Sunday, August 15, 2010

Mengapa Cheng Ho, 4 Kali Melawat Palembang?

CATATAN PERJALANAN CHINA 15

GAMBAR ini di dalam sebuah masjid di kampung kecil di sekitar bandar Turfan yang penduduknya 70% Uighur Islam dalam negeri Xinjiang seperti yang disebutkan sebelum ini. Ini bukan gambar mullah-mullah China, tetapi dari kiri, YB Ustaz Abdul Latif, Saudara Wan, YB Datuk Husam Musa ketua rambongan kami, YB Zulkifli Mamat, Saudara Shah dan Ibnu Hasyim.

Gambar masjid tadi dari luar

Bawah, Ibnu Hashim melawat kampung sekitar masjid itu.

Sebelumnya, kami hendak sembahyang di sebuah masjid yang agak besar dan menarik tetapi tiada air. Lihat catatan perjalanan sebelum ini. Ini masjid yang kami jumpa lepas itu. Rupanya masalahnya sama, tiada air, ditambah pula dengan masjid ini sedang diperbaiki. Mujurlah kami ada membawa air untuk minum. Cukuplah dengan seorang sebotol untuk berwuduk. Dapatlah rombongan bersembahyang di situ.

Walaupun negara ini adalah negara kelahiran seorang pemimpin besar Laksamana Cheng Ho, tetapi masih ramai rakyatnya yang tidak tahu bahawa beliau adalah seorang Islam. Bahkan kami di sini pun dalam misi memperkenalkan kepimpinan beliau yang disegani oleh umat Islam dan Buddha, dahulu dan sekarang.

Bukan sahaja di Malaysia, bahkan nama Cheng Ho sudah tidak asing lagi bagi sebahagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pesisir Sumatra dan Jawa. Kerana populernya, namanya digunakan sebagai nama wihara (kelenteng) atau rumah ibadat di Semarang, di sebut Kelenteng San Po Kong, walaupun mereka beragama Buddha. Yang Islam menamakannya dengan nama masjid, seperti yang disebutkan.

Bawah, seorang muslimah di kampung tersebut.

Siapa Cheng Ho?

Cheng Ho nama aslinya Ma Ho, hidup dengan keluarganya di bahagian K'un terletak di ujung baratdaya danau Tien-chih di negeri Yün-nan. Cheng Ho dilahirkan sekitar tahun 1371 di daerah Kunjang sebagai putera kedua dari Ma Hazhi (Haji Ma) yang beragama Islam. Ia bersaudara lima orang, dengan seorang saudara lelaki dan empat perempuan. Dalam pertumbuhan kehidupannya menunjukkan perilaku yang 'aneh' dan tidak meragukan, kerana pengaruh kehidupan keluarga Muslim.

Pada tahun kelahirannya, kaisar Ming Satu sedang mengerahkan seluruh daya usaha untuk mempersatukan kembali China di bawah kekuasaan Ming, setelah Dinasti Yüan atau Mongol (1279-1368 Masehi) runtuh. Walaupun Ming telah menguasai keadaan, tetapi belum seluruh daratan China dapat ditaklukkan. Yün-nan termasuk salah satu daerah yang terus mempertahankan kebebasannya dan tidak tunduk pada pemerintahan Ming.

Baru pada 1382 Masehi ketika Cheng Ho berusia 11 tahun tentara Ming berjaya menaklukkan Yün-nan. Pada tahun itu juga ayah Cheng Ho jatuh sakit dan meninggal dunia. Keluarga itu kemudian menghadapi masa-masa yang sangat sulit pahit. Pada 1383 Masehi Cheng Ho melarikan diri ke ibukota Beijing yang pada masa itu masih bernama Peiping. Dalam usia 20 (1391), ia mengabdi diri pada putera mahkota Yen iaitu Chu Ti (putera ke4 Kaisar Hung-wu) sebagai seorang kasim (orang kebiri).

Pada tahun 1403 Chu Ti menjadi Kaisar Ch'eng-tsu. Ma Ho termasuk orang berpendidikan, dan terlibatkan dalam menumpas pemberontakan di Yün-nan. Tahun 1404 ia diberi gelar kehormatan 'Cheng', dan diangkat sebagai ketua Laksamana. Cheng Ho sangat setia kepada tuannya. Ketika Raja Yen mengibarkan panji-panji peperangan, ia turut dalam berbagai pertempuran. Menyebabkan dia dihadiah lagi pangkat 'Taijian' (San-pao T’ai-chien = Kasim Agung San-pao). Raja Yen berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan naik tahta di Kekaisaran Ming dengan menggunakan gelar Zhu Di.

Beberapa tahun setelah bertahta, ia memutuskan untuk mengirim ekspedisi laut terbesar. Maka dia memilih Cheng Ho. Ternyata, ekspedisi pertama berjaya. Hasilnya, utusan dari luar negeri berduyun-duyun mengunjungi China. Mereka berasal dari negara-negara yang pernah dikunjungi Cheng Ho dan armadanya. Maka kaisar pun menyerah lagi 6 pelayaran berikutnya kepada Cheng Ho.

Ekspedisi Cheng Ho...

Ekspedisi Kaisar Tiongkok atau Maharaja China yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, dilakukan sejak pemerintahan Dinasti Ming di bawah Kaisar Ch'eng-tsu (1403-1424), setelah pendahulunya iaitu Hwui-ti yang telah diusir dari tahta. Ekspedisi Laksamana Cheng Ho bertujuan untuk meyakinkan kerajaan-kerajaan di wilayah Lautan Selatan dan Barat untuk tetap mengakui Kekaisaran China, kirim upeti dan utusannya ke China.

[Lengkapnya lihat laporan Ma Huan, Ying-yai Shêng-lan. Dibahaskan secara lengkap tentang kehidupan Cheng Ho, garis besar ekspedisinya dari yang pertama sampai ketujuh (1405-1407, 1407-1409, 1409-1411, 1413-1415, 1417-1419, 1421-1422, 1431-1433), tempat-tempat yang disinggahi, rute pelayaran, kapal-kapal, dan hamba-hambanya].

Jadual pelayaran Cheng Ho...

Pelayaran 1 (1405-1407M) Mengunjungi Champa, Melaka, Jawa, Samudra Pasai, Lambri (Banda Aceh), dan Palembang.
Pelayaran 2 (1407-1409M) Mengunjungi Champa, Melaka, Siam, Kalimantan, Jawa, dan Lambri.
Pelayaran 3 (1409-1411M) Mengunjungi Champa, Melaka, Jawa, Samudra Pasai, dan Lambri.
Pelayaran 4 (1413-1415M) Mengunjungi Champa, Melaka, Pahang, Kelantan, Jawa, Palembang, Nakur, Lambri, dan Aru.
Pelayaran 5 (1417-1419M) Mengunjungi Champa, Melaka, Sulu, Pahang, Jawa, Palembang, Samudra Pasai, dan Lambri.
Perjalanan 6 (1421-1422M) Mengunjungi Champa, Siam, Melaka, Samudra Pasai, Lambri, dan Aru.
Perjalanan 7 Mengunjungi (1431-1433M) Champa, Melaka, Siam, Jawa, Palembang, Samudra Pasai, Lide, Nakur, Aru, dan Lambri.
(Sumber: Prof. Kong Yuanzhi 2000: 268)

(Sila rujuk juga Peta Mao Kun yang dibuat oleh MA Huan ketka kunjungi Palembang. Sumber: Wolters 1979).

Tiga dari ketujuh pelayarannya itu, Cheng Ho didampingi oleh Ma Huan. Ma Huan bertugas sebagai penterjemah dalam komunikasi antara Cheng Ho dengan penguasa tempatan, seorang pemberita dan penulis. Ma Huan yang juga seorang Muslim mencatat semua yang disaksikan dan dibukukan, berjudul 'Ying-yai Shêng-lan' (Survei Menyeluruh Wilayah-wilayah Pesisir).

Buku itu merupakan deskripsi berdasar pada observasi peribadi mengenai wilayah-wilayah yang terbentang mulai dari Asia Tenggara daratan di Timur, sampai ke Mekah di Barat. Cuma dalam buku ini agak sukar untuk menyesuaikan nama-nama wilayah dalam ejaan bahasa China kuno dengan nama sebenarnya. Bagi Palembang nama-nama yang berhasil diungkapkan adalah San Fo Ji (mengacu ke Sriwijaya), Pa Lin Fong, Po Lin Bang atau Jiu Jiang (secara harfiah berarti “Pelabuhan Lama” atau “Sungai Lama”).

Ekspedisi pertama tahun 1405-1407 yang dimulai 11 Julai 1405, Cheng Ho disertai kawan-kawan sejawatnya antara lain Ching-huang melawat ke San Fo Ji atau Sriwijaya/ Palembang. Dalam ekpedisi itu, Cheng-Ho berjaya menangkap lanun pimpinan Ch’en Zuyi dan membunuh 5,000 orang serta merampas 17 kapalnya. Kemudian pimpinan lanun itu diserahkan pada Kaisar di Nanking. Kerana itu beliau kembali ke Nanking lambat 3 bulan, iaitu tiba di ibukota Nanking pada 2 Oktober 1407.

Menurut penuturan Ma Huan, Cheng Ho singgah di Palembang pertama kali dalam pelayaran pertama (1405-1407). Tujuan utama, untuk menangkap seorang lanun Ch’en Zuyi beserta pengikutnya yang keluar dari Wilayah Fujian. Perintah Maharaja Ming pertama itu, berdasarkan laporan dari seorang Tionghoa lain, yang tinggal di Palembang bernama Shi Jinqing. Ch’en Zuyi sangat kaya.

Hasil dari me'lanun', menyerang kapal-kapal pembawa harta yang melalui perairan Palembang... Pemerintahannya sangat kejam, menjadi penguasa tempatan, walaupun secara de facto wilayah Palembang berada di bawah kekuasaan Majapahit di Jawa. Cheng Ho beserta pasukannya menangkap Ch’en Zuyi, membawa balik ke China dan dihukum mati di hadapan kaisar. Shi Jinqing pemberi maklumat itu diangkat sebagai penguasa Palembang.

Ekspedisi kedua tahun 1407-1409. Cheng Ho disertai oleh Wang Ching-hung dan Hu-Hsien. Pada ekspedisi kedua ini jelas disebut nama-nama tempat atau negeri yang dilawati, tetapi Palembang tidak disebut.

Ekspedisi ketiga tahun 1409-1411. Pun tidak disebut mengunjungi Palembang.
Ekspedisi keempat tahun 1413-1415, baru disebut mengunjungi Palembang. Cheng Ho melawat lagi Palembang setelah mengunjungi Champa, Kelantan, Pahang, Jawa, kemudian San Fo Ji (Palembang) dan terus ke Melaka, Aru, Samudra, Lambri, Ceylon, Kayal, Kepulauan Maladeva, Cochin, Calicut dan Hormuz. Pada ekspedisi keempat inilah Ma Huan pertama kali turut serta. Tugasnya sebagai juru bicara, penterjemah dan pembuat laporan. Ma Huan boleh berbahasa Arab dan ia benar-benar sebagai orang Muslim.

Ekspedisi kelima 1417-1419, Cheng Ho yang disertai Ma Huan sempat juga melawat Palembang setelah Champa, Pahang, Jawa dan seterusnya.

Ekspedisi keenam (1421-1422), armada-armada Cheng Ho tidak mengunjungi Palembang.

Ekspedisi ketujuh 1431-1433, di mana berita Ma-Huan dilengkapi oleh sumber Hsia Hsi yang ditulis oleh Chu-yun-ming juga termasuk buku berjudul 'Ch'ien wen chi'. Dalam ekspedisi terbesar ini disebutkan jumlah orang dari berbagai pekerjaan meliputi 27,800 dan lebih dari 100 kapal besar. Waktu itu yang mengikuti ekspedisi bukan hanya Ma Huan tetapi juga Fei-Hsin dan Kung Ch’en. Pada ekspedisi ketujuh itu Cheng Ho melawat pula ke Palembang.

Yang menarik, dalam ekspedisi ketujuh ini Ma Huan menceritakan pelayarannya ke Mekkah. Dalam daftar tempat-tempat dikunjungi Cheng Ho, pelabuhan Palembang disebut Jiu Jiang. Menarik lagi, nama yang diidentifikasikan Palembang adalah San Fo Ji (dalam 'Hikayat Dinasti Song', 960-1279), Ku-kang dalam 'Ming shih' dan dalam 'Ying-yai Shêng-lan sendiri'. Cheng Ho juga terkadang disebut dengan nama Laksamana Sam-pau yang dalam bahasa Mandarin Fukien disebut Sam-po.

Bila disebut pada tahun 1405 Palembang di bawah kekuasaan Jawa (Majapahit) maka dalam tahun 1416 dijelaskan lagi dalam Ying-yai Shêng-lan, dari tujuh ekspedisi Cheng Ho ke Palembang dilakukan sebanyak empat kali. Iaitu pada ekspedisi pertama, keempat, kelima, dan ketujuh. Mungkin Palembang dianggap sebagai tempat penting, dan ramai penghuni China. Berita Tionghoa abad ke-7 Masehi sudah menyebutkan adanya hubungan dagang, politik dan agama dengan kaisar China, antaranya dari Kuang Tung, Chuang Chou dan dari daratan China Selatan seperti daerah sekitar Yün-nan tempat asal Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan yang sudah ramai pemeluk Islam.

Dianalogikan tempatnya di Tuban, Sedayu, dan Gresik yang dikunjungi Laksamana Cheng Ho yang diberitakan Ying-yai Shêng-lan. Juga di Semarang serta di Cirebon berdasarkan dari sumber-sumber dari Klenteng Sam Po Kong Semarang dan Talang di Cirebon. Sehingga didirikan sebuah lagi Masjid Al-Islam Cheng Ho, Sriwijaya, di jalan Jakabaring, Palembang, selain Masjid Muhammad Cheng Ho di Jl. Gading No. 8, Surabaya saperti yang diceritakan sebelumnya.

foto
Sebuah lagi Masjid Muhammad Cheng Ho didirikan di Jl. Gading No. 8, Surabaya

Rumah ibadat Sam Po Kong, Gedung Batu

Anehnya kota-kota ini secara resmi tidak dimasukkan dalam laporan Ma Huan. Kelenteng atau rumah badat Sam Po Kong, Gedung Batu, Semarang, dipercaya sebagai tempat yang pernah disinggahi Cheng Ho (Sumber: www.indonesianambassy.org.ar). Memang Semarang tidak disebutkan dalam catatan perjalanan Ma Huan. Padahal sebahagian orang Tionghoa percaya bahawa Cheng Ho pernah singgah di Semarang. Entah apa sumbernya, diceritakan Cheng Ho singgah di Semarang kerana salah seorang anggotanya bernama Wang Jinghong sakit teruk.

Ketika itu armada Cheng Ho sedang berada di perairan Laut Jawa sebelah utara Semarang. Untuk menyembuhkan Wang Junghong, kapalnya kemudian merapat di pelabuhan Simongan, Semarang. Di darat Cheng Ho dan anak buahnya bertemu sebuah gua batu. Gua itu dijadikan tempat tinggal sementara. Di muka gua itulah dibangunka sebuah pondok kecil untuk tempat beristirahat sambil berubat. Konon kabarnya, yang mengubati Wang adalah Cheng Ho sendiri. Singkat cerita, beberapa hari kemudian Wang sembuh tetapi masih perlu istirahat.

Cheng Ho tetap meneruskan pelayarannya, sedangkan Wang diberi 10 orang untuk menjaganya dan sebuah kapal serta perbekalan untuk menyusul armada induk. Tetapi Wang merasa betah dan sedap tinggal di Semarang. Di situ ia dan anakbuahnya membuka ladang dan perumahan. Lama kelamaan permukiman itu menjadi ramai pendatang. Anakbuahnya berkahwin dengan penduduk di situ. Tempat yang dibuka Wang Jinghong itulah yang sekarang menjadi kelenteng Sam Po Kong di Gedung Batu, Semarang.

Begitulah lebih dari 600 tahun lalu Cheng Ho bermuhibah ke Nusantara. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam. Begitulah juga ekspedisi kami, dari nusantara ke negara kelahiran Cheng Ho. Walaupun ekspedisi kami kecil kerdil, tetapi cita-cita kami sangat besar, ingin membalas balik jasa hasil lawatan ke nusantara sesuai dengan masa abad ini.

Langkah awal kami ialah memperkenalkan..

Pameran Laksamana Cheng Ho dan
Perdagangan Antarabangsa China
yang akan berlangsung di Kota Bharu
pada 5-10 Oktober 2010

Anda dijemput datanglah beramai-ramai, walaupun di mana anda berada. Wallahu aklam.

Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan China 15
alamat e-mail:
ibnuhasyim@gmail.com
KL Ogos 15, 2010

Siri ini...

4 comments:

Bila Diary Bercerita said...

kawan saya ada memberi saya buku mengenai laksamana Cheng Ho karya Ang Wan Seng tapi saya belum berkesempatan untuk membacanya.

Bila membaca artikel tuan teringat kembali buku itu.

ahmed said...

ini di dalam sebuah masjid di kampung kecil di sekitar bandar Turfan yang penduduknya 70% Uighur Islam dalam negeri Xinjiang seperti yang disebutkan sebelum ini. Ini bukan gambar mullah-mullah China, tetapi dari kiri, YB Ustaz Abdul Latif, Saudara Wan, YB Datuk Husam Musa ketua rambongan kami, YB Zulkifli Mamat, Saudara Shah dan Ibnu Hasyim.

ali said...

Begitulah lebih dari 600 tahun lalu Cheng Ho bermuhibah ke Nusantara. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam. Begitulah juga ekspedisi kami, dari nusantara ke negara kelahiran Cheng Ho. Walaupun ekspedisi kami kecil kerdil, tetapi cita-cita kami sangat besar, ingin membalas balik jasa hasil lawatan ke nusantara sesuai dengan masa abad ini.

zaid said...

Ketika itu armada Cheng Ho sedang berada di perairan Laut Jawa sebelah utara Semarang. Untuk menyembuhkan Wang Junghong, kapalnya kemudian merapat di pelabuhan Simongan, Semarang. Di darat Cheng Ho dan anak buahnya bertemu sebuah gua batu. Gua itu dijadikan tempat tinggal sementara. Di muka gua itulah dibangunka sebuah pondok kecil untuk tempat beristirahat sambil berubat. Konon kabarnya, yang mengubati Wang adalah Cheng Ho sendiri. Singkat cerita, beberapa hari kemudian Wang sembuh tetapi masih perlu istirahat.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails