Friday, January 17, 2014

Dangdut Politik, Dari Sokong Ke Pemain Inti, Lumayan!

Harga goyang politik
Penyanyi dangdut tarling. 

Pilihan Raya Indonesia: Dangdut Polittk siri 2

SEDERET nama beken pedangdut Indonesia selalu hadir saat penutupan kempen pada pilihan raya umum presiden , kepala daerah , atau perundangan . Pada pilihan raya gabenor Jakarta , Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli tidak tanggung - tanggung mendatangkan 25 artis dangdut ibu kota , termasuk Jaja Miharja .
Jaja bahkan mencipta beberapa lagu buat menyokong pasangan Foke - Nara menang satu pusingan , yakni Jaja dipilih Lagi , Kita Terusin , Yu ngiri , Awas , dan Udah Denger Belum . Semua lagu ini dia bawakan saat pasangan itu berkempen .


Hal sama mulai marak lagi seiring akan berlangsungnya pilihan raya parlimen dan presiden . Pelakon dangdut pantai utara Jawa Barat , Diana Sastera , didaulat untuk membawakan satu lagu berjudul Dahlan Style untuk berkempen pencalonan Dahlan Iskan .


Saat berbincang dengan merdeka.com , Diana Sastera mengaku ada keuntungan lebih apabila gig dalam pentas politik . Bukan sekadar laba materi , tapi menjadi semakin terkenal . Kerana massanya biasanya ribuan , katanya .


Dia bercerita awal bergoyang di pentas politik . Dia pertama kali manggung saat kempen pilihan raya umum 1997 . Dari sana , kariernya menanjak lantaran massa datang berjubel . Dulu hanya sebagai pemain pendokong , sekarang jadi pemain intinya , ujar Diana . Pertama kali manggung di kempen terbuka , dia hanya dibayar Rp 35 ribu .(Kira-kira RM10)


Saat ini untuk sekali pentas paling tidak parti atau calon anggota legislatif harus mengeluarkan kocek Rp 6 juta hingga Rp 25 juta
(Kira-kira RM2,00 hingga RM8,000)  . Sebab biduan tidak mendapatkan saweran dari penonton .

Beda lagi kalau pakai kumpulan dangdut , itu harga untuk sendiri , katanya . Diana tambatan harga lumayan tinggi kerana saat gig dengan satu parti , parti lain tidak akan menggunakan jasanya . Diana mesti cerdik untuk tackle massa biar mereka tidak fokus kepada dirinya , namun terhadap parti atau calon legislatif sedang berkempen . Biasanya saya cari tahu dulu visi dan misinya , nanti saat nyanyi visi dan misinya diselipkan dalam lagu , ujarnya .


Memasukkan mesej kempen , kata perempuan kelahiran Cirebon , ini dilakukan tanpa diminta oleh parti atau calon . Saya tidak pernah diminta , saya terima rezekinya , ya automatik saya akan suarakan sendiri , katanya . Berpentas buat sebuah parti membuat dia dianggap sebagai penyokong parti itu . Label itu bakal melekat hingga pilihan raya selesai . Padahal saya bekerja secara profesional . Biasanya kalau saya sudah gig dengan parti A , parti B tidak mungkin mengundang , ujarnya .


Setiausaha Agung Persatuan Artis Muzik Melayu - Dangdut Indonesia Waskito mengakui artis dangdut masih dijadikan pengumpul massa saat kempen berlangsung . Order gig untuk kempen selalu membludak , bahkan sudah sangat padat , terutama untuk artis dangdut papan atas , ujarnya saat berbincang dengan merdeka.com .


Dia mengakui pelbagai kumpulan dangdut atau artis mempunyai kedekatan dengan parti . Seperti Soneta saat ini akan gig dengan Parti Kebangkitan Bangsa , Kaliza dengan Golkar , dan Yuyus dengan Parti NasDem . Meski begitu , dia menegaskan , mereka tetap bebas dan profesional .

Bekas artis Aishah, sekarang sudah jadi ahli politik Islam.

Apakah di Malaysia ada artis seperti itu, contohnya penyanyi Siti Aishah yang berkempen untuk PAS atau parti Islam?

Tidak! Di Malaysia kemasukan Siti Aishah bukan kerana dangdut goyang punggungnya, tetapi beliau berhijrah kepada kebaikan dan membela kebenaran. (IH)

Lihat sebelum ini..

3 comments:

Anonymous said...

Gempar! Mesti tengok. Tahun Cina punya pasal Tengok ini...

Anonymous said...

PETALING JAYA, Jan 14 — A Christian pastor has urged both Muslims and Christians to stop spreading their faith amid deepening tensions over the “Allah” row between the two Abrahamic religions.

Rev Dr Hermen Shastri, general secretary of the Protestant umbrella body, Council of Churches of Malaysia (CCM), said that religious discourse could not continue if non-Muslims are prohibited from propagating their beliefs to Muslims, while the reverse is allowed under the law.

“So it is better for Christians and Muslims to declare ‘we don’t proselytise anybody’, and we’ll live in peace,” Shastri told a forum on freedom of religion here last night that was mostly attended by non-Malays.



Article 11(4) of the Federal Constitution prohibits non-Muslims from propagating their faith to Muslims, which has been used as the basis for various state laws throughout Malaysia — except for Penang, Sabah, Sarawak and the Federal Territories — to ban non-Muslims from using certain Arabic words and phrases, including the word for God, “Allah”.

The Christian minority in Malaysia has been accused of attempting to proselytise to Muslims, with Terengganu Mufti Dr Zulkifly Muda reportedly commending the Selangor Islamic Religious Department (Jais) for confiscating Malay and Iban-language bibles to stem such purported conversion attempts.

At the forum, Dr Ahmad Farouk Musa, chairman of Muslim think tank Islamic Renaissance Front (IRF), questioned why Muslims could not put themselves in the shoes of Christians who are banned from sharing their faith to Muslims.

“If I were to live in Australia, and Australia says that I can’t share my beliefs with my friends, I’ll feel like I’m being persecuted,” said Ahmad Farouk.

“Why can’t Muslims feel the same? Feel what Christian brothers feel when they are prevented from sharing what they believe. Just because we’re the majority in this country, we can do what we like? That’s wrong,” he added.

- See more at: http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/for-peace-pastor-wants-muslims-christians-to-quit-converting-others#sthash.CMYkXHHX.dpuf

Anonymous said...

Memalukan! Mr. Kangkung yang menjadi popular tiba2 Tengok ini...

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails