Monday, July 21, 2014

Malahayati, Angkatan Janda Muslimah Aceh Gentarkan Ratu Elizabeth


Malahayati, panglima muslimah yang bikin kecut Ratu Elizabeth
Malahayati. ©wikipedia.com

PEREMPUAN itu berteriak lantang dari atas kapal. Suaranya beradu nyaring dengan gelegar meriam. Tegas. Memberi komando kepada pasukan perempuan di medan perang.

Itulah secuplik kisah tentang Keumala Hayati. Panglima perang Kerajaan Aceh. Dia adalah muslimah pertama di nusantara dan bahkan dunia yang menjadi laksamana di zaman pelayaran moden. Saat sebahagian besar rakyat negeri ini belum memikirkan emansipasi, dia sudah mendobrak batas-batas jantina yang baru dibincangkan kemudian.

Enam abad silam, perempuan yang juga disebut dengan nama Malahayati ini memimpin seribu lebih perempuan. Mereka para janda askar Kerajaan Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru alias Selat Malaka.

Di dalam tubuh Malahayati memang mengalir darah kesatria. Bapanya adalah Laksamana Mahmud Syah, panglima Kerajaan Aceh. Datuknya, Muhammad Said Syah, juga seorang laksamana terkemuka.

Datuk buyutnya, Sultan Salahuddin Syah, memimpin Aceh pada tahun 1530-1539. Sultan Salahuddin merupakan putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pengasas kerajaan Aceh Darussalam.

Malahayati mendapat pendidikan militer selepas dari pesantren. Dia masuk jurusan angkatan laut akademi tentera Kerajaan Aceh, Ma'had Baitul Maqdis. Akademi tentera kenamaan Kerajaan Aceh yang dibina atas sokongan Sultan Selim II, penguasa Turki Utsmaniyah.

Di akademi tentera itu, Malahayati tumbuh sebagai sosok cemerlang. Di situ puladia bertemu dengan kakak angkatan yang kemudian menjadi suaminya. Lulus dari akademi, Malahayati diangkat menjadi Komandan Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sang suami menjadi laksamana.

Namun sayang, suaminya gugur di palagan Selat Melaka ketika melawan Portugis. Setelah suaminya gugur, Malahayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, raja Aceh yang berkuasa dari 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya adalah para janda pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran di Selat Melaka itu.

Gayung bersambut. Saat itu Kerajaan Aceh memang tengah meningkatkan keselamatan kerana gangguan Portugis. Usul membentuk armada dikabulkan, Malahayati diangkat jadi Panglima Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda.

Pasukan itu berpangkalan di Teluk Lamreh Kraung Raya. Benteng Kuto Inong Balee dengan tinggi kira-kira tiga meter dibina. Lengkap dengan meriam. Sisa-sisa istana itu kini masih boleh dilihat di Aceh.

Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya seribu, lama-lama bertambah hingga mencapai dua ribu orang. Armada asing yang melintas di Selat Malaka pun menjadi gentar.

Pada 21 Jun 1599, pasukan ekspedisi dari Belanda yang baru selesai berperang dengan Kesultanan Banten tiba di Aceh. Rombongan yang dipimpin Cornelis dan Frederick de Houtman itu disambut baik. Namun armada asing itu malah menyerbu pelabuhan Aceh.

Kerajaan Aceh melawan. Laskar Inong Balee pimpinan Malahayati jadi tembok hadapan. Pasukan janda itu sangatlah tangguh. Armada Belanda dibanteras. Bahkan pada 11 September, de Houtman tewas di tangan Malahayati. Frederick de Houtman ditawan selama dua tahun.

Tak kapok, Belanda menghantar pasukan pada 21 November 1600 Kali ini di bawah komando Paulus van Caerden. Mereka menjarah dan menenggelamkan kapal-kapal yang penuh rempah-rempah di pantai Aceh.

Jun tahun berikutnya, Malahayati berjaya menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar di pantai Aceh. Selepas pelbagai insiden, Belanda menghantar surat diplomatik dan memohon maaf kepada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.

Tak hanya sebagai laksamana, Malahayati ternyata juga merupakan sosok perunding ulung. Pada Ogos 1601, Malahayati memimpin Aceh untuk berunding dengan dua utusan Maurits van Oranjesent, Laksamana Laurens bicker dan Gerard de Roy. Mereka bersetuju melakukan gencatan senjata. Belanda juga perlu membayar 50 ribu gulden sebagai pampasan penyerbuan yang dilakukan van Caerden.

Sepak terajang Malahayati sampai juga ke telinga Ratu Elizabeth, penguasa Inggeris. Sehingga negeri raksasa itu memilih cara damai saat hendak melintas Selat Malaka. Pada Jun 1602, Ratu Elizabeth memilih mengutus James Lancaster untuk menghantar surat kepada Sultan Aceh untuk membuka jalur pelayaran menuju Jawa.

Malahayati disebut masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Baharu pada Jun 1606. Sejumloah sumber sejarah menyebut Malahayati gugur dalam pertempuran melawan Portugis itu. Dia kemudian dikebumikan di lereng Bukit Bandar Dalam, sebuah kampung nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Kota Kinabalu.

Malahayati sungguh melegenda. Namanya saat ini dipakai untuk jalan, rumah sakit, universiti di Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI Angakatan Laut. Namun sayang, sangat sedikit literatur tentang tokoh sebanyak Malahayati ini. Sehingga tidak diketahui pasti kapan tahun lahir dan meninggalnya. (IH/PKBAM/sumber Dream.co.id)


Lihat sebelum ini..
E-Buku IH-61: P.Kebajikan B/Aceh M'sia
E-Buku IH-61: P.Kebajikan B/Aceh M'sia

No comments:

Post a Comment