Wednesday, May 11, 2011

Pulau Betong Balik Pulau & Puteri Betung, Aceh, Berkait

CATATAN PERJALANAN: Medan-Banda Aceh 12

BARU berlalu 'Hari Ibu'. Terkenang aku pada ibuku. Nama ibuku itu Fatimah binti Man. Semasa aku kecil-kecil dulu, ibuku sering bercerita kisah Nabi-nabi, sahabat-sahabat dan perjuangan Islam. Maklum, dia juga anak tokoh agama terkenal sebagai 'Tok Aji Man'. Namanya Man bin Taib, asal Kampung Terang Balik Pulau.

Ayahku pula asal Kampung Genting bermukim di Kampung Pulau Betong. Ayahku, Hashim bin Sulaiman bin Icek bin Hanoi, menjadi yatim sejak kecil. Masih terbayang-bayang, nenek perempuanku, ibu ayahku (namanya, Dinah Binti Kasa) itu bercerita kepadaku sendiri, bagaimana peritnya seorang janda miskin berusaha menyekolahkan anaknya (ayahku).

Sehingga besarnya, ayahku dapat belajar di 'pondok' Kubang Semang, Butterworth. Dipangil 'Lebai Hasyim', kerana 'warak'nya. Lepas berkahwin berhijrah di Kampung Perlis Balik Pulau. Di situlah aku dilahirkan.

Masih terbayang dan terdengar-dengar suara ibuku bercerita tentang Kampung Pulau Betong, namanya diambil dari nama pokok buluh. "Betong, adalah nama buluh. Rumpunan buluh betung adalah pohon bersejarah, di mana diceritakan, kisah seorang bayi yang dijumpai di hutan, diambil dan dipelihara di istana dan akhirnya menjadi isteri pemimpin bersejarah."

" Di mana negeri tempat berlaku itu mak?" Aku tanya.

"Entahlah. Mak pun tak tahu.. Luar negara agaknya." Jelas ibuku.

Tetapi, minggu-minggu lalu, semasa aku berada di Loksuemawi Aceh, dalam pertemuan dengan penulis-penulis sejarah Aceh, cerita-cerita hampir seperti ini aku dengar kembali. Tentang hikayat Putri Betung di Aceh..

"..alkisah ia adalah anak bidadari yang ditemukan Raja Muhammad di hutan. Kemudian Raja mengangkatnya sebagai anak yang kelak dinikahkan dengan Meurah Gajah, yang merupakan anak raja Ahmad, saudara tua Raja Muhammad." Satu versi.

"Alkisah dalam Hikayat Aceh dan Hikayat Raja-raja Pasai, asal-usul yang menurunkan kemuliaan dan kebesaran Sultan Iskandar Muda yang bertakhta di Aceh Darussalam dan raja-raja Samudra Pase (Aceh Utara) adalah berasal dari rahim bidadari yang diberi nama Putri Betung." Satu lagi versi.

"Versi lain Hikayat Aceh menyebutkan, perkawinan Putri Betung dengan Merah Gajah melahirkan dua anak, lelaki dan perempuan, masing-masing bernama Sultan Ibrahim Syah dan Putri Sapiah. Sementara versi Hikayat Raja-raja Pasai menyatakan bahwa Putri Betung melahirkan dua anak laki-laki bernama Meurah Silu yang selanjutnya bergelar Sultan Malik As Shaleh, pendiri Kerajaan Samudra Pase, dan Meurah Hanum.

"Kisah Putri Betung ini menarik untuk disimak karena selain memiliki simbol sebagai Rahim Mulia, yang menjadi perantara lahirnya raja-raja besar, juga memiliki cacat tubuh. Lazimnya, seorang putri adalah perempuan yang digambarkan cantik jelita,dengan tubuh sempurna, dan perilaku patut. Namun, menurut Hikayat Aceh tersebut, di bagian kanan dagu sang putri ditumbuhi sehelai rambut panjang dan berwarna putih mencolok.

"Sehingga sang suami, Meurah Gajah yang bergelar Raja Syah Muhammad, kurang senang dan merasa malu hati terhadap “ketaksempurnaan” di tubuh istrinya tersebut. Oleh sebab itu, pada suatu hari sang raja meminta agar istrinya mencabut “rambut asing” di tubuhnya itu. Tapi permintaan sang raja ini ditolak mentah-mentah oleh sang putri. Sang putri beralasan, jika rambut “aneh” itu dicabut dari tubuhnya, maka niscaya akan terjadi perceraian diantara mereka.

"Serta merta mendengar alasan Putri Betung tersebut, Sang raja diam saja, tapi diamnya sang raja bukan berarti mau mendengarkan alasan sang putri, tapi sang raja sedang mengatur siasat bagaimana supaya rambut “aneh” tersebut tetap harus dicabut, sehingga segala cara dan upaya diusahakan untuk mencari kelengahan sang putri Betung tersebut.

"Pada suatu hari niat sang raja kesampaian juga, saat itu ia melihat sang istri sedang tertidur dengan pulas, maka dengan mengendapendap dicabutnya “rambut asing” tadi dari tubuh sang putri. Setelah sang raja mencabut “rambut asing” tadi dari tubuh sang putri, tidak lama kemudian maka terjadilah keanehan yang luar biasa. Dari dagu sang dewi, yaitu dari liang bekas cabutan rambut aneh tadi, mengalir tiga titik darah putih, akhirnya Putri Betung pun meninggal tidak lama kemudian.

"Kejadian tersebut membuat Raja Muhammad, ayah Putri Betung marah. Lalu serta merta dikirimnya pasukan untuk menyerbu Raja Muhammad Syah, dalam pertempuran tersebut akhirnya Raja Muhammad Syah terbunuh. Ketika mendengar sang raja terbunuh, Raja Ahmad pun marah, lalu mengirim pasukan untuk menyerbu Raja Muhammad. Dua bersaudara itu pun berperang sehingga disebutkan dalam hikayat tersebut bahwa dua kerajaan itu akhirnya musnah."

Begitu dengan pelbagai al-kisah..

Apa yang penting ke mana ruh cerita ini hendak di bawa? Kadang-kadang di sebalik cerita khayalan sesuai dengan perkembangan pemikiran waktu itu, akan terungkaplah kenyataan dan keazamn yang hendak disampaikan. Adanya khayalan sebagai bukti adanya kenyataan.

Dari hikayat tersebut juga diuraikan..

"..bahawa dari rahim Putri Betunglah lahir raja-raja, yang uniknya diakui oleh kemaharajaan Aceh Darussalam dan Samudra Pase. Kedua kemaharajaan itu bersaing memperebutkan Putri Betung, yang berasal dari dunia supranatural atau alam gaib, untuk melegitimasi kebesarannya.

"Entah kebetulan, kisah Putri Betung ini serupa dengan kisah raja-raja Mataram yang selalu dikisahkan beristri Ratu Kidul. Artinya, keadiluhungan seorang raja dikarenakan menguasai dua dunia, supranatural dan natural. Sedangkan Meurah Gajah, selaku ayah yang menurunkan raja-raja besar itu, tak diketahui asal-usulnya.

"Putri Betung tidak sendiri, sejarah kegemilangan Aceh telah pula melahirkan wanita-wanita perkasa lainnya, sebut saja misalnya Laksamana Keumalahayati yang memimpin laskar Inong Bale (laskar janda) di zaman Sultan Riayat Alaudin Sjah IV(1589-1604) untuk mengusir angkatan laut Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, (1506-1599). Di masa pemerintahan Sultan Riayat Alaudin Sjah V (1604-1607) dibentuk Suke Kaway Istana (Resimen Pengawal Istana) yang terdiri dari Si Pai’ Inong(prajurit perempuan) di bawah pimpinan Laksamana Meurah Ganti dan Laksamana Muda Cut Meurah Inseuen.

"Kedua laksamana perempuan itu berjasa membebaskan Iskandar Muda dari tahanan Sultan Riayat Sjah V yang konon bejat moral dan kelak tahanan itu menjadi raja adiluhung di Kerajaan Aceh Darussalam. Di zaman Sultan Iskandar Muda, tradisi prajurit pengawal istana perempuan masih dilanjutkan, dan di antara Divisi Pengawal itu yang paling terkenal adalah Divisi Keumala Cahya.

"Disebutkan pula bahwa perempuan Aceh telah menjabat sebagai Uleebalang (kepala pemerintahan daerah), seperti Cut Asiah, Pocut Meuligoe, dan Cut Nya’ Keureuto. Pada era Aceh berperang melawan Belanda, terdapat seorang panglima perang perempuan sekaligus alim ulama yang lahir di Lam Diran pada tahun 1856 bernama Tengku Fakinah. Tradisi panglima perempuan di medan perang mewarisi ke generasi Tjut Nyak Dhien, Pocut Baren, Cut Meutia, Pocut Biheu, dan Cutpo Fatimah.

"Kita juga tidak bisa melupakan tentang kehebatan perempuan Aceh lainnya yang jarang disebut-sebut dalam sejarah Aceh, seperti Darwati Putroe Jeumpa yang merupakan penakluk Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit, kemudian sejarah kegemilangan Putroe Jeumpa lainnya seperti Dewi Manyang Seuludongau ada yang menyebutnya dengan sebutan Dewi Ratna Keumala yang akhirnya menjadi Maha Ratu Islam Pertama di Nusantara." Begitu.

Menurut penulis-penulis sejarah di Aceh, sejarah kegemilangan dan peranan perempuan tidak dapat dinafikan. Tetapi sayangnya, sering kalah pamor dengan hegemoni kekuasaan lelaki, sehingga diyakini oleh sebahagian peneliti dan pengkaji, untuk melenyapkan Puteri Betung, maka dibuatlah sebuah paradoks tentang kecacatan tubuh Puteri Betung sebagai pemicu penghancuran asketisme.

Politik perempuan Aceh di tengah konflik bersenjata dan kekerasan negara adalah sering dengan menggunakan 'lheuk jago meulet'. Lheuk adalah sejenis burung yang menggunakan kecerdikan dan daya pikatnya untuk menghadapi musuh. Hal yang acapkali tidak serta-merta merupakan kepentingan perempuan untuk menonjolkan kekuasaannya. Gaya politik yang melekat pada perempuan Aceh ini tidak jarang menimbulkan ketegangan dengan 'subyektivitas politik feminisme' yang sedang menggeliat di Aceh.

Hikayat Puteri Betung sebagai representasi kompromi antara kekuasaan perempuan dalam hegemoni kekuasaan lelaki terinstitusi dalam sistem sosial Aceh hingga kini. Tampilnya pemimpin perempuan Aceh di medan perang masa lalu pada dasarnya adalah melanjutkan posisi perjuangan suaminya yang telah gugur. Perempuan itu tampil setelah menjanda. Contohnya adalah institusi Inong Balee tadi.

Ratu Nihrasiah, Ratu Safiatuddin, PanglimaKeumalahayati, Tjut Nyak Dien, dan lainnya tampil di garis depan menggantikan kepemimpinan dan perjuangan suami masing-masing. Kekuasaan perempuan itu ada di dalam hegemoni kekuasaan yang beridentiti Aceh. Identiti ini sendiri merupakan dialektika dari perkawinan dan persaingan tradisi “indigenous” dengan Islam hingga disebut Islamnya orang Aceh berbeda dengan gerakan politik Islam.

Dalam pandangan “Islamnya orang Aceh”, sistem nilai ini membebaskan perempuan. Tetapi hegemoni yang berlapis-lapis ini mengenyahkan perempuan Aceh ke kesunyian yang terdalam. Pemimpin perempuan masa lalu seperti Keumalahayati, Teungku Fakinah, Tjut Nyak Dhien dibuang ke wilayah mitos (seperti nasib Puteri Betung), diagungkan, dipuja, tetapi kehilangan entitas politiknya. Hal ini senada dengan rintihan Tuan Putri Kusuma Dewi, dalam karya Amir Hamzah, Sultan Alauddin Riayat Syah: “… Mak, beginilah rupanya menjadi permaisuri itu, dijunjung tinggi ditayang-tayang, dirum-rum, dipujapuja, tetapi semuanya hampa belaka, aku sendiri kesunyian…” (hal 72)

Itulah sekelumit hikayat putri Betung yang dituliskan oleh saudara Hamdhani dikutip dari Modus Aceh. Semoga menjadi bahan sejarah dan bahan bacaan untuk generasi Aceh baik sekarang mahupun masa mendatang sehingga sejarah Aceh tidak punah ditelan zaman. Yang penting sekali , dari bumi Aceh sepanjang abad telah lahir ramai wanita-wanita perkasa,Ratu-ratu yang memerintah kerajaan Aceh Darussalam.

Laksamana hebat
memimpin armada laut wanita. Pendekar-pendekar zaman raja hingga zaman merdeka. Dalam sejarah dunia sekalipun sukar ditemui perbandingannya. Apa lagi bila pemangkinnya adalah ruh Islam, ruh Fatimah puteri Rasulullah, ruh isteri beliau Aisyah, Ummu Salamah, dan mujahidah-mujahidah. Yang salah satunya srikandi hebat itu, adalah Puteri Betung.

Itulah sebenarnya contoh Hari Ibu di Nusantara khususnya, dan bagi masyarakat dunia umumnya.

Tambahan, sila lihat tulisan Ibnu Hasyim ini...
Wallahu'alam bis showab!
Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com

KL 11 Mei 11.

Video:

IBU - IWAN FALS

Lihat keseluruhan catatan perjalanan ini..
E-Buku IH-39: Catatan Perjalanan Medan-Banda Aceh

E-Buku IH-39: Catatan Perjalanan Medan-Banda Aceh

No comments:

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails