Masjid Patimburak berbentuk gereja..CATATAN PERJALANAN: INDO 11 SURABAYA-MEDAN
LIHAT  gambar masjid di atas. Dari jauh,  masjid ini kelihatan  seperti  gereja. Kubahnya mirip gereja-gereja di  Eropah masa lampau. Namun  ada  empat tiang penyanggan di tengah masjid,  menyerupai struktur  bangunan  Jawa. Interior dalamnya pun hampir sama  dengan masjid-masjid di  Pulau  Jawa yang didirikan oleh para wali.
Itulah Masjid  Patimburak  di Papua, tentu jurubina itu sendiri tergolong unik. Masjid  itu kini  masih  berdiri megah di pinggir Teluk Kokas, setengah jam  perjalanan  dengan  perahu bermotor dari dermaga Kokas. Lubang bekas  peluru  sisa-sisa  serbuan pasukan Belanda dulu masih dibiarkan utuh. Apa unik  dan istimewanya?
Pada tahun 1870, Islam dan Kristian sudah   menjadi dua agama yang hidup berdampingan di Papua, walaupun Islam  diyakini  telah ada di Papua jauh sebelum misionaris Nasrani masuk pulau  paling  timur Indonesia itu. Ketika dua agama ini  akhirnya masuk ke  wilayahnya, Raja Wertuer I bernama  kecil Semempe adalah raja waktu itu,  yang masih belum beragama. Tuanku dikatakan tidak mahu rakyanya  berbalah fasal agama.
Maka tuanku raja itu pun membuat suatu sayembara untuk menyelesainya. Misionaris Kristian dan imam Muslim dicabar untuk membuat masjid dan gereja masing-masing di situ. Masjid didirikan di Patumburak, dan gereja didirikan di Bahirkendik. Mana yang siap dulu, ertinya penganutnya sudah tentu majoriti atau mampu membantu pemerintah, maka raja dan rakyat Wetuar dikatakan akan memilih agama itu menjadi anutan mereka beramai-ramai.
“Rupanya, masjid yang siap  dulu."  ujar juru kunci Masjid Patimburak, Ahmad Kuda, sewaktu ditemui  oleh kawan saya yang menzaiarahi Papua baru-baru ini.
"Maka raja dan seluruh rakyatnya pun memeluk Islam. Bahkan Raja bersetuju kemudiannya untuk menjadi imam sembahyang di masjid itu, bahkan dengan pakaian kebesarannya berupa jubah, serban, dan tanda pangkat di bahunya." Jelas juru kunci Ahmad Kuda kepada kawan saya itu lagi.
Kawan saya ini, saya ketemu dia di Surabaya kira-kira sebulan lepas. Dia buru pulang dari berdakwah di Papua. Saya tanya dia mengenai sejarah Islam masuk ke Papua.
"Kapan persisnya Islam  masuk ke Papua memang tak  pernah terekam dengan jelas. Pemerintah  Kabupaten Fakfak pernah  mengadakan beberapa kali seminar membahas  tentang hal ini. Namun  petunjuk hanya mengarah, bahawa pada abad XV Islam  sudah ada di Fakfak,  tetapi kapan tepatnya dienullah itu menerangi warga  Papua, tak ada  catatan pasti!" Jawab kawan saya itu.
"Fakta lain ialah yang  disodorkan oleh Raja Teluk  Patipi XVI yang bernama kecil H Ahmad Iba.  Dari ruang peribadi, rumahnya berdinding papan di sudut kota Fakfak,  Papua Barat, dia  mengeluar dan menunjukkan sebuah buntalan putih besar.  Isinya: delapan manuskrip kuno  berhuruf Arab." Sambungnya.
Katanya  lagi, lima manuskrip berbentuk kitab dengan berbagai  ukuran. Yang  terbesar berukuran sekitar 50 X 40 cm, berupa mushaf  Alquran tulisan  tangan di atas kulit kayu yang dirangkai. Empat lainnya,  salah satunya  bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadis, ilmu tauhid,  dan kumpulan  doa. Ada “tanda tangan” dalam kitab itu, berupa gambar  tapak tangan  dengan jari terbuka.
Sedang tiga kitab berikutnya, dimasukkan ke  dalam buluh bambu dan ditulis di atas daun  koba-koba, pohon asli Papua  yang kini mulai punah. Sekilas, mirip  manuskrip daun lontar yang banyak  dijumpai di berbagai wilayah Indonesia  Timur, jelasnya lagi.
"Lima  manuskrip pertama diyakini masuk ke Papua tahun  1214an, berdasar  cerita turun-temurun. Kitab-kitab itu dibawa oleh  Syekh Iskandarsyah  dari Kerajaan Samudera Pasai di Aceh yang datang  menyertai rombongan  ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk  lewat Mes, ibukota  Kerajaan Teluk Patipi saat itu.
"Kenapa yakin  dengan tahun itu? Aku tanya Raja Teluk  Patipi XVI itu.
"Jawab Raja itu, "Di Mes masa lalu pernah ditemukan gambar tapak tangan yang detilnya mirip dengan gambar yang sama di manuskrip Alquran kuno berangka tahun sama.
"Tapak tangan yang  sama juga dijumpai di  Teluk Etna (Kaimana) dan Merauke. Raja itu mendapat cerita dari kakek  buyutnya, lagi-lagi cerita turun-temurun,  yang menyebut sebuah tsunami  besar pernah menyapu bersih Mes, itu pula  yang membuat ibu kota  kerajaan itu dipindahkan ke Teluk Patipi.
"Dalam  musibah itu,  seluruh harta benda habis, “Termasuk kitab-kitab ajaran  alif lam lam  ha (maksudnya ejaan Allah, ajaran Islam adalah  memerintahkan manusia  menyembah Allah),” ujar Raja itu.
"Namun yang  pasti Islam memang  masuk pertama kali di bahagian barat Papua. Di Fakfak, jumlah Muslim  hampir separuh populasi. Muslim-Kristian selama  berabad-abad hidup  berdampingan secara damai. "Semua agama mengajarkan  kasih sayang dan  perdamaian, sama dengan ajaran nenek moyang kami," ujar  Raja Teluk   Patipi XVI  atau nama kecilnya, H Ahmad Iba.
Akhirnya kawanku itu membuat kesimpulan...
"Saksi bisu sejarah Islam, Masjid Patimburak, hingga kini masih difungsikan sebagai tempat ibadah 36 kepala keluarga dengan 147 jiwa yang tinggal di sekitarnya. "Dulu di sini ramai, tapi satu-satu mereka pergi,” ujar Daud Iba, sekretaris kampung (desa) Patimburak. Saksi sejarah itupun makin tua dan kesepian.
Pada saya uniknya masjid inii ialah kerana hasil usaha penyelesaian dari pertikaian antara dua agama. Satu contoh baik, bagi sebuah kerajaan yang masyarakatnnya majmuk seperti Malaysia. Mungkin banyak lagi manfaat-manfaat lain yang mungkin boleh dicungkil korek dari kisah pertikaian dua agama seperti yang diselesaikan tersebut.
Ibnu Hasyim: Naik beca di Indonesia
Wallahu aklam. 
Ibnu      Hasyim Catatan Perjalanan
alamat        e-mail: ibnuhasyim@gmail.com
18 Jan 2011. KL 
Ikuti siri ini.. 
E-Buku IH-16: 'Dari Surabaya ke Medan & Aceh' ... klik gambar
 
No comments:
Post a Comment