Monday, October 27, 2008

Hadiahku Untuk Deepavali..


Ibnu Hasyim
CATATAN SANTAI:

PERTARUNGAN dan pertembungan antara Dewa Rama yang baik dengan Ravana yang jahat, berakhir dengan Dewa Rama berjaya merampas Sita dari Ravana yang jahat itu.. Ada juga cerita seperti pergaduhan antara Dewa Krishna yang baik dengan Syaitan Asura (Nagasura), yang dimenangi oleh pihak baik.. Lantas dirayakan dengan pelita dan lampu-lampu oleh penganut agama Hindu… dinamakan Pesta Cahaya. Itulah asal-usul sambutan perayaan Hari Deepavali yang jatuh pada bulan ketujuh dalam kelender Hindu, biasanya pada bulan Oktober atau November.

Ertinya pertarungan antara cahaya kebenaran mengalahkan kegelapan. Dalam Al-Quran terdapat Surah An-Nur, atau cahaya, yang menyinari dan menerangkan atau memandu manusia kepada kebenaran. Bila kebenaran datang, kebatilan akan hilang sirna. Maka dalam catatan santai kali saya nukilkan sebuah kisah mereka yang menemui kebenaran, dan istiqamah dengan kebenaran itu, sehingga beroleh kemenangan dan kejayaan.

Saya panjangkan dari www. NiNafKoe BlogSite di bawah judul ‘Kisah Pilot F16, Muslimat Pertama di USA’. Ceritanya, begini..

SETELAH Papa lulus dari sekolah penerbangan Perancis, beliau menikah dengan mamaku. Papa seorang kulit hitam, namanya Charles Jacquet, mamaku seorang kulit putih, namanya Isabell

Louvrett. Keluargaku cukup demokratis, oleh karena itu, bagi Papa, pernikahan tidak memandang perbedaan kulit. Cara berpikir itu pula yang mendorong Papa untuk pindah ke Amerika. Baginya dunia itu luas, di manapun kita berada, asal mau berusaha, pasti kita menjadi seseorang. Oleh karena itu kami pindah ke Portland. Papa ditawari menjadi penerbang di suatu perusahaan.

Di sana beliau menjadi Pilot pesawat Air Bus dan menerbangkan pesawat ke banyak wilayah di Amerika. Papa mempunyai sebuah cita-cita. Ada sebuah pesawat yang sangat dicintainya. Kecepatannnya luar biasa, mach2, selain itu bodinya sempurna. Pesawat kebanggaan Amerika ini menjadi cita-cita papaku. Namanya F-16. "Voir ma dear, lihat sayang," Ujar Papa suatu kali di pangkalan pesawat terbang, tempatnya bekerja.

Beliau menunjuk ke sebuah pesawat indah. Itulah F-16. "Suatu hari, Papa akan menaikinya, begitu pula dengan Mama dan kamu ma pouppette."

Saat itulah aku tahu, betapa tingginya cita-cita Papa. Beliau bukan berasal sekolah militer, dan bukan warga negara asli Amerika. Hampir tidak mungkin baginya untuk menjadi anggota AU (Angkatan Udara) Amerika. Tapi cita-cita itu tetap dipegangnya dengan teguh dalam hati. Ya, cita-cita indah tentang menaiki burung besi yang bagaikan seekor rajawali.

***

Tujuh tahun telah berlalu sejak kepindahan kami. Usiaku sudah 12 tahun. Papa kini menjadi salah satu pegawai yang disegani di perusahaannya. Mama juga meneruskan kuliahnya, dia mengambil jurusan sastra Perancis. Jelas terlihat pada dirinya, betapa ia masih mencintai Perancis. Di rumah pun, bahasa Inggris masih terbatas pemakaiannya. Hampir sepanjang hari mama berbicara dengan bahasa Perancis. Terkadang kalau kami bepergian dengan taksi, mama suka tiba-tiba berkata, "Conduisez-moi a...ups, I mean, take me to..."

Kalau sudah begitu, papa dan aku hanya bisa tertawa kecil. Teman-temanku di sekolah pun cukup heran dengan keberagaman keluargaku Apalagi kalau ada pertemuan orangtua murid di
sekolah. Guru-guruku selalu memanggil nama mamaku bekali-kali, padahal
beliau sudah ada di hadapan mereka. Maklum, kulitku hitam seperti Papa, walaupun mataku biru seperti mama. Tapi ini semua membuatku bangga. Tidak semua anak beruntung sepertiku. Ya, kan? Segala sesuatunya berjalan normal, Papa bekerja, Mama kuliah, dan aku sekolah.

Tapi suatu hari, sesuatu yang benar-benar merubah kami sekeluarga. "Jai faim, Mama. Saya lapar, Mama," ujarku kepada Mama ketika tiba-tiba Papa masuk tanpa mengetuk pintu dahulu. Karena Papa baru pulang setelah seminggu penuh bekerja, aku segera berlari menujunya, biasanya, Papa akan langsung menggendongku sambil mengajakku bercanda. Tapi hari itu, dia hanya mengelus kepalaku, sambil tersenyum, dalam sekali. Lalu, tanpa basa-basi, Papa memeluk Mama, dan mulai menangis, pelan. Saat itu, pertama kalinya aku melihat laki-laki yang paling kubanggakan menangis seperti itu.

Saat itu, aku hanya memandangi, dan tidak tahu apa yang terjadi. Ketika melihatku, Mama segera berkata, "Aller pour tranguille, dear, I'll bring your dinner, in a few minutes, okay?" ujar Mama lembut.

Aku lalu naik ke atas dengan perasaan bingung. Selama 3 jam Mama dan Papa ngobrol di bawah,
sepertinya menggunakan bahasa Perancis yang "complicated" sekali. Perutku yang lapar tidak terasa lagi, aku hanya ingin tahu, ada apa di bawah sana.

***

Esok paginya aku terbangun. Rupanya semalam aku ketiduran. Cepat-cepat aku turun ke bawah. Hari ini hari Sabtu, sekolah libur. Begitu sampai dibawah, sudah ada Papa dan Mama menunggu di meja makan. Wajah mereka cerah sekali, bahkan jauh lebih tenang dari biasanya. Seperti ada jiwa baru di mata mereka yang membuat segala sesuatunya lebih baik. "Bonjour, ma pouppete," Ujar Papa sambil menenggak kopi hangatnya. "How's your sleep dear? Waktu mama ke kamarku semalam, kamu sudah tertidur. Jadi, pagi ini ada masakan istimewa, omelet kesukaanmu." Keduanya tampak berseri.

Tapi kebingunganku, belum juga reda. Papa melihat itu, lalu menyuruhku duduk di dekatnya.

"Siapa Tuhanmu, Anna?" Pertanyaan Papa yang aneh dan tidak biasa itu mengejutkanku.

Papa belum pernah bertanya seperti itu, bahkan menyinggung-nyinggung hal itu pun jarang. Iya, kami merayakan natal setiap tahun, seperti orang lain. Setiap Paskah selalu ada ayam kalkun di meja makan. Terkadang kami ke gereja, di rumahku juga ada Bible. Tapi mempelajarinya? Membukanya pun, hanya pada saat-saat khusus itu. Papa, atau Mama, yang memang sangat demokratis, benar-benar tidak peduli tentang itu. Aku pun tidak, selama kami bahagia, itu sudah cukup. Tapi kujawab juga pertanyaan papa, sepanjang pengetahuanku. "Yesus, Papa," Jawabku.

"Lalu bagaimana dengan Tuhan Bapa?" Pertanyaan Papa benar-benar membingungkanku.

"D..Dia juga, Papa," jawabku ragu.

"Lalu, Roh Kudus?"

Hatiku gelisah, apa maksudmu Papa? "Iya! Dia juga Tuhan!"

"Lalu, ada berapa Tuhan kalau begitu?"

Aku teringat kata pastur yang masih membingungkanku sampai sekarang. "Semuanya satu Papa, hanya satu!"

"Kamu yakin Anna? Apa tiga sama dengan satu?"

Aku terdiam. Aku gelisah dan heran, apa maksud papa bertanya seperti ini.

Lalu Papa merubah pertanyaannya. "Menurutmu, kalau ada, misalnya, dua yang sempurna, diberi kesempatan untuk menguasai dunia, apa yang mereka lakukan?" Tanya Papa.

"Bi..bisa saja mereka berebut atau bekerja sama, Papa," jawabku.

"Misalnya mereka bekerja sama, dan yang satu tidak setuju dengan yang lainnya apa yang bakal terjadi?"

"Me..mereka akan bertengkar Papa."

"Tepat, my little, pouppete, satu lagi kalaupun mereka bekerja sama bukanlah pola pikir mereka sama, sehingga dalam menciptakan sesuatupun sama. Apakah perlu dua orang kalau begitu?" tanya Papa.

"Tidak Papa, satupun cukup."

Papa lalu tersenyum mendengar ucapanku. "Kalau begitu, apa perlu Tuhan yang banyak?"

Aku terdiam. Jauh di dalam hatiku seperti ada sinar terang. Ya, aku memang baru berumur dua belas tahun, tapi perasaan itu benar-benar terasa di dalam hatiku. "Tidak Papa, cukup satu!" jawabku mantap.

Tiba-tiba air mata Papa tumpah, Mama juga. Dengan suara bergetar, Papa bertanya. "Terakhir dear, apa kamu percaya Tuhan?"

Saat itu,bagaikan sekelilingku benar-benar sunyi senyap. Aku teringat betapa indah semua pertanyaan yang pernah kualami. Melihat bintang-bintang di planetarium, alam Perancis yang luar biasa, bukan hanya itu, segala sesuatu yang pernah kulihat selama ini Pasti ada yang membuat. Di pelajaran Biologi di sekolah, benda hidup tidak mungkin berasal dari benda mati. Kalau begitu, pasti segala sesuatu ini ada yang meciptakan, dan itu adalah... "Ya, Papa. I believe in God."

Kedua orang tuaku tesenyum. Damai sekali. Tanpa sadar aku menitikan air mata, seperti aku baru terbangun dari mimpi panjang, dan pertama kali melihat cahaya. Rupanya ini yang membuat Papa menangis. Kembalinya keyakinan dalam dirinya. Ya, Papa telah menemukan Tuhannya. Dan kini aku ingin mengetahuinya.

"Allah, Tuhan kita, Anna." Perlahan Papa mulai bercerita," Papa menemukan Dia saat mendengar seorang teman Papa, Muslim yang membaca kitabnya dengan bahasa yang asing sekali bagi Papa. Tapi hati Papa bergetar, walau tidak tahu artinya, hati Papa benar-benar tergetar. Saat Papa menanyakan artinya, teman Papa menjawab, 'Sesungguhnya bumi Allah itu luas, dan rezeki Allah berlimpah di mana-mana'. Papa kaget. Itu prinsip hidup Papa selama ini!

Papa tidak menyangka, prinsip hidup Papa yang selama ini banyak ditentang, ada di suatu kitab. Apa itu kebenaran? Lalu papa meminta teman Papa membacakannya ayat-ayat lain, dan hati Papa seperti disiram air sejuk."

"Anna, Mama pun merasakan itu. Tadi malam Papamu menceritakan semuanya. Inilah yang Mama belum dapatkan selama ini. Islam! Menyembah Tuhan yang satu! Inilah jalan hidup yang Mama dan Papa cari. Bertahun-tahun, ya kau tahu sendiri Anna, hidup bahagia, tapi hati penuh kegelisahan. Dan kini, hanya dengan sepotong ayat saja, Papa dan Mama merasakan hidup yang sebenarnya. Anna, kau masih kecil, kami tidak memaksamu, tapi apa kau merasakan sesuatu? Coba rasakan di dasar hatimu, my little pouppete."

Aku tidak bisa berkata, tapi kepalaku kuanggukan. Dengan penuh keyakinan. Ya, aku masih kecil, tapi aku sudah merasakannya, getaran itu benar-benar menggema ke seluruh tubuhku. Pagi itu, sarapan kami terasa penuh makna. Seperti ruang-ruang kosong di relung hati, terisi sedikit demi sedikit. Bahkan sinar matahari pun terasa lebih jauh-lebih rendah.

***

Hari itu juga, kami ke rumah teman Papa, Mr.Ahmad Brown, dia sudah masuk Islam selama lima tahun. Dia AU Amerika Serikat yang sedang cuti. Papa bilang, di AU, perkembangan Islam sangat pesat. Terutama dari golongan orang kulit hitam. Papa memiliki banyak kenalan dari AU, karena seperti yang kalian tahu kecintaannya pada pesawat F-16. Rupanya Papa mencuri-curi tahu ke mana saja pesawat itu berdinas, bagaimana onderdilnya, dan banyak lagi. Kami bertiga diajak oleh teman Papa ke sebuah masjid sederhana diPortland.

Tempat ini merupakan salah satu tempat syiar Islam yang masih jarang ditemukan di Portland. Kami bertiga masuk ke dalam dan melihat beberapa orang sedang sujud, membaca kitab, atau bergumam-gumam. Wajah mereka tenang sekali. Beberapa adalah orang Amerika asli, atau juga berkulit hitam seperti Papa. Tapi yang paling banyak adalah orang Asia. Teman Papa lalu mengajak kami bertemu pemimpin agama, pastur kalau di Kristen.

Lalu secara sederhana, saat Papa minta diIslamkan, dengan mata yang berkaca-kaca, dia menyuruh kami mengikuti perkataannya, "Asyhadu anla ilaha illAllah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah, I witness that there is no God except Allah, and I witness that Muhammad is his messenger."

Singkat, tanpa perlu ritual berlebihan. Beliau lalu memberikan kami masing-masing sebuah kitab.

"This is Qur'an. Bacalah, pelajari. Tidak usah terlalu di buru. Ini juga sebuah kitab fiqih untuk mempelajari Islam, banyak buku yang bisa kalian pinjam dan pelajari, dan kami semua siap membantu. Apa saja. Bersabarlah, remember, Actually God is with whom is patient."

***

Kami sekeluarga perlahan-lahan mulai mempelajari Islam. Setiap habis Maghrib, selama satu jam sampai waktu Isya' kami belajar membaca Al-Qur'an. Kalau Papa pergi tugas, istri Mr. Ahmad yang membantu. Islam perlahan-lahan mulai menjadi tiang penyangga hidup kami.

***

Namun, tidak semuanya berjalan mulus. Terutama bagi Mama. Beliau mulai memakai kerudung. Dan pakaiannya, benar-benar mencerminkan Muslimah. Tapi, teman-teman di kampusnya mulai menjauhinya. Hanya beberapa yang, benar-benar demokratis mau berteman dengannya. Untunglah, teman-teman Muslimah bertambah banyak. Sehingga Mama tidak merasa sendiri.

Tapi ada satu hal yang terberat. Saat Mama menceritakan keIslamannya kepada orangtuanya, Grandma terutama, marah besar. Saat mama berbicara di telepon, air matanya tumpah. Lalu tiba-tiba ia diam, kemudian memanggil-manggil, "Mama, oh Mama, mama."

Teleponnya diputuskan. Mama hanya bisa bersandar di dada Papa sambil menangis. Papa terus berkata, "Actually God is with whom is patient, Ma Cherie. He is. He is.”

Di sekolah, teman-temanku tetap bersikap baik. Bahkan mereka suka bertanya yang aneh-aneh. Seperti, "Dalam Islam, ada Santa Klausnya, nggak?" atau "Wah, asik dong. Kamu ngak usah ke gereja lagi tiap minggu." Dan banyak komentar lagi komentar lain. Sekolahku memang multi etnik, dan sangat liberal. Selama tidak mengganggu mereka, semua akan seperti biasa saja.

Walaupun ada juga orangtua atau guru yang sinis, hal itu tidak kupedulikan. Mereka saja yang berpikir terlalu sempit.

***

Setahun berlalu, tiba-tiba di negara bagian ini muncul desas-desus mengerikan. Kabarnya orang-orang kulit hitam banyak yang tiba-tiba menghilang. Banyak yang mengatakan bahwa mereka menjadi korban penculikan sekte-sekte fanatik ras kulit putih. Polisi, FBI, sudah diturunkan ke berbagai kota, tapi hasilnya secara konkret belum juga muncul. Papa sangat khawatir. "Isabell, aku akan cuti. Atasanku memaklumi. Lagipula aku belum mengambil cutiku yang sebulan. Dan kini, tugasku untuk menjaga kalian. Setidak-tidaknya sampai keadaan mereda. Oke? J'etaime I don't want to lose you."

Situasi benar-benar gawat. Sudah beberapa mayat yang hilang yang ditemukan, dengan kondisi memilukan. Para maniak itu bahkan selalu meninggalkan pesan mengerikan, bahwa tidak jarang jorok, 'Die you Negros!, atau 'Pig's skin ever better than your!" dan banyak lagi. Perlindungan bagi kaum kulit hitam dari Harlem. Kemarin, mayat seorang pastur kulit hitam ditemukan. Aku khawatir dengan Papa.

" Don't worry ma pouppete. Allah with us. Kita harus berani, dan selalu waspada. Okay?"

Sampai hari itu. Hari dimana semua kebahagiaanku direnggut. Papa sedang berkendara dari kota. Kami sedang dalam pejalanan pulang. Karena ada pemblokiran jalan, kami terpaksa lewat jalan kecil. Malam itu sepi sekali. Tiba-tiba di tengah jalan, terdengar bunyi tembakan. Papa cepat-cepat mengerem. Ternyata ban kami pecah. Lalu, muncul orang-orang bertudung putih, berjalan mendekat sambil membawa obor dan senjata. Pakaian mereka putih, dengan lambang salib terbalik. Aku ketakutan, Mama juga, tapi Papa memegang tangan kami sambil terus berkata, "Ingat, apapun yang terjadi, Allah selalu bersama kita, Macherie."

Mereka menyuruh kami turun dari mobil. Kalau tidak, mereka mengancam kepala kami akan ditembak. Papa menurut. Lalu kami digiring ke dalam hutan, perjalanannya cukup jauh, aku ingin menangis, tapi aku percaya, aku harus kuat. Kami tiba di sebuah lapangan luas. Di sana ada lebih banyak lagi orang-orang bertudung putih. Mereka beteriak kasar, bersorak-sorai, sambil
membakar kayu-kayu.
Pandanganku lalu tertuju ke sebuah penjara kayu. Panjang, dan di dalamnya, banyak orang kulit hitam! Kami didorong ke sana. Tiba-tiba Mamaku ditarik lengannya.

"Lepaskan istriku!" Papa coba berontak. Mama berusaha untuk lepas, tapi sia-sia.

Orang tiba-tiba berkata. "Wanita ini seorang kulit putih. Tapi lihat! Keluarganya Negro, cih, menjijikan! Tubuhnya sudah ternoda oleh si hitam itu! Negro hina! Dan,apa ini?" Ujarnya sambil menarik kerudung Mama, "Ini benda yang dipakai wanita-wanita Islam itu. Cih! Ini lebih hina lagi. Tidak ada pantas-pantasnya, bahkan untuk di muka bumi ini! Mau apakan dia?" Ujarnya sambil berteriak keras.

"Bakar! Bakar! Bakar!" orang-orang itu mulai menjadi liar. Lalu orang tadi berkata lagi, "Semua ingin kau bakar. Tapi demi ras kulit putih kita, kuberi kau kesempatan. Tinggalkan keluargamu, juga Islammu. Kau akan kami bebaskan, setuju?"

Papa tiba-tiba berteriak. "Isabell! Lakukan! Lebih baik seorang dari kita selamat! Lakukan! Lakukan!"

Tepat setelah itu. Kulihat mata biru mama dengan penuh keyakinan menatap tajam kepada orang itu, lalu berkata. "Aku tidak akan melepaskan agamaku walaupun kulitku lepas dari dagingnya.

Dan aku tidak akan meninggalkan keluargaku, walau nyawa taruhannya!" Orang itu gemetar, lalu memerintahkan orang-orangnya untuk mengurung mamaku juga. Kami dilempar ke dalam, bersama orang-orang kulit hitam lainnya. Tubuh mereka kurus sekali, badannya penuh luka. Banyak juga wanita dan anak-anak seusiaku. Beberapa tampak berasal dari keluarga miskin, tapi ada juga yang berada sepertiku.

Seorang laki-laki tiba-tiba berbicara kepadaku. "Hari ini mereka akan membunuh lima orang dari kita."

Lalu anak lain menyahut. "Lalu, mayatnya dibawa entah kemana... seperti ayahku," gadis kecil itu menerangkan, lalu menangis.

Mamaku lalu memeluknya dan bertanya. "Tidak adakah yang bisa kita lakukan?"

Tiba-tiba seorang berbisik kepada Papa. Papa mengangguk, sebentar wajahnya tenang, lalu pucat sekejap dan tenang kembali. Ada apa, Papa? Papa mendekat kepadaku dan Mama, lalu berkata pelan. "Mereka telah mematahkan salah satu dari kayunya. Akan cukup bagi anak-anak dan wanita untuk keluar. Anna, kamu seorang pandu di sekolah, bawa mereka ke tempat pemblokiran polisi tadi, Isabell, kau jaga para wanita dan anak-anak ini. Okay?"

Belum sempat aku membantah, Mama cepat-cepat memotong sambil memegang kedua tangan Papa. "Charles, bagaimana denganmu? Bagaimana kau keluar? A..aku tidak mau pergi sendiri!" Air mata mama mulai tumpah, Papa memandangku dengan sangat dalam. Lalu Mama jatuh ke pelukan Papa, menangis sambil mengucap nama Allah. Aku menyelinap masuk di antara mereka, dan ikut menangis.

***

"Ayo saatnya sudah tiba. Anna, bawa anak-anak keluar, juga para wanita. Depechez vous! Cepatlah! Mumpung mereka sedang tertidur, Papa dan lainnya akan menahan mereka dari sini! Cepat lari!"

Setelah semuanya keluar, aku kembali ke Papa. Tidak, tidak mungkin aku meninggalkan Papa. Tepat saat semuanya berjalan sempurna, tepat saat kami menemukan kehidupan di jalan yang lurus. Aku tidak rela, Papaku yang kucinta. Sang Pilot yang kukagumi. Ma Papa. "Ayolah Anna. Yang lain membutuhkanmu."

"Tapi Papa, kenapa harus begini? Tidak Papa! Tidak!"

"Chest-la-vie. Kamu harus tabah, ma pouppet. Kalau Papa memang harus pergi bukankah Papa akan pegi ke tempat yang lebih baik? Ke sisi Allah. Prier to Dieau. Kita akan bertemu lagi, Okay?" Papa lalu mencium keningku, lama, sampai kurasakan air matanya mengalir di keningku.

"Come on, Anna dear," Mama memanggilku. Dia Lalu mematap lekat kepadaku Papa." A toute a I'huere. I'll be missing you," Lama sekali keduanya bertatapan, lalu dengan lembut Papa mencium kening Mama.

Dan berkata berkali-kali. "J'etaime macherie. J'etaime. J'etaime Isabell, J'etaime Anna. J'etaime..." Lalu perlahan dilepaskannya pegangannya," Allez vous-en! Lari sejauh mungkin. Ingat pesan Papa, jaga Mamamu!"

"Soyez tranguille I will Papa, I will." Perlahan aku keluar, Mama memegangiku. Tiba-tiba salah seorang dari mereka melihat kami. Kami bergegas. "Noubliez pas, Anna, 'Asyhaduanla ilaha....."

"IllAllah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah..." Aku dan Mama membalas, lalu kami pergi. Para penjahat itu mulai berkumpul.

"Ingat cita-cita Papa, pouppete, F-16 burung besi kecintaan Papa. Wujudkan cita-cita Papa, Noubliez pas! J'etaime, J'etaime Isabell, J'etaime Anna!"

"J'etaime Papa! J'etaime"

"J'etaime Charles! J'etaime Mama” dan aku lalu pergi berlari. Aku memimpin mengikuti arah bintang, semak-semak belukar yang melukai kakiku, tidak kuingat lagi. Pardoner Papa!

Aku tidak ingat lagi ketika tiba di tempat pemblokiran polisi bagaimana kami menjelaskan kejadiannya, lalu masuk ke hutan dengan polisi. Aku tidak ingat bagaimana para biadab itu terkepung. Aku bermimpi, di suatu tempat, putih, dan halus. Papa!

"Wonderful ma pouppete. Kau berhasil. Sekarang jaga mamamu. Papa akan ke tempat yang akan berkumpul bersama lagi. N'oubliez pas! God is with whom is patient! Wujudkan cita-cita Papa. Goodbye ma pouppete!” Lalu sosok Papa menghilang, pandanganku berputar, lalu aku terbangun. Wajah yang saat itu aku lihat, Mama!

"Oh, Anna. Anna, be patient. Papa is gone. He's with Lord Now." Mama lalu memelukku erat.

"Kami berterima kasih," tiba-tiba seorang berkulit hitam berbicara. Wajahnya sedih sekali, "Papamu telah menyelamatkan hidupku. Dia melindungiku dari tembakan biadab-biadab itu. Papamu tidak menderita, dia pergi dengan senyum di wajahnya. Dia teus mengucap 'Allah... Allah', dan dia sempat meninggalkan pesan untukmu, Anna, ma pouppete, jaga mamamu.

Ingat cita-cita Papa. Preir to Dioer, J'etaime..."

Aku menangis, Mama juga. Papa kini telah pergi, tapi ke tempat yang lebih baik. Sampai aku juga kesana. Wait for me, Papa. I'll make your dreams come true. J'etamine..

***

Papa mendapat gelar kehormatan dari pemerintah AS. Hidup Mama dan aku mendapat tunjangan, dan aku mendapat beasiswa. Aku melanjutkan ke sekolah militer. Mama, dengan tabah, membangun kembali dirinya. Beliau mengajar sastra Perancis di universitas-universitas

Portland dan Seattle. Mama juga aktif mendakwahkan Islam di berbagai tempat. Perlahan kami membangun kembali keluarga kami, grandma bahkan memaafkan mama dan memutuskan untuk pindah ke Amerika untuk membantu Mama. Namun dengan hakus Mama menolak. Katanya, "I can raise my own child, trust me momm."

***

Mesin pesawat berbunyi halus. Sayap F-16 yang kokoh ini membawaku terbang ke angkasa. Hari ini, Anna Marie Fatimah Jacquet, penerbang Muslimat pertama, mewujudkan cita-cita Papa. Terus membumbung tinggi ke langit yang dicintai Papa. A'toute a I'houre Papa. Sampai kita bertemu kembali....( Nur)

Keterangan:

N'oubliez pas: jangan lupa
Soyez tranguille: jangan khawatir
Allez vouz-en: larilah
A'toute I'heure: selamat tinggal
J'etaime aku mencintaimu
Chest la vie: inilah hidup
Aller puor tranguille: pergilah ke kamar
Harlem: tempat perkampungan orang-orang negro

Penulis :Ulfah Mardhiah Siregar Annida No.21/XI

Demikianlah catatan santai kali ini, dan inilah hadiah saya kepada pelayar-pelayar weblog ini.. Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar dan mendapat hidayah kepada manusia seluruhnya. Wallahu 'aklam. Insya Allah bertemu lagi akan datang…

Catatan santai: ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober 26, 08. KL.

10 comments:

Anonymous said...

Satu pendekatan dakwah yang baik. Cuma cerita itu memnunjukkan seolah-olah AS menjamin kebebasan beragama Islam di sana.

Apakah benar begitu di AS?

Anonymous said...

Bagaimana Hukum Menyambut Deepavali Dari Sudut Agama Islam?

Perayaan Deepavali menurut agama Islam adalah perayaan yang syirik dan amat ditegah oleh Islam untuk umat Islam untuk menyambutnya. ALLAH berfirman,
“Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman, 31: 13)
Justeru, umat Islam WAJIB kembali kepada Islam dan bukan hanya bertaqlid kepada mereka yang mengaku Muslim tetapi hadir sahaja hari perayaan orang kafir malah mereka lah yang pertama ‘wish’ dan mengucap selamat terhadap perayaan gologan kafir yang jelas syirik . Allah mengingat kita supaya tidak mengikut sesuatu tanpa pengetahuan yang benar
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (al-Isra’, 17: 36)
Kita sangat di larang daripada menyambut perayaan keagamaan kaum lain kerana perbuatan tersebut boleh membawa syirik kepada Allah.Semoga Allah menjauhkan kita.

Bagaimana cara terbaik untuk membalas ucapan dari non Muslim?

Mungkin di kalangan kita akan menerima ucapan selamat depavali daripada kawan-kawan yang beragama hindu, jadi bagaimana kita hendak membalas ucapan tersebut? Yang sebaiknya adalah membalas ucapan mereka dengan ucapan yang baik disisi syariat “Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar.” Atau “Semoga awak mendapat hidayah.” Atau cukuplah dengan ucapan, “terima kasih”.
Perlu diingat ucapan itu mesti bukannya keredhaan kita terhadap kesyirikan mereka tapi hanya meraikan ucapan mereka dan dalam masa ia lebih menjaga hati non Muslim daripada terasa hati sekiranya kita membisu tanpa membalas ucapan mereka.

FATWA PARA ULAMA

Menurut Imam as-Suyuti : Sesungguhnya Saidina Umar al-Khattab telah mensyaratkan ke atas mereka (kafir zimmi) agar tidak menzahirkan perayaan mereka di negeri-negeri umat Islam. Apabila mereka ditegah daripada menzahirkan, maka bagaimana pula seorang Muslim itu melakukannya? Tindakan tersebut adalah sebahagian dari tindakan yang boleh menguatkan ketamakan hati mereka untuk menzahirkan perayaan mereka”. (As-Suyuti, Al-Amru bi at-Tiba’ wa an.Nahy ‘an al-Ibtida’, hlm. 150.)

Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Lajnah Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta`) yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ali Syaikh menyatakan dengan tegas: “Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.”Dari Eropah, anggota Dewan Penelitian dan Fatwa Eropah (Al-Majlis Al-Urubi li Al-Buhuts wa Al-Ifta`)

Dr. Muhammad Fuad Al-Barrazy, dengan tegas berkata: “Saya tidak membolehkan untuk memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka (pemeluk agama lain), juga tidak membenarkan untuk saling bertukar hadiah dalam kaitan itu (bagi tujuan meraikan)”. - http://asyrafaziz.blogspot.com / http://ustaznasrudin-tantawi.blogspot.com/
Sekian untuk makluman.

Ahmad Maulana.KL.

Anonymous said...

DAILOG DEEPAVALI

Deepavali itu seperti apa bentuk perayaannya?

Saya pernah mendengar bahAwa di Nepal Deepavali merupakan hari besar umat Hindu dan dirayakan selama 10 hari berturut-turut. Ada yang punya cerita atau pengalaman dalam acara atau perayaan tersebut?

JAWAPAN 1

Deepavali merupakan perayaan yang disambut oleh semua penganut agama Hindu diseluruh dunia & merupakan hari cuti di India & Malaysia. Perkataan Deepavali merupakan gabungan perkataan "Dipa" yang berarti cahaya dan perkataan "Gavali" yang berarti barisan. Perayaan Deepavali ini disambut pada hari ke 14 bulan Aipasi dalam kalender Tamil (Antara bulan Oktober dan November) dan juga dikenali sebagai pesta cahaya (Festival Cahaya).

Pada pagi Deepavali, penganut Hindu akan menjalani mandi minyak yang melambangkan penyucian badan & semangat. Selepas upacara penyucian yang melambangkan permulaan yang baru, penganut Hindu akan mengunjungi kuil dimana patung dewa Hindu akan dikalungkan dengan kalungan bunga.

Pada pintu masuk rumah penganut Hindu hiasan "kolam", hiasan bungaan halus yang dilakarkan di atas tanah yang biasanya diperbuat daripaja bijiran pelbagai warna akan diletakkan. Hiasan "kolam" ini merupakan lambang penyembahan dewa Lakshimi, Dewa Kekayaan yang dipercayai hanya akan mengunjungi rumah mereka yang mempunyai hiasan "kolam" di pintu masuk rumah mereka


Menurut buku panduan wisata, Little India sangat ramai pada saat perayaan Deepavali, yang merupakan perayaan paling utama umat Hindu, atau Lebaran menurut istilah kita. Deepavali menandai kemenangan sifat baik atas sifat jahat. Seperti yang boleh disaksikan di film-film Bollywood, pada perayaan Deepavali banyak rumah menyalakan lampu minyak kecil untuk menyambut cahaya dan keberuntungan. Kerana itu, perayaan ini disebut juga Festival of Light.

JAWAPAN 2

Deepavali disebut juga Diwali, adalah hari raya umat hindu, jadi tidak hanya dirayakan di Nepal, tapi juga di Malaysia maupun India. Pada sejarahnya, Diwali awalnya merupakan perayaan panen terakhir dalam satu tahun sebelum musim dingin, namun pada perkembangannya juga dijadikan ajang memperingati kemenangan kekuatan cahaya atas kegelapan.

Perayaan dan tanggal perayaannnya di setiap negara menjadi sedikit berbeda satu sama lain disesuaikan dengan kultur masing-masing. Namun biasanya tidak terlalu jauh perbedaannya. Di nepal sendiri tahun 2007, Deepavali dirayakan pada 9 November, dan berlangsung selama 3 hari.

Di Malaysia, perayaan ini dilaksanakan dengan membersihkan rumah dan menghias jendela serta atap rumah dengan lampu-lampu dari tanah liat agar pada malam hari cahaya menerangi rumah mereka. Dengan ini diharapkan Dewi Lakshmi, Dewi kesuburan dan kemakmuran umat Hindu, datang ke rumah mereka dan memberkati mereka.

Demikian sebagai tambah makluman.

Abu Hafsin.KL

Anonymous said...

menarik betul cerita pertama tu. cita2 saya untuk habiskan hikayat ramayana tak pernah kesampaian.

nindya said...

Makasih udah berkunjung ke blog-ku ..:)

Anonymous said...

Seorang Ustaz dari keluarga Hindu menciertakan betapa ugama Hindu ini mempunyai banyak ajaran Islam yang telah diselewengkan termasuk tentang Nur semesta Alam ini.
Pemujaan berhala sendiri dilarang dalam kitaba agama mereka dan juga kepercayaan kepada banyak tuhan sendiri tidak wujud.
Semua ini samalah seperti ulamak silah yahudi yang mereka-reka cerita dalam kitab Talmud mereka yang menghina dan merendahkan martabat para Nabi. Akhirnya Toaurat itu sendiri telah rosak dan dicanouraduk mengikut hawa nafsu mereka.
Semoga Allah Taala menyelamatkan kita dari golongan munafik yang sedang giat menggadaikan Quran demi nafsu mereka. Amin.

Anonymous said...

Isu kongsi raya dan pembebasan tahanan ISA
Yusri Mohamad, Presiden ABIM
Mon | Oct 23, 06 | 3:26:27 pm MYT

Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) ingin mengambil kesempatan bersempena kedatangan 1 Syawal 1427 ini untuk mengucapkan Selamat Hari Raya Aidilfitri kepada seluruh umat Islam di negara ini.




Mudah-mudahan Ramadan al- Mubarak yang baru sahaja meninggalkan kita berjaya menyuntikkan bekalan rohani dan jasmani jangka panjang demi meningkatkan kualiti diri kita sebagai umat Islam dan rakyat Malaysia.

ABIM juga turut ingin mengucapkan selamat menyambut Hari Deepavali kepada seluruh rakyat Malaysia yang beragama Hindu yang telah menyambut perayaan tersebut pada hari Sabtu , 21 Oktober 2006.

Rakyat Malaysia amnya perlu terus bersyukur kerana Malaysia masih berada di dalam situasi yang relatif baik dan stabil dalam konteks hubungan antara kaum dan agama walaupun tidaklah ke tahap sempurna.

Walaupun masih terdapat pelbagai rungutan daripada orang Islam dan bukan Islam dari masa ke semasa, namun masyarakat kita masih amnya terhindar dan terselamat daripada pertembungan yang ganas dan melampau kecuali dalam tahun 1969 dahulu.

Tidaklah keterlaluan untuk kita mengakui bahawa rekod hubungan antara kaum dan agama di Malaysia adalah antara yang terbaik di dunia, tentunya, dengan mengambil kira komposisi dan realiti sosio ekonomi di Malaysia.

Kita semua harus berusaha keras agar pencapaian ini terus dapat dipertahankan dan dipertingkatkan dari semasa ke semasa.

Dalam suasana perayaan Aidilfitri dan Deepavali ini, dua perkembangan berkaitan perlu turut diulas.

Kongsi Raya

Isu ini bukannya isu baru dan telahpun timbul sebelum ini apabila Aidilfitri kebetulan jatuh berdekatan dengan perayaan lain. Kali ini ia begitu hampir dengan Deepavali sehingga ada pihak yang menggunakan istilah gabungan "DeepaRaya".

Pada pandangan saya, kebanyakan perbezaan pandangan berkaitan dengan isu ini sebenar terhad kepada perbezaan tafsiran istilah terutamanya istilah 'Kongsi raya'.

Contohnya, apabila Dato' Seri Abdullah Ahmad Badawi menggunakan istilah tersebut, beliau lebih merujuk kepada program rumah terbuka bersama yang dianjurkan oleh Kerajaan semasa hari-hari perayaan tersebut, dan bukannya merujuk kepada perkongsian dan penyatuan perbuatan merayakan hari-hari tersebut secara keseluruhan.

Manakala Mufti Perak, Dato' Seri Harussani Zakaria pula lebih merujuk kepada perkongsian falsafah dan konsep hari-hari kebesaran yang melibatkan keyakinan agama yang sudah tentunya bercanggah dengan ajaran Islam.

Oleh hal yang demikian, masalah utama dalam hal ini adalah pada pentafsiran istilah 'Kongsi Raya'. Dalam ilmu Usul Fiqh, yang mengatur kerangka berfikir umat Islam, sudah lama ditegaskan tentang ketidakwajaran timbulnya perselisihan pandangan yang berpanjangan semata-mata kerana perbezaan dalam mentafsirkan istilah.

Dalam Usul Fiqh telah masyhur beberapa kaedah tentang hal ini termasuk kaedah 'Tidak ada perselisihan dalam hal-hal peristilahan' dan kaedah 'Yang diambil kira dalam sesuatu urusan adalah maksud di sebalik label atau nama, bukannya label-label atau nama-nama itu sendiri'.

Sehubungan ini, adalah menjadi harapan agar pertelingkahan ini tidak akan berpanjangan dan pandangan para ulama tidak harus disalahertikan. Pandangan dan nasihat mereka sewajarnya dihormati dan dipatuhi seadanya dan dengan objektif. Maksud kata-kata Perdana Menteri pula tidaklah wajar dikelirukan daripada konteks sebenar.

Ucapan Selamat Kepada Penganut Agama Lain Semasa Hari Perayaan Mereka

Selain isu Kongsi Raya, ada juga timbul kontroversi berkaitan amalan mengucapkan selamat ketika perayaan-perayaan yang disambut oleh para penganut agama lain. Berhubung dengan isu baru ini, waLlahua`lam, saya cenderung untuk berpandangan seperti berikut,

Jika seorang Islam mengucapkan selamat Deepavali atau seumpamanya dengan iktikad untuk mengiktiraf perayaan tersebut sebagai benar dan sah dalam neraca keagamaan, maka perbuatannya itu adalah bercanggah dengan syariah Islam.

Jika ucapan tersebut dilakukan tanpa niat atau iqtikad tersebut dan hanya sekadar untuk meraikan teman-teman beragama lain yang sedang menyambut hari keagamaan mereka dalam usaha merapatkan hubungan setiakawan, maka terdapat dua pandangan di dalam Islam.

Pertama, ucapan tersebut boleh dibuat dan tidak haram. Pandangan kedua pula adalah ucapan tersebut tetap haram dan terlarang kerana masih terlibat dengan mengiktiraf perayaan hari kebesaran agama lain.

Saya sendiri cenderung untuk memilih pandangan pertama yang membolehkan perbuatan tersebut, berdasarkan pelbagai penilaian dan menimbangkan faktor-faktor yang diiktiraf oleh syara'.

Ucapan selamat tersebut terhad kepada perayaan (celebration) yang sedang dirayakan oleh teman-teman kita dan bukannya munasabah (occassion) perayaan tersebut yang ada maksud keagamaan.

Apa yang perlu dipertegas di sini adalah di dalam sebarang masalah yang bersifat mukhtalaf fihi, iaitu terdapat lebih daripada satu pandangan muktabar mengenainya, kita tidak boleh menyalahkan mana-mana individu yang memilih salah satu daripada mana-mana pandangan tersebut.

Ustaz Fauzi Mustaffa berhak memilih pandangan yang melarang ucapan tersebut. Walau bagaimanapun, sewajarnya beliau harus juga menyebut tentang kewujudan satu lagi pandangan fiqh dalam isu tersebut. Terserahlah kepada individu-individu untuk memilih antara pandangan yang ada berpandukan keimanan dan mengharapkan keredhaan Allah SWT.

Takaful Malaysia kemudiaannya telah memilih untuk mendokong pandangan yang membolehkan ucap selamat kepada penganut agama lain di hari perayaan agamanya.

Malangnya, soal ini telah menjadi isu yang telah diperbesar oleh media dan disambut pula oleh beberapa individu dan organisasi dengan pelbagai bentuk maklum balas yang sebahagian daripadanya adalah melampau dan berlebihan. Sebagai contoh, pada hemat saya, adalah tidak perlu dan tidak wajar untuk laporan polis dibuat dalam hal ini.

Terdapat pula kolumnis dalam sebuah akhbar tempatan yang berpengaruh yang melabelkan isu tersebut sebagai sebahagian daripada gejala hate ideology - fahaman membenci yang didakwanya sedang timbul dalam masyarakat kita.

Ini semua adalah bentuk reaksi melampau kepada satu tindakan yang jika benarpun adalah silap, hanyalah sekadar berbentuk teknikal dan kaedah, dan bukannya berasaskan kesilapan prinsip atau fahaman yang disertai dengan niat yang serong.

Tindak-balas berlebihan ini akan lebih mengancam perpaduan dan keharmonian antara kaum dan agama kerana perkembangan ini membayangkan wujudnya kecenderungan untuk memilih tindakan dan tafsiran terburuk terhadap isu-isu agama atau perkauman yang timbul dalam masyarakat.

Setelah meneliti episod tindakan Ust. Fauzi Mustaffa, saya yakin masalah ini asalnya bukannya satu perkara besar tetapi telah menjadi besar apabila diperbesar-besarkan dan dijadikan modal untuk memburuk-burukkan Islam oleh pihak-pihak tertentu.

Kita sewajarnya menyambut baik sikap Ustaz Fauzi Mustaffa dan pihak Takaful Malaysia yang bersedia memohon maaf dan tidak mahu memanjangkan isu ini.

Semoga mereka lebih berhati-hati pada masa hadapan kerana malangnya sehari dua ini, kita berada di dalam zaman di mana terdapatnya orang Islam dan bukan Islam yang mengintai ruang untuk mengekploitasi kelemahan kita untuk memberi gambaran negatif kepada Islam dan umat Islam.

Pembebasan Para Tahanan Akta Keselamatan Dalam Negeri

Dalam perkembangan yang lebih menceriakan, ABIM ingin mengucapkan tahniah dan menyambut dengan penuh kegembiraan pembebasan 17 orang tahan ISA sejurus sebelum hari raya tahun ini.

Terlepas daripada menyentuh soal betul salahnya keterlibatan mereka dalam kegiatan militan, ABIM semenjak sekian lama telah mengambil pendirian bahawa mereka tidak wajar ditahan di bawah akta tersebut.

Semoga pembebasan mereka ini turut membuka pelbagai pintu kebaikan termasuk menjernihkan hubungan antara kelompok-kelompok berlainan fahaman politik di kalangan umat Islam di Malaysia.

Mudah-mudahan umat, negara dan rakyat di Malaysia akan terus beroleh perlindungan dan limpahan rahmat Ilahi. Semoga kita akan terus hidup dengan aman harmoni di sisi jiran dan teman yang berbeza agama daripada kita.

Semoga kita akan dapat menangani segala isu dan masalah yang timbul di kalangan kita dengan pendekatan terbaik dan adil.- mr
_

Anonymous said...

SAMBUTAN DEEPAVALI DAN PERAYAAN KAUM BUKAN ISLAM DARI KACAMATA YANG LAIN

Amalan ‘Kongsi Raya’ yang telah diperkenalkan oleh kerajaan semenjak dahulu lagi telah menimbulkan cukup banyak kekeliruan dan kontroversi dalam masyarakat. Tentangan dan pandangan yang menolak amalan ini cukup dominan dari kalangan alim ulama’ khasnya yang berada di luar kerajaan manakala para cerdik pandai yang bekerja dengan kerajaan hanya diam membisu dan mengiyakan sahaja tindakan UMNO dan Barisan Nasional.

Jika selalunya, kita sebagai ahli dalam salah sebuah parti dan harakah Islamiah ini akan menuruti semua pandangan dan pendapat daripada alim ulama’ kita sendiri. Dalam isu ini juga kita berterusan menempelak UMNO kerana melakukan perkara yang kita katakan sebagai melanggar syariat dan hukum Islam.

Isu kongsi raya sememangnya bukan perkara baru dan telah pun banyak diperkatakan oleh kepimpinan parti kita. Namun, hari ini kita cuba untuk melihat isu ini dari sudut pandangan yang sedikit berbeza dengan harapan suatu anjakan paradigma yang lebih agresif dapat dilakukan atas kepentingan dakwah dan juga politik Islam di Malaysia yang kita cintai ini. Dalam penulisan ini, sebahagian kecil sahaja pandangan yang melarang dan mengharamkan sambutan hari raya bagi kaum lain akan ditampilkan manakala pandangan yang membenarkannya akan lebih diperbincangkan dengan serius.

Beberapa Pandangan yang Melarang

Jawatankuasa Syariah Negeri Perak yang telah bersidang bagi kali ke-162 pada 19 Muharram 1425 bersamaan 11 Mac 2004 yang lalu telah mengeluarkan fatwa bahawa umat Islam adalah dilarang sama sekali menyertai sebarang perayaan agama lain, dalam apa jua bentuk yang dirayakan orang-orang bukan Islam di negeri ini.

Bergabung dalam perayaan orang bukan Islam adalah haram. Sebab hal itu termasuk sikap tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Padahal Allah telah berfirman:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah:2).

Ibnul-Qayyim di dalam bukunya yang bertajuk Ahkamu Ahlidz-Dzimmah, 1/205 menyebut bahawa:

“Menyampaikan ucapan selamat terhadap syiar-syiar kekufuran yang bersifat khusus adalah haram menurut kesepakatan ulama, seperti ucapan saat perayaan atau puasa mereka: “Selamat atas hari rayamu, semoga diberkati”, ataupun ucapan-ucapan lain yang senada meskipun yang mengucapkannya bisa selamat dari kekufuran, tetap saja hal itu merupakan sesuatu yang diharamkan. Ini setaraf dengan ucapan selamat atas sujud mereka kepada salib, dan masih banyak hal lain yang menyangkut masalah agama.”

Fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia yang dipengerusikan oleh Bung Hamka) pada tarikh 7 Mac 1981 juga telah mengeluarkan fatwa HARAM umat Islam Indonesia merayakan bersama perayaan Hari Krismas atau Natal kerana perayaan itu adalah ibadah dan bercanggah dengan aqidah umat Islam. Yang jelas haram menurut Prof Hamka dan Majlis Ulema Indonesia ialah kita turut serta merayakan perayaan sambutan yang ada unsur ibadah dan akidah secara redha dan bertambah haramlah jika kita menyambutnya di tempat yang dianggap rumah peribadatannya.

Muhammad Saleh al-Munajjid, seorang ulama dan ahli Majlis Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Beliau berpendapat hukum mengucap tahniah kepada bukan Islam pada hari-hari kebesaran mereka seperti Hari Krismas dan sebagainya adalah haram dan bertentangan asas-asas akidah Islam. Alasan beliau kerana hari perayaan agama kaum bukan Islam pada hakikatnya adalah syiar agama mereka. Umat Islam disuruh supaya tidak meniru syiar dan budaya kaum bukan Islam. Dalam sebuah hadis Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: Barangsiapa meniru syiar sesuatu kaum (bukan Islam), maka ia daripada golongan mereka - (riwayat Abu Dawud bilangan 4031. Musnad Ahmad Ibn Hanbal, bilangan 5093).

Melihat Dengan Kacamata Lain Dan Keperluan Semasa Gerakan

Sebenarnya hubungan antara muslim dengan bukan muslim ialah di atas dasar ta’aruf (perkenalan); ta’awon (tolong-menolong), birr (kebaikan), dan adil; Dalil: al Hujurat:13; Mumtahinah:8

Islam juga menggalakkan kita berhubung di atas dasar musalamah ( perdamaian); mu’asyarah (pergaulan mesra); mu’amalah bil husna (bermasyarakat secara baik); tabadulul maslahah (win-win relationship); dan ta’awon (bekerjasama di atas kebaikan). (Ruj: Sayyid Sabiq: Fiqh Sunnah, Vol2)

Nabi Muhammad S.A.W juga pernah berhubung dan berkomunikasi dengan golongan bukan Islam. Sirah telah melakarkan bahawa baginda pernah meminta bantuan militeri terhadap bukan Islam, pernah memberi kepada bukan Islam harta rampasan perang (ghanimah), pernah berperang bersama dengan orang bukan Islam (Safwan Umaiyah dalam perang Hunain), baginda bertukar-tukar hadiah dengan bukan Islam, Rasulullah memenuhi undangan bukan Islam, pernah berkahwin dengan perempuan mereka (kaum Qibti) dan Rasulullah S.A.W juga bangun menghormati jenazah bukan Islam (ruj: Qardhawi: halal dan haram).

Berdasarkan perkara di atas, marilah kita cuba memperhalusi isu ini mengikut keperluan semasa dakwah dan juga politik Islam kita. Hari ini kita semua hidup dalam suasana masyarakat yang terlalu majmuk dengan adanya orang Melayu, Cina, India, Kadazan, Iban, Murut, Kedayan, Sakai, Serani dan sebagainya yang tidak mahu saya tuliskan semuanya di sini. Dan, mereka ini juga menganuti dan mengamalkan ajaran masing-masing yang banyak antaranya adalah bertentangan dengan Islam itu sendiri.

Lantas, sebagai sebuah gerakan Islam yang dinamik dan berkomitmen tinggi dalam meninggikan syariat Allah di muka bumi ini, kita haruslah lebih bijak dalam menangani perhubungan dan persefahaman antara kaum yang ada di negara ini.

Kepimpinan Kita Perlu Menunjukkan Sifat Toleransi

Kedudukan hukum akan berubah apabila melibatkan pemimpin negara dan juga pemimpin masyarakat. Bagaimana mungkin apabila tiba musim perayaan bagi orang Islam, maka cuti dan juga pelbagai acara diatur bagi memeriah dan menghidupkannnya. Sedangkan apabila tiba musim perayaan agama dan kaum lain, mereka dibiarkan begitu sahaja. Sudah pasti akan timbul fitnah dan rasa kurang senang (baca: tidak puas hati) kepada kerajaan yang memerintah. Bukanlah maksudnya kerajaan Islam perlu mengadakan perayaan yang bersifat besar seperti perayaan kita, tetapi tadbirlah ia dengan seadil dan selayaknya.

Apabila ada unsur kejiranan, umpamanya teman sepejabat yang mengadakan rumah terbuka dan menjemput kita, maka haruslah kita juga melihatnya sebagai suatu peluang untuk mendekati mereka dan seterusnya menyampaikan dakwah kepada keluarga mereka. Fitnah akan timbul jika si muslim tidak mengunjungi jirannya sempena hari perayaan mereka. Ini semua perlu diambil kira apabila ia masuk bab maslahat dan menolak mudharat.

Syarat mengunjungi perayaan rumah terbuka ini ialah kita kena menjaga hati supaya tidak redha dengan kekufuran agama mereka. Jadi hukum umat Islam mengunjungi perayaan tidaklah sama untuk semua orang dan untuk semua perayaan; ia berubah mengikut jenis perayaan itu.

Dalam surah An Nisaa ayat ke-36 dijelaskan maksudnya:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh….”.

Maksud tetangga yang dekat iaitu tempat tinggalnya berdekatan ataupun tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau nasab ataupun sama-sama beragama Islam. Sedangkan tetangga jauh maksudnya adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kerabat, jauh tempatnya atau berlainan nasab mahupun agama. Jadi dengan tegas Allah menyuruh kita menghormati tetangga baik sesama muslim mahupun yang bukan muslim (kafir).

Dalam hadis yang diriwayatkan Al Bazza sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

“Tetangga itu ada tiga macam. Tetangga yang mempunyai satu hak iaitu tetangga yang terdekat haknya. Tetangga yang mempunyai dua hak dan tetangga yang mempunyai tiga hak iaitu tetangga yang paling utama haknya. Tetangga yang mempunyai satu hak adalah tetangga musyrik yang bukan kerabatnya. Ia hanya mempunyai hak sebagai tetangga. Tetangga yang mempunyai dua hak adalah tetangga muslim iaitu yang mempunyai hak sebagai orang Islam dan hak sebagai tetangga. Sedangkan yang mempunyai tiga hak adalah tetangga muslim yang masih ada hubungan keluarga, dia mempunyai hak sebagai tetangga, hak sebagai orang Islam dan hak sebagai keluarga”.

Menurut Imam Al Qurthubi;

“Berbuat baik kepada tetangga adalah perkara yang diperintahkan dan dianjurkan, baik terhadap orang muslim ataupun kafir. Berbuat baik itu ertinya memberikan pertolongan, bergaul dengan baik, membelanya jika ada gangguan dan ancaman”.

Bahkan dalam hadis Rasulullah juga ditegaskan tidak beriman seseorang itu jika ia mengganggu tetangganya. Begitu indah ajaran Islam dalam menjalinkan hubungan antara sesama manusia di dunia ini. Tidak kiralah apakah mereka tergolong orang-orang muslim ataupun orang-orang kafir.

Begitu jelas bahawa ajaran Islam menghormati dan menghargai setiap insan, maka tidak benar anggapan yang mengatakan bahawa Islam tidak menghormati hak orang yang bukan Islam.

Sesungguhnya umat Islam dibolehkan untuk bekerjasama dan bergaul dengan umat agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
(Sila rujuk surah Al Hujarat ayat 13, Surah Luqman ayat 15 dan surah al-Mumtahanah, ayat 8)

Bagaimana dengan ucapan sempena perayaan mereka?

Dr. Abdul Hayei bin Abdul Sukor menyebut bahawa;

“mengucap tahniah kepada kaum bukan Islam sempena hari-hari kebesaran agama mereka seperti hari Krismas, Deepavali, Thaipusam dan sebagainya, termasuk antara masalah furu’ (cabang) dalam akidah Islam yang diperselisihkan antara ulama pada zaman ini. Perselisihan pendapat antara ulama mengenai hukum itu, pada hemat saya berpunca daripada tasawwur yang kurang jelas terhadap maksud ucapan selamat hari-hari kebesaran kaum Islam yang dikemukakan itu. Jika maksud pengucapan itu adalah ikut serta berhari raya, merelai kekufuran kaum bukan Islam dan berkasih sayang dengan mereka atas nama agama, maka sememangnya haram dan sama sekali tidak boleh dilakukan”.

Namun, sebenarnya, jika maksud ucapan selamat hari-hari kebesaran kaum bukan Islam itu tidak lebih daripada hanya ikut bercuti pada hari itu, dan juga dengan niat untuk membalas ucapan selamat Hari Raya yang diucapkan terdahulu, atau hanya memperlihatkan rasa senang dan gembira hati dengan berkongsi kegembiraan mereka berhari raya, maka beliau berpendapat pengucapan seumpama ini tidak termasuk dalam hal-hal akidah yang sekali gus menunjukkan rela hati terhadap agama dan kepercayaan mereka.

Khusus bagi kaum kafir yang tidak memusuhi Islam, telah disebutkan dalam perenggan yang sebelumnya yang mana Allah S.W.T berfirman dalam surah al-Mumtahanah, ayat 8 iaitu Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu dan tidak mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu.

Kita juga perlu mengambil kira hubungan kemanusiaan dalam isu ini, seperti mana bidang-bidang kemanusiaan lain, kita tidak dilarang mengadakan hubungan baik dengan bukan Islam. Hubungan yang langsung terputus dengan sendirinya tidak memberi laluan kepada pendakwah untuk menyatakan kebaikan Islam kepada mereka, sedangkan agama ini adalah agama dakwah, agama damai dan selamat. Perang hanya berlaku apabila dakwah ditolak, jalan-jalan damai tidak wujud lagi kepada pendakwah tegas Dr. Abdul Hayei.

Perbuatan seperti memasang lampu warna-warni di keliling rumah, menghias rumah dengan pokok Krismas, menyertai perarakan Hari Deepavali dan lain-lain adalah jelas keharamannya kerana amalan ini ada hubungan terus dengan akidah. Akan tetapi, jika mereka dengan sudi telah menghulurkan makanan pada hari itu dan kita terimanya dengan baik hati, serta mengucapkan terima kasih kerana hadiah yang diberi mereka, maka tidak ada sebab untuk kita menolaknya kerana mereka mungkin akan terasa hati dan fitnah akan timbul ke atas kita iaitu tidak meraikan perpaduan nasional dan juga bersifat toleransi.

Pandangan Ulama Terkemuka Yang Lain

Dr. Yusuf al-Qaradawi pula berpendapat: Jika kaum bukan Islam memulakan ucapan selamat Hari Raya mereka kepada kita, maka kita juga harus membalas ucapan yang serupa kepada mereka, kerana ini tidak lebih daripada hanya mewujudkan rasa simpati antara satu sama lain. Ia tidak bermakna bahawa kita telah merelakan agama dan kepercayaan terhadap Isa Maryam sebagai Tuhan dan lain-lain pemujaan.

Al-Qaradawi memberi beberapa alasan, antaranya: Islam tidak melarang kita berbuat baik terhadap ahli kitab yang tidak bermusuh dengan kita. Kita harus berbuat baik kepada mereka, sebagaimana mereka berbuat baik kepada kita. Ayat 8 dalam surah al-Mumtahanah yang dikemukakan terdahulu dijadikan hujah.

Menurut al-Qaradawi lagi, bidang-bidang kerjasama antara Islam dan bukan Islam seperti bidang teknikal, ketukangan dan lain-lain masih terbuka. Bahkan Nabi s.a.w. pernah menggunakan kepakaran seorang Yahudi bernama Abdullah Ibn Urayqit sebagai penunjuk jalan ketika baginda berhijrah ke Madinah.

Peranan Abdullah ini sangat besar, ada kemungkinan jika dia berniat jahat pada ketika itu, kesannya boleh menggagalkan strategi hijrah atau jika dia mengambil kesempatan menipu, maka sudah pasti kesannya sangat buruk kepada Islam dan dakwah, namun baginda tetap menggunakan juga khidmat kepakaran Yahudi yang bukan Islam itu.

Sebagai kesimpulan, Dr. Yusuf al-Qaradawi berpendapat harus bagi kita mengucapkan tahniah dan selamat Hari Raya seperti hari Krismas kepada kaum bukan Islam pada hari-hari kebesaran mereka, kerana Islam tidak menutup hubungan antara dua kaum yang berlainan agama dan kepercayaan ini.

Kesimpulan

Dalam era baru gerakan Islam di Malaysia, adalah menjadi keperluan kepada kita untuk memahami suasana masyarakat yang terlalu variasi agama dan kepercayaannya. Memang menjadi hasrat kita untuk memupuk perpaduan antara kaum dan agama, namun tidaklah bermakna kita harus menafikan bahawa wujud perbezaan-perbezaan mutlak antara agama. Sebaliknya, dengan kita lebih memahami perbezaan inilah maka kita akan lebih hormat-menghormati antara satu sama lain dan kita akan lebih berjaya mendekati mereka seterusnya menyampaikan dakwah Islam dengan lebih berkesan.

Tidak boleh dinafikan lagi bahawa perayaan-perayaan besar yang ada di negara kita ini adalah merupakan perayaan-perayaan yang bersifat agama. Perayaan mereka melambangkan anutan mereka. Apa yang harus kita fahami adalah kita sama-sama meraikan perayaan itu bukan kerana ’sebab’ perayaan itu berlangsung, tetapi yang kita kongsi ialah kegembiraan. Oleh sebab itu, apabila satu pihak mengucapkan selamat dan tahniah kepada pihak yang lain yang dimaksudkan ialah kegembiraan itu, bukan sebabnya. Sekiranya ini difahami dengan baik tidak akan timbul sebarang keraguan atau perasaan yang bukan-bukan.

Wallahu’alam.

Khairul Faizi Bin Ahmad Kamil
Pengerusi Lajnah Perpaduan Nasional
Dewan Pemuda PAS Pusat
http://minda-kembara.blogpsot.com/

Anonymous said...

LARANGAN KONGSIRAYA DAN DEEPARAYA

Artikel di bawah ini menerangkan kepada kita semua mengapa kita dilarang sama sekali merayakan DEEPARAYA dan KONGSIRAYA, diharap kita semua dapat menghayatinya, bukan beerti kita tidak menghormati dan bertoleransi antara kaum tetapi setiap kebebasan ada batas-batasnya. Artikel ini diperolehi dari http://www.mykhilafah.com/
sautun_nahdhah/web/
sn200644_hidup_harmoni_
hanya_di_bawah_naungan_islam.htm , sekian terima kasih, yang benar Shazli Shahuddin….

————————————————————————————————-

[SN] Sejak beberapa tahun yang lepas, hari-hari perayaan beberapa penganut agama di Malaysia telah jatuh pada tarikh yang sama atau hampir sama. Dari sinilah bermulanya idea ‘kongsi raya’ yang sebelum ini tidak pernah muncul atau diperbincangkan. Dan tahun ini, sekali lagi, dua perayaan masyarakat Malaysia jatuh pada waktu yang hampir sama. Umat Islam menyambut Hari Raya Eidul Fitri dan masyarakat Hindu pula menyambut Perayaan Deepavali. Dua tahun lepas, persoalan ‘kongsi raya’ ini telahpun dijelaskan kedudukannya oleh Jabatan Mufti Negeri Perak yang mengeluarkan fatwa bahawa hukum mencampuradukkan perayaan Islam dengan perayaan kafir adalah haram [http://mufti.perak.gov.my/berita/berita041022-2.htm]. Para ulama yang menghadiri satu muzakarah di Ipoh meminta kerajaan mengkaji semula beberapa amalan seperti perayaan kongsi raya dan rumah terbuka bagi memastikan ia tidak bercanggah dengan hukum syarak. Pengerusi Jawatankuasa Kerja Muzakarah Ulama 2006 Datuk Seri Harussani Zakaria berkata kajian semula itu perlu kerana Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan telah membuat keputusan bahawa meraikan perayaan agama lain merosakkan akidah dan boleh menjurus kepada perbuatan syirik [Utusan 14/06/06]. Kenyataan Mufti Perak ini juga telah disiarkan di dalam akhbar The Star bertarikh 14 Jun 2006. Harussani juga meluahkan kebimbangannya tentang ancaman Pluralisme yang ada hubungkait dengan sambutan ‘kongsi raya’ ini.

Baru-baru ini timbul pula isu yang berkaitan dengan perkara yang sama. Sebuah e-mail bertarikh 3 Oktober 2006 telah dikeluarkan oleh Ketua Jabatan Syariah, Syarikat Takaful Malaysia Berhad yang menyeru agar kakitangan Takaful tidak mengucapkan ‘Selamat Hari Deepavali’ kepada individu beragama Hindu. Di dalam e-mailnya, beliau menekankan implikasi ucapan tersebut terhadap akidah seorang Muslim dan keharaman melakukannya. E-mail ini, yang asalnya hanya ditujukan kepada kakitangan Syarikat Takaful, telah tersebar luas dan menimbulkan pelbagai reaksi dari masyarakat. Persatuan Hindu Sangam telah membuat laporan polis mengenainya dan menganggap e-mail ini sebagai satu hasutan. Dalam komennya terhadap isu yang sama, Datuk Seri Samy Vellu menganggap bahawa pandangan seperti ini adalah pandangan ekstremis yang bertujuan untuk menimbulkan kekacauan di negara ini [NST 15/10/06].

Ekoran dari ini, beberapa orang ulama’ di Malaysia, termasuklah Datuk Seri Harussani telah membuat kenyataan bahawa mengucapkan selamat menyambut perayaan kepada seseorang individu bukan Islam diperbolehkan selama mana ucapan selamat tersebut tidak ditujukan kepada ‘tuhan’ individu tersebut [NST 15/10/06]. Perdana Menteri sendiri telah campurtangan dan menyatakan aktiviti kongsi raya yang diamalkan oleh rakyat negara ini tidak mencemar kesucian agama Islam…..ia juga tidak ada langsung membabitkan perlanggaran akidah umat Islam. Beliau berkata, memandangkan kedua-dua perayaan itu disambut dalam tempoh yang hampir antara satu sama lain maka bersama-samalah rakyat Malaysia merayakannya [Utusan 19/10/06].

Hukum Meraikan Perayaan Agama Lain

Sekiranya diteliti, kenyataan dan pandangan umum terhadap isu kongsi raya ini banyak disandarkan kepada aspek perpaduan, kesejahteraan dan keharmonian antara golongan etnik berbeza agama di Malaysia. Sebelum perbincangan mengenai isu ini boleh diteruskan, realiti permasalahan ini perlu difahami terlebih dahulu. Perlu dijelaskan di sini bahawa bagi seorang Muslim, setiap perbuatan kita dipandu sepenuhnya oleh hukum syara’ dan adalah haram bagi kita untuk menjadikan rujukan selain Islam (termasuk pendapat yang tidak disandarkan kepada nas) dalam menentukan hukum bagi sesuatu perbuatan itu. Oleh itu, dalam membincangkan persoalan di atas, hanya pandangan dari Islam sahajalah yang wajib dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan sikap kita terhadap isu ini.

Apa yang wajib kita fahami adalah, walau apa jua hukum yang datang dari Islam, sekiranya ia merupakan hukum yang diistinbat (diperoleh) melalui kefahaman yang benar dari Al-Quran, Sunnah, Qiyas mahupun Ijma’ Sahabat, maka ia pasti akan membawa kemaslahatan dan kesejahteraan kepada umat manusia. Dari itu, sekiranya suatu perbuatan itu ‘diperbolehkan’ atas alasan yang datang dari perspektif pemikiran manusia, tanpa disandarkan kepada nas, seperti pemahaman manusiawi terhadap konsep kemaslahatan, keharmonian dan kesejahteraan, maka ia tidak boleh diterima di dalam Islam. Keharmonian dan kesejahteraan yang hakiki hanyalah dapat diperolehi dengan melakukan sesuatu perbuatan yang selari dengan kehendak Islam, bukannya kehendak manusia.

Meraikan perayaan keagamaan kaum bukan Islam tidak kira samada perayaan tersebut disambut oleh golongan Nasrani, Yahudi atau golongan Musyrikin (seperti Hindu, Buddha, Sikh) adalah jelas bertentangan dengan ajaran Islam. ‘Meraikan’ di sini termasuklah mengucapkan selamat atau pun menghadiri majlis-majlis perayaan keagamaan mereka. Perbuatan ini termasuk sebagai mengiktiraf atau redha kepada agama mereka atau dengan kata lain, redha agar mereka kekal dalam agama mereka dan redha Allah disyirikkan (dijadikan gandingan) oleh mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya deen (yang diredhai) di sisi Allah adalah Islam” [TMQ Ali Imran (3):19] dan di dalam firmanNya yang lain, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” [TMQ Ali Imran (3):85].

Fahamilah wahai kaum Muslimin bahawa Allah tidak redha kepada mana-mana agama selain Islam. Rasulullah diutus dengan kalimah “La ilaha illallah” (tidak ada Tuhan selain Allah) yang membawa maksud “La ma’buda illallah” (tidak ada Tuhan yang boleh disembah melainkan Allah). Di dalam satu hadis, Rasulullah bersabda “Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka mengucap ‘La ilaha illallah Muhammad Rasulullah…”. [HR Bukhari dan Muslim]. Semenjak Muhammad di angkat oleh Allah menjadi Rasul, maka baginda tidak pernah berhenti mengajak manusia untuk menyembah Allah semata-mata tanpa mensyirikkanNya dengan suatu apa pun. Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah redha terhadap manusia yang menyembah selain Allah dan baginda berusaha berdakwah bersungguh-sungguh agar mereka hanya menyembah Allah yang Satu, walaupun Nabi terpaksa berhadapan dengan penentangan dan penyiksaan yang keras dari golongan musyrikun.

Perlu difahami dengan sejelas-jelasnya bahawa kita umat Islam tidak boleh redha kepada agama selain Islam, kerana Allah sendiri tidak meredhainya. Kita umat Islam tidak boleh redha melihat manusia mempercayai wujudnya tuhan lain (dan menyembah) selain Allah. Allah adalah Tuhan kita, Tuhan bagi semua manusia (termasuk orang-orang kafir) dan Tuhan sekelian alam. Di dalam hal ini, apa yang tidak boleh kita lakukan ialah memaksa mereka untuk memeluk Islam. Tidak boleh memaksa mereka memeluk Islam tidak bermakna kita boleh redha kepada agama mereka atau kita bermusuhan dengan mereka (kecuali kafir yang memerangi Islam). Ia juga tidak bermakna kita melarang mereka merayakan hari agama mereka. Apa yang haram kepada kita adalah memaksa mereka masuk Islam, sebaliknya apa yang wajib kepada kita adalah berdakwah kepada mereka agar masuk Islam. Inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah kepada kita. Kita meyakini bahawa aqidah kita (Islam) adalah satu-satunya aqidah yang benar. Maka kita wajib menerangkan kepada mereka tentang aqidah yang benar ini dan menjelaskan kepada mereka kesalahan aqidah mereka.

Wahai kaum Muslimin! Kita haruslah membezakan sambutan keagamaan dan sambutan yang bukan berlandaskan agama. Sambutan Deepavali berbeza dengan sambutan Hari Kemerdekaan atau Tahun Baru. Deepavali adalah ‘sambutan agama’. Jika kita kaji sejarah disebalik perayaan ini, kita akan dapati bahawa Deepavali (atau Diwali) di sambut kerana memperingati peristiwa Dewa (Tuhan) Krishna yang telah membunuh syaitan (demon) bernama Narakasura. Diriwayatkan bahawa Narakasura adalah pemerintah sebuah negeri yang bernama Pradyoshapuram. Di bawah pemerintahannya, rakyat menderita pelbagai kesusahan. Dia menzalimi rakyatnya dan menculik wanita-wanita dan memenjarakan mereka di istananya. Melihat kejahatannya, maka Dewa (Tuhan) Krishna lalu turun memusnahkannya dan hari pembunuhan/kematian Narakasura ini diraikan sebagai Deepavali, sebagai kemenangan sebuah kebaikan mengatasi kejahatan. Ada juga beberapa riwayat lain tentang asal-usul perayaan Deepavali. Ada yang berpendapat ia diraikan sempena perkahwinan Lakshmi dengan Dewa (Tuhan) Vishnu. Ada juga yang menyatakan hari restu di mana Dewa (Tuhan) Rama kembali ke Ayodhya setelah mengalahkan Ravana dan terdapat beberapa kisah lain lagi. [http://www.abcmalaysia.com/tour_malaysia/deepavali.htm]. Inilah kepercayaan penganut Hindu terhadap Deepavali.

Wahai kaum Muslimin, cubalah fikirkan dengan sejernih-jernihnya tentang mengucap selamat atau menghadiri majlis Deepavali. Bukankah ucapan Selamat Menyambut Deepavali bermakna, “Selamat meraikan hari di mana Dewa (Tuhan) Krishna berjaya membunuh syaitan Narakasura” atau “Selamat menyambut hari ulangtahun perkahwinan Lakshmi dengan Dewa (Tuhan) Vishnu”!!! Apakah ini tidak terkait dengan persoalan aqidah? Walaupun kita hanya mengeluarkan ucapan ‘selamat’ kepada ‘individu’ yang beragama Hindu, tetapi terfikirkah kita tentang maksudnya dan kepada ‘siapakah’ ucapan itu pergi? Pernahkan Rasulullah mengucapkan selamat untuk Latta dan Uzza atau kepada penyembah-penyembahnya. Pernahkah Rasulullah mengiktiraf agama penyembah Latta dan Uzza dan meraikan perayaan mereka? Adakah Rasullullah berdiam diri (apatah lagi membenarkan) penyembah-penyembah berhala yang mensyirikkan Allah? Pernahkah Rasulullah berkompromi dengan mana-mana kaum Musyrikin dalam masalah aqidah?

Pernah Abdullah bin Salam dan beberapa sahabat yang lain meminta kepada Rasulullah agar mengizinkan mereka meraikan atau mengagungkan hari kebesaran orang Yahudi (Hari Sabtu) di samping membenci daging dan susu unta. Setelah Rasulullah mendengar permintaan tersebut, maka Rasulullah terus menegur dan memberi peringatan kepada mereka akan keharaman menyertai perayaan seperti itu. Larangan ini dinyatakan dengan jelas oleh junjungan besar kita Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan sabdanya, “Barangsiapa di kalangan kaum Muslimin yang menyerupai atau meniru perbuatan orang kafir, maka dia itu adalah di kalangan mereka (orang-orang kafir)” [HR Abu Daud, Al-Baihaqi, Ibn Majah dan Ad-Daruquthni]

Huraian di atas menjelaskan kepada kita sikap yang sewajarnya ada pada setiap Muslim dalam menangani isu menyambut perayaan keagamaan kaum kuffar. Ada pendapat yang menyatakan kita harus menerima perbezaan pendapat di dalam amalan kongsi raya ini dan semua pendapat perlu dihormati. Pendapat ini sebenarnya muncul berdasarkan ‘kompromi’ semata-mata untuk menjaga sensitiviti umat Islam dan penganut agama lain. Pendapat sebegini adalah keliru kerana perkara yang dibincangkan di sini adalah melibatkan aqidah, bukan masalah furu’ (cabang). Dan (bagi masalah aqidah) jawapan yang ringkas adalah, mesti ‘satu benar dan satu salah’. Tambahan lagi, hukum yang diperbincangkan di sini adalah halal dan haram, bukannya sunat dan makruh. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Yang halal itu jelas dan yang haram itu pun jelas dan antara kedua-dua itu ada perkara yang syubhat (samar), maka barangsiapa yang telah menjauhi perkara syubhat tersebut bererti dia telah menjaga agamanya” [HR Bukhari].

Maka oleh itu, janganlah kita mencampur adukkan yang haq dan batil semata-mata kerana tujuan maslahat, yang diukur berdasarkan aqal kita atau aqal manusia lain. Maslahat hanyalah apa yang dikatakan sebagai maslahat oleh Allah. Dengan kata lain, kemaslahatan ini bukanlah ditentukan oleh manusia sebaliknya ia ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Zat yang Maha Mengetahui yang manakah maslahat untuk hamba-hambaNya. Contohnya, walaupun manusia membenci peperangan kerana (pada pendapat manusia) ia tidak akan mendatangkan maslahat sedikitpun, tetapi ini adalah hukum Allah ke atas umat Islam. Allah-lah satu-satunya Zat Yang Maha Menentukan apakah maksud maslahat dan tugas manusia hanyalah mematuhi perintahNya. Insya Allah, kemaslahatan yang hakiki akan dicapai apabila perintah Allah dipatuhi.

Ukuran Sejahtera Dan Harmoni

Kembali kepada persoalan ‘kesejahteraan dan keharmonian’. Ada yang menganggap bahawa hukum Islam ke atas isu ini langsung tidak membantu dalam mengekalkan ‘kesejahteraan dan keharmonian’ antara kaum di Malaysia dan tidak wajar diberi perhatian. Malah tidak kurang juga yang menganggap bahawa hukum Islam ke atas isu ini boleh merosakkan ‘kesejahteraan dan keharmonian’ sedia ada. Bagi menangani persoalan ini, beberapa perkara yang harus diperhatikan:

Pertama: Keharaman menyambut perayaan orang kafir adalah suatu yang jelas. Sama jelasnya dengan keharaman arak, makan babi, riba dan murtad. Bagi seorang Muslim yang benar-benar mahu menjaga agamanya dan yang takut kepada balasan Allah ke atasnya, keharaman-keharaman ini tidak boleh dikompromi untuk maslahat apa sekalipun. Dan ini merupakan suatu yang seharusnya difahami oleh penganut agama lain. ‘Keharmonian dan kesejahteraan’ hanya akan dapat dikecapi sekiranya umat Islam memahami isu ini dan menjelaskannya kepada penganut agama lain agar menghormati hukum Islam mengenainya. Sebagai contoh, golongan bukan Islam memahami bahawa babi adalah haram ke atas orang Islam dan mereka menghormati hukum Islam dalam hal ini dan tidak pernah timbul soal ketidakharmonian. Begitu juga isu murtad yang sepatutnya tidak akan menjadi suatu ’isu’ pun sekiranya masyarakat bukan Islam memahami dan menghormati hukum Islam mengenai isu tersebut dan tidak mempertikaikannya.

Kesejahteraan dan keharmonian juga akan terealisasi sekiranya kaum bukan Islam memahami dan menghormati hakikat bahawa kaum Muslimin tidak boleh menyertai atau mengucap selamat bagi perayaan keagamaan mereka. Hal ini tidak bermakna kita ingin bermusuh dengan mereka atau ingin mewujudkan keadaan yang hura-hara. Keadaan ini sama sebagaimana mereka harus memahami dan menghormati hukum Islam bahawa kita tidak boleh berkahwin dengan mereka (kecuali ahli kitab). Apakah dengan ini Islam dikatakan ekstremis? Ini bukan soal ekstremis atau ingin memecahkan perpaduan. Ini adalah perintah Allah. Apa yang menjadi pegangan kita adalah perintah dan larangan Allah atau halal dan haram. Kita sebagai umat Islam wajib menjelaskan kepada orang kafir bahawa segala hukum Allah mestilah dihormati oleh mereka dan tidak boleh dipersoalkan oleh sesiapa pun dan atas alasan apa sekalipun!!!

Kedua: Apakah ‘perpaduan, keharmonian dan kesejahteraan’ hanya akan dapat dicapai dengan meraikan perayaan keagamaan kaum kafir? Dan apakah benar bahawa jika tidak mengucap selamat dan menyertai perayaan tersebut ini akan memecahbelahkan ‘kesatuan dan keharmonian’ yang wujud? Apakah dengan tidak menyambut perayaan keagamaan kaum bukan Islam, bermakna umat Islam menolak ‘keharmonian dan kesejahteraan’ hidup berbilang bangsa dan agama? Adakah belasan atau puluhan tahun yang lepas kita hidup dalam kacau bilau kerana tidak pernah berkongsi raya? Bukankah banyak lagi interaksi yang tidak berkaitan dengan perayaan agama boleh dijadikan asas kepada kehidupan penuh ’keharmonian dan kesejahteraan’? Inilah hasilnya apabila hukum aqal dijadikan panduan, bukannya hukum Allah. Manusia terkeliru dan tersalah di dalam menafsirkan perpaduan dan keharmonian.

Ketiga: Kemaslahatan, yang termasuk di dalamnya perpaduan, keharmonian dan kesejahteraan antara kaum, dalam bentuk yang hakiki, hanya akan dapat direalisasi sekiranya hukum Allah diterapkan sepenuhnya. Dan dalam aspek ini, hubungan antara kaum Muslimin dan kaum kafir telah digariskan secara menyeluruh dalam Islam. Semua hukum-hakam ini termasuk di dalam hukum bersangkutan dengan Ahlul Zhimmah.

Pemahaman terhadap perkara pertama dan kedua yang telah dibincangkan di atas akan memberikan kepada kita gambaran yang jelas mengenai kekeliruan yang wujud di sekitar hukum kongsi raya dan isu ‘kesejahteraan dan keharmonian’. Ia juga memberikan gambaran tindakan yang seharusnya di ambil agar penyelesaian ‘jangka pendek’ terhadap isu ini dapat diperolehi supaya masalah ini tidak lagi berulang di masa-masa akan datang. Perkara ketiga, yang merupakan perkara yang wajib kita ambil sepenuhnya, adalah penyelesaian hakiki terhadap masalah ini melalui penerapan hukum Ahlul Zhimmah secara menyeluruh yang pasti akan membawa kesejahteraan yang sebenar-benarnya.

Hukum Mengenai Ahlul Zhimmah

Daulah Khilafah Islamiyyah secara berkesinambungan telah memerintah selama lebih 1300 tahun dan wilayah kekuasaannya meliputi hampir dua pertiga dunia. Dalam perjalanannya yang cukup lama ini, Islam telah diterima oleh pelbagai kaum dan keadilannya telah dikecapi oleh pelbagai bangsa di dunia ini. Rahsia kejayaan Islam dalam mengembangkan sayapnya ini terletak pada aqidahnya yang benar dan bertepatan dengan fitrah manusia. Kemurnian aqidah Islam mudah diterima oleh pelbagai bangsa. Setelah menganut Islam, mereka bukan setakat meyakini, malah menjadi pengembang aqidah dan Deen ini. Bagi yang kekal dalam kekafiran, mereka membayar jizyah, sebagai ketundukan mereka kepada Daulah Islam dan mereka mengecapi keadilan Islam sebagai warganegara Daulah. Mereka ini digelar sebagai Ahlul Zhimmah atau kadangkala disebut sebagai kafir zhimmi. Asal katanya adalah azh-zhimmah yang bererti al-‘ahd atau perjanjian. Islam telah banyak menjelaskan tentang hukum Ahlul Zhimmah. Bahkan ada ulama yang menulis kitab khusus mengenai hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan Ahlul Zhimmah. Misalnya Ibn Qayyim al-Jawziyah yang menulis kitab Ahkam Ahlul Zhimmah. Hukum-hukum yang bersangkutan dengan Ahlul Zhimmah merupakan suatu subjek yang luas. Namun di sini kami ketengahkan beberapa hukum utama mengenainya:

(a) Ahlul Zhimmah tidak boleh dipaksa masuk Islam. Rasulullah pernah menulis surat untuk penduduk Yemen, “Siapa sahaja yang beragama Yahudi atau Nasrani, dia tidak boleh dipaksa meninggalkannya dan wajib atasnya jizyah” [HR Abu Ubaid]. Hukum ini berlaku untuk golongan kafir secara umumnya, termasuk yang beragama Hindu, Buddha mahupun Majusi. Mereka bebas menganut aqidah mereka dan menjalankan ibadah menurut keyakinan mereka.

(b) Ahlul Zhimmah wajib membayar jizyah kepada Daulah. Jizyah dipungut dari Ahlul Zhimmah lelaki, baligh dan mampu; Abu Ubaid radhiAllahu ‘anhu meriwayatkan bahawa Khalifah Umar al-Khattab pernah mengirim surat kepada Amir al-Ajnad bahawa jizyah tidak diwajibkan ke atas perempuan, anak-anak dan mereka yang belum baligh. Bagi yang tidak mampu kerana cacat atau tua, Baitul Mal akan membantu pembayaran jizyah mereka. Pada saat pembayaran jizyah, Negara wajib melakukannya secara baik dan tidak boleh disertai penyiksaan atau kekerasan.

(c) Dibolehkan bagi kaum Muslimin memakan sembelihan dan bagi seorang Muslim untuk menikahi wanita Ahlul Zhimmah jika mereka adalah ahlul-kitab iaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ini adalah berdasarkan firman Allah, “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan al-Kitab halal bagimu dan makanan (sembelihan) kamu halal bagi mereka. Demikian pula wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu” [TMQ al-Maidah(5):5]. Namun begitu, jika Ahlul Zhimmah bukannya ahlul kitab, maka sembelihan dan wanita mereka adalah haram bagi seorang Muslim. Sebagai tambahan, adalah haram bagi seorang Muslimah untuk menikahi seorang lelaki ahlul kitab.

(d) Boleh dilakukan muamalah antara kaum Muslimin dengan Ahlul Zhimmah dalam berbagai bentuknya. Ini termasuklah jual beli, sewa menyewa, persyarikatan, pajak gadai dan sebagainya. Rasulullah pernah melakukan muamalah dengan kaum Yahudi di Khaibar di mana kaum Yahudi itu mendapatkan separuh dari hasil kurmanya. Cuma yang perlu diperhatikan di sini adalah bahawa setiap jenis muamalah ini mestilah menurut hukum Islam, bukannya hukum kufur.

(e) Ahlul Zhimmah adalah rakyat Daulah Islamiyyah. Mereka mendapatkan hak sebagaimana rakyat lainnya yang Muslim. Mereka mendapat hak perlindungan, pendidikan, keamanan, kesihatan dan diperlakukan secara baik dalam segala bentuk muamalah. Dilarang menyakiti Ahlu Zhimmah. Kedudukan mereka sama di hadapan penguasa dan hakim. Tidak boleh wujud sebarang perbezaan apa pun antara mereka dengan rakyat yang Muslim, kecuali dalam hal yang telah dijelaskan syara’. Negara Islam wajib berlaku adil kepada mereka sepertimana ia berlaku adil kepada rakyatnya yang Muslim.

Wahai kaum Muslimin! Hukum-hakam ini telah direalisasikan selama 13 abad dan selama itu, kesejahteraan dan keharmonian hakiki telah dikecapi oleh kaum Muslimin dan kafir zhimmi. Pelbagai peristiwa di dalam sejarah telah membuktikan hakikat ini. Ketika kaum Salibiyyin Nasrani ingin menghancurkan kaum Muslimin, mereka mengharapkan dua perkara yang membantu mereka. Salah satu darinya adalah harapan bahawa golongan Nasrani yang tinggal di dalam Daulah akan membantu mereka menghancurkan kaum Muslimin. Namun apa yang berlaku adalah amat memeranjatkan mereka. Golongan Nasrani (yang ada di dalam Daulah) telah bersama-sama dengan kaum Muslimin menentang kaum Salibiyyin. Bagi golongan Nasrani ini, mereka menganggap bahawa Daulah ini adalah tanah tumpah darah mereka, mereka hidup bersama-sama kaum Muslimin dengan kesejahteraan dan keadilan Islam. Mereka yakin hanya Islam sahajalah yang dapat menjamin hak-hak mereka dan mereka benar-benar hidup harmoni bersama kaum Muslimin di bawah naungan Islam. Dalam konteks ini, al-Qurafi menyebut:

‘Adalah wajib bagi kaum Muslimin untuk melayan golongan zhimmi dengan kelembutan, membantu golongan fakir antara mereka, memberi makan bagi yang lapar antara mereka, memberi pakaian bagi yang tidak berpakaian antara mereka dan menyeru mereka dengan kata-kata yang baik. Kaum Muslimin juga harus sama-sama menanggung penderitaan jiran ahlul zhimmah mereka, meskipun sekiranya penderitaan itu berjaya diatasi; ini adalah sebahagian dari sifat pengasih yang perlu ada, bukan kerana mengagungkan mereka. Kaum Muslimin juga haruslah memberikan nasihat yang baik dalam setiap urusan kepada mereka, menghalang sesiapapun yang cuba mencederakan mereka serta menjaga harta benda, keluarga dan kemuliaan mereka. Pertahankan juga segala hak mereka dan layanilah mereka dengan penuh kemuliaan dan akhlak yang mulia’ [Daulah Islamiyyah, Taqiyuddin An-Nabhani].

Wahai kaum Muslimin! Inilah layanan yang dijanjikan Daulah Islam kepada golongan kafir zhimmi. Banyak lagi catatan-catatan sejarah yang membuktikan kemaslahatan hakiki yang dinikmati oleh orang kafir yang hidup di dalam Daulah Khilafah, termasuklah yang ditulis oleh orang kafir itu sendiri, terutamanya para orientalis. Penerapan kaffah Islam oleh Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya benar-benar telah membawa rahmat, keharmonian dan kesejahteraan kepada umat manusia sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah rahmat yang datang dari Zat Yang Mencipta manusia, alam dan kehidupan. Pencipta yang sepatutnya dan sewajibnya disembah oleh semua manusia. Barangsiapa yang menyekutukanNya, maka nerakalah tempat kembali yang paling sesuai untuknya. Rahmat yang telah hilang sejak runtuhnya Daulah Khilafah ini Insya Allah, akan kembali diturunkan olehNya, apabila Khilafah memerintah dunia sekali lagi dan menerapkan segala hukum-hakamNya. Di ketika dan saat itu, manusia akan berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah dan meninggalkan segala kekufuran. Semoga Allah menyegerakan kembalinya hari tersebut kepada kita.

Amin ya Rabbal ’alamin.

Anonymous said...

Mengucap tahniah kepada kaum bukan Islam sempena hari-hari kebesaran agama mereka seperti hari Krismas, Deepavali, Thaipusam dan sebagainya, termasuk antara masalah furu' (cabang) dalam akidah Islam yang diperselisihkan antara ulama pada zaman ini.

Perselisihan pendapat antara ulama mengenai hukum itu, pada hemat saya berpunca daripada tasawwur yang kurang jelas terhadap maksud ucapan selamat hari-hari kebesaran kaum Islam yang dikemukakan itu. Jika maksud pengucapan itu adalah ikut serta berhari raya, merelai kekufuran kaum bukan Islam dan berkasih sayang dengan mereka atas nama agama, maka sememangnya haram dan sama sekali tidak boleh dilakukan.

Jika maksud ucapan selamat hari-hari kebesaran kaum bukan Islam itu tidak lebih daripada hanya ikut bercuti pada hari itu, membalas ucapan selamat Hari Raya yang diucapkan terdahulu, atau hanya memperlihatkan rasa senang hati dengan kegembiraan mereka berhari raya, maka saya kira pengucapan seumpama ini tidak termasuk dalam hal-hal akidah yang sekali gus menunjukkan rela hati terhadap agama dan kepercayaan mereka.

Meneliti beberapa fatwa yang dipamerkan melalui laman-laman web, seperti Islam-Online.net, Islam.qa.net. Islamweb dan lain-lain, saya dapati beberapa ulama terkemuka di dunia Islam kini turut memfatwakan hukum merayakan hari-hari kebesaran kaum-kaum bukan Islam. Antara mereka yang mengeluarkan fatwa dan pendapat ialah:

1. Muhammad Saleh al-Munajjid, seorang ulama dan ahli majlis fatwa kerajaan Arab Saudi. Beliau berpendapat hukum mengucap tahniah kepada bukan Islam pada hari-hari kebesaran mereka seperti hari Krismas dan sebagainya adalah haram dan bertentangan asas-asas akidah Islam. Alasan beliau ialah:

Pertama: Hari perayaan agama kaum bukan Islam pada hakikatnya adalah syiar agama mereka. Umat Islam disuruh supaya tidak meniru syiar dan budaya kaum bukan Islam. Dalam sebuah hadis Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:
Barang siapa meniru syiar sesuatu kaum (bukan Islam), maka ia daripadagolongan mereka - (riwayat Abu Dawud bilangan 4031. Musnad Ahmad Ibn Hanbal, bilangan 5093).

Kedua: Dalam suatu kaedah, ulama Islam telah mengambil ketetapan iaitu merelai kekufuran adalah kufur. Ikut serta berhari raya dengan kaum bukan Islam, serta mengucap tahniah dan selamat Hari Raya kepada mereka, adalah antara tanda kerelaan hati terhadap kekufuran seseorang. Islam menolak
sekeras-kerasnya sikap itu.

Ketiga: Umat Islam dikehendaki bersikap benci terhadap kaum bukan Islam. Mereka wajib mencintai hanya kepada orang mukmin. Sikap ini disebutkan dalam salah satu judul Sahih al-Bukhari iaitu al-Hub fi'llah wa al-bughd fi'llah min al-iman (antara ciri iman ialah cinta dan benci kepada Allah). Inilah juga sikap yang wajib diteladani pada nabi Muhammad s.a.w., iaitu berkeras dengan bukan Islam dan berkasih sayang sesama mukmin (surah al-Fatah: ayat 29).

Sebagai kesimpulan, mengucap tahniah kepada kaum bukan Islam pada hari-hari kebesaran mereka adalah suatu bentuk kasih sayang dan merelai kekufuran mereka. Keadaannya sama dengan merelai berlakunya kejadian-kejadian maksiat dan dosa-dosa seperti zina, minum arak dan sebagainya.

Saya berminat memberi dua komen kepada pandangan Syeikh al-Munajjid ini, iaitu:

a. Pendapat beliau tidak membezakan antara jenis kafir, sama ada musyrikatau ahli kitab, kafir yang memusuhi Islam dan yang tidak memusuhinya, sedangkan al-Quran membezakan antara jenis-jenis kafir itu, lalu al-Quran membenarkan umat Islam berbuat baik terhadap kafir yang tidak memusuhi Islam dan memberi sedikit keistimewaan kepada kafir ahli kitab seperti harus kahwin dengan wanita mereka dan makan haiwan sembelihannya.

Hubungan dua hala

Khusus bagi kaum kafir yang tidak memusuhi Islam, Allah mengharuskan berbuat baik kepada mereka, iaitu dalam surah al-Mumtahanah, ayat 8 yang bermaksud:
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu dan tidak mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu.

Tentang ahli kitab pula Allah berfirman dalam surah al-Ma'idah, ayat 5 yang bermaksud: Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi kitab itu adalah halal bagi kamu, dan makanan (sembelihan) kamu adalah halal bagi mereka.

Ayat ini menunjukkan adanya hubungan dua hala antara kafir ahli kitab dengan umat Islam dan juga dengan kafir yang setia kepada kerajaan Islam.

b. Fatwa beliau tidak mengecualikan juga hubungan kemanusiaan, sedangkan bidang-bidang kemanusiaan kita tidak dilarang mengadakan hubungan baik. Hubungan yang langsung terputus dengan sendirinya tidak memberi laluan kepada pendakwah untuk menyatakan kebaikan Islam kepada mereka, sedangkan agama ini adalah agama dakwah, agama damai dan selamat. Perang hanya berlaku apabila dakwah ditolak, jalan-jalan damai tidak wujud lagi kepada pendakwah.

Saya berpendapat, pandangan Syeikh al-Munajjid ini agak sehala dan sedikit keterlaluan, kerana tidak mengecualikan kafir yang tidak memusuhi Islam dan yang setia patuh kepada pemerintahannya. Fatwa beliau juga tidak membezakan antara amalan Hari Raya kaum bukan Islam yang ada hubungan dengan akidah dan yang tiada hubungan dengan akidah.

Memang jelas haram bagi umat Islam menyertai Hari Raya kaum bukan Islam, seperti memasang lampu warna-warni di keliling rumah, menghias rumah dengan pokok Krismas, menyertai perarakan Hari Deepavali dan lain-lain, kerana amalan ini ada hubungan terus dengan akidah. Tetapi jika mereka menghulur
makanan pada hari itu dan kita terimanya dengan baik hati, serta mengucapkan terima kasih kerana hadiah yang diberi mereka, saya kira ia tidak ada kena-mengena dengan akidah, bahkan harus kita terima hadiah dan makanan halal yang mereka beri.

Demikian juga jika pada hari-hari kebesaran itu merupakan hari kelepasan am, semua pejabat dan kakitangan kerajaan diberi cuti, termasuk kakitangan beragama Islam. Saya tidak fikir jika kita bersuka ria kerana bercuti pada hari itu, maka kita boleh dianggap turut membesarkan syiar agama dan budaya kaum bukan Islam.

2. Dr. Yusuf al-Qaradawi pula berpendapat: Jika kaum bukan Islam memulakan ucapan selamat Hari Raya mereka kepada kita, maka kita juga harus membalas ucapan yang serupa kepada mereka, kerana ini tidak lebih daripada hanya mewujudkan rasa simpati antara satu sama lain. Ia tidak bermakna bahawa kita
telah merelakan agama dan kepercayaan terhadap Isa Maryam sebagai Tuhan dan lain-lain pemujaan.

Al-Qaradawi memberi beberapa alasan, antaranya: Islam tidak melarang kita berbuat baik terhadap ahli kitab yang tidak bermusuh dengan kita. Kita harus berbuat baik kepada mereka, sebagaimana mereka berbuat baik kepada kita. Ayat 8 dalam surah al-Mumtahanah yang dikemukakan terdahulu dijadikan hujah.

Menurut al-Qaradawi lagi, bidang-bidang kerjasama antara Islam dan bukan Islam seperti bidang teknikal, ketukangan dan lain-lain masih terbuka. Bahkan Nabi s.a.w. pernah menggunakan kepakaran seorang Yahudi bernama Abdullah Ibn Urayqit sebagai penunjuk jalan ketika baginda berhijrah ke
Madinah.

Peranan Abdullah ini sangat besar, ada kemungkinan jika dia berniat jahat pada ketika itu, kesannya boleh menggagalkan strategi hijrah atau jika dia mengambil kesempatan menipu, maka sudah pasti kesannya sangat buruk kepada Islam dan dakwah, namun baginda tetap menggunakan juga khidmat kepakaran Yahudi yang bukan Islam itu.

Sebagai kesimpulan, Dr. Yusuf al-Qaradawi berpendapat harus bagi kita mengucapkan tahniah dan selamat Hari Raya seperti hari Krismas kepada kaum bukan Islam pada hari-hari kebesaran mereka, kerana Islam tidak menutup hubungan antara dua kaum yang berlainan agama dan kepercayaan ini.

Pendapat al-Qaradawi ini juga saya kira ada sedikit keterlaluan apabila beliau mengharuskan ucapan tahniah kepada kaum bukan Islam sebagai ucapan balas pada hari Krismas dan sebagainya. Ini kerana ucapan tahniah itu pada hakikatnya doa dan mengharapkan Allah memberi kebaikan kepada mereka,
sedangkan ulama sepakat menyatakan haram berdoa kepada kaum bukan Islam sekalipun ia hanya kerana membalas ucapan yang mereka mulakan.

Saya kurang pasti apakah al-Qaradawi mengharuskan juga pengiriman perutusan kad-kad hari Krismas, jika ia hanya kerana membalas kad-kad yang mereka kirimkan, sedangkan dalam kad-kad itu biasanya tertulis kata-kata yang berupa doa selamat, harapan dan cita-cita yang lebih mirip kepada budaya dan syiar agama Kristian.

Setelah mempertimbangkan antara dua fatwa yang dikeluarkan oleh al-Munajjid dan al-Qaradawi di atas, saya lebih suka memilih jalan yang lebih sederhana, iaitu individu kafir yang dengan terang-terang memusuhi Islam dan umatnya, tidak harus diwujudkan sebarang hubungan pada hari-hari perayaan mereka,
sekalipun mereka terdiri daripada ahli kitab.

Sebaliknya kafir yang setia kepada kerajaan Islam, seperti kaum-kaum bukan Islam yang tinggal di Malaysia, jika mereka telah menunjukkan kesetiaan yang baik kepada negara, memberi sumbangan ke arah keharmonian antara kaum serta hormat-menghormati antara kaum, terutamanya dengan masyarakat Islam, maka tiada salahnya kita berkongsi raya dengan mereka dalam hal-hal yang tidak berkaitan akidah dan tidak menyentuh kesucian Islam.

Bagaimanapun, kita tidak harus memandang kecil isu penerapan budaya dan syiar bukan Islam yang begitu mudah menyerap ke dalam masyarakat kita, terutama melalui media elektronik yang sangat digemari oleh anak-anak kita.

Wallahualam.

Dipetik dari :Hukum merayakan perayaan kaum bukan Islam
Oleh : DR. ABDUL HAYEI BIN ABDUL SUKOR
(Akademi Pengajian Islam)

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails