalam setahun lebih dari 6,500 pengungsi meminta suaka Australia.

Sebahagian besar mereka berasal dari Irak, Afghanistan dan Sri Lanka yang diangkut kapal dari Indonesia. Selama ini Australia memang menghadapi masalah pelik berkaitann pencari suaka. Sebuah penahanan imigrasi center pun kemudian dibuat di Christmas Island. Sebelumnya, Muslimin Christmas Island sangat antusias menyambut baik para pendatang pencari suaka.

Mereka bahkan membuat perayaan kecil ketika ada kapal pengangkut muslimin mendarat di pulau. Namun jumlah pencari suaka yang terus meningkat membuat Muslimin semkin lama semakin gerah. Mengingat tak sedikit dari para pencari suaka yang kemudian mengganggu komuniti muslimin penduduk setempat.

"Ketika kapal mulai berdatangan, kami memandang mereka sebagai pencari bantuan dan kami pun ingin membantu sebagai sesama muslim. Namun kemudian perahu terus datang dan datang dan orang-orang mulai berbicara hal yang berbeda," ujar Abdul Ghafar, imam masjid Christmas Island.

Muslimin Christmas Island pun merasa skeptis dengan legitimasi para pencari suaka. Apalagi melihat banyaknya anak-anak yang ikut serta dalam kapal para pencari suaka. Belum lagi banyaknya korban berjatuhan di tengah laut sebelum mendarat di pulau.

"Kami mulai persoalkankan pendatang baru itu benar-benar kesulitan atau hanya beralasan ekonomi. Komuniti kami sangat terganggu dengan banyaknya nyawa yang hilang di antara para pencari suaka saat berlayar di laut," tutur Ghaffar dikutip The Daily Telegraph.

Satu-satunya masjid di Christmas Island nampak sangat padat ketika hari Jumaat tiba. Meski terganggu, muslimin setempat tentu tak melarang para pencari suaka untuk melaksanakan shalat Jumaat. Itu hak ibadat mereka. Mengingat saat itulah para pencari suaka diizinkan keluar dari pusat penahanan imigran. Maka tumpah ruahlah jama'ah masjid tak seperti hari bisa. 
Foto : Imam Abdul Ghaffar at Flying Fish Cove on Christmas Island. Picture: Toby Zerna Source: news.com.au

Terdapat satu masjid yang menjadi pusat kegiatan agama muslim setempat. Masjid At-Taqwa, demikian nama masjid tersebut. Beberapa muslim juga menyebutnya sebagai masjid kampong kerana lokasinya di Teluk Kampung pulau. Kerana muslimin Christmas Island didominasi etnik Melayu, maka bentuk masjidnya pun sangat mirip dengan masjid-masjid di Indonesia. Atapnya tak berbentuk kubah, melainkan merucut. 

Masjid tersebut sangat sederhana dengan ukuran yang standart. Meski demikian, terdapat sebuah menara yang bentunya unik dan dapat dilihat dari jauh. Disekitar bangunan masjid banyak pepohonan kelapa rendang. Pemandangan laut pun dapat dilihat dari masjid. Sehingga meski masjid tersebut tak megah namun terlihat sangat indah.

Tak hanya sebagai tempat ibadah, para muslimin pun rutin mengajar pelajaran agama disana. Bahkan terdapat sebuah madrasah yang dibangun di halaman masjid. Para anak muslimin mempelajari baik ilmu Islam ataupun umum disana. Sistem pembelajarannya pun begitu ketat dengan waktu belajar setiap harinya dimulai sejak pukul 03.30 waktu setempat.

Masjid tersebut dikelola oleh Dewan Islam Federasi Australia (AFIC) di Christmas Island. Mereka pun bertanggung jawab dalam setiap kegiatan musimin serta partisipasi masyarakat Muslim dalam kegiatan tersebut. AFIC pertama kali terbentuk di tahun 1976 dengan base awal di Melbourne. Merekalah yang berperanan dalam menyuarakan hak muslim, termasuk dalam politik Australia.
Masjid Malaysia Christmas Island 1938...
Adapun sejak bila muslim Christmas Island memiliki masjid, tak jelas khabarnya. Tak terdapat keterangan sejak bila pula masjid At-Taqwa dibangunkan. Namun diberitahu dalam Arsip Nasional Australia, terdapat foto sebuah bangunan yang diidentifikaksi sebagai sebuah masjid bernama 'Masjid Malaysia' di Christmas Island. Foto tersebut diambil pada tahun 1938.

Namun telah nampak bangunan tersebut telah berdiri kokoh dan menjadi pusat aktiviti muslimin. Hanya saja bentuknya tak sama dengan masjid At-Taqwa saat ini. Masjid Melayu dalam foto tersebut nampak sangat tradisional dan sangat khas melayu. Luasnya tak seberapa, dengan penanda masjid hanya bulan sabit kecil di ujung atap.
.
Tapi pada saya, yang jelas, kelirunya. Yakni, perkataan 'Malaysia' belum ada lagi pada tahun 1938.. Yang ada perkataan 'Malaya' atau 'Persekutuan Tanah Melayu'. 

Akan bersambung kepada kisah Orang Melayu di Pulau Kokos Australia atau Keeling Island pula.. Kalau tiada halangan, saya akan ke sana.

Insya Allah.

  
Ibnu Hasyim
Alamat: ibnuhasyim@gmail.com        
8 Julai 2015 KL 

An Introductian To Christmas Island -Steven Tan Dokumentary 1977 (4/8)

Malay Kampung Concert 1988 -Christmas Island (1/3)

6 comments:

maae said...

Para Pakar Sejarah Melayu boleh lah ke sana..

Anonymous said...

Bagus cadangan tu,Pertubuhan yang perjuangkan Melayu perlu buat kajian seterusnya.

Anonymous said...

As Salam , kalau tuan mahu kesana , bagaimana caranya atau buat satu group yg sama minat unt pergi ke sana

Ibnu Hasyim said...

al-hamdulillah, itu satu cadangan yang baik. Tuan dari mana? Kita jumpa, bincang.. Tel. 014 2225865 (sementara).

jamkho said...

alhamdulillah banyak sekali islam

wsc biolo said...

sangat islami

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails