Monday, December 08, 2008

Aidul Adha, Khutbah Hidayat Nur Wahid, Momentum Dekatkan Diri Pada Allah & Sesama…





Ibnu Hasyim
CATATAN SANTAI:

CATATAN Santai kali memuatkan Khutbah Hari Raya Aidul Adha yang dibacakan oleh Dr H.M. Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR (Majelis Permusyuaratan Rakyat) Republik Indonesia, juga mantan Presiden PKS (Parti Keadilan Sejahtera), sebuah parti politik Islam di Indonesia.

Pembacaan tersebut adalah termasuk rangkaian kegiatan Hidayat Nur Wahid dalam rangka Safari Dakwah Calon Pimpinan Nasional yang dilahirkan PKS. Safari Dakwah yang dimulai pada akhir tahun 2008 ini akan dilakukan oleh lapan calon pimpinan nasional ke seluruh Indonesia hingga masa menjelang kempen pilihan raya April 2009 nanti.

Tajuk Khutbah: Idul Adha, Mementom Mendekatkan Diri Kepada Allah Dan Sesama.
Khatib: Dr Hidayat Nur Wahid.

Tempat: Masjid Agung Jatinom, Kecamatan Jatinom, Klaten Jawa Tengah (kampong halaman
beliau).
Tarikh: Isnin Disember 08, 2008 / Khutbah Idul Adha 1429 H

Ya, beginilah khutbahnya…

PADA hari ini seluruh umat Islam di dunia sedang merayakan hari raya Idul Adha 1429 H yang merupakan salah satu bentuk syiar Islam yang paling besar. Hari raya yang merupakan ekspresi syukur kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ (SWT) atas selesainya sebuah jihad jasadi dan rohani yang dilakukan oleh sebagian dari kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah dan Madinah.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Sesungguhnya hari raya bukan hanya aktifitas ritual atau rutinitas religi setiap tahun, namun ia merupakan hari agung yang bermakna besar baik secara hablumminannas (horizontal) atau hablumminallah (vertikal), baik secara individual maupun kolektif, baik spiritual ataupun sosial. Sebab hari raya Idul Adha adalah manifestasi dan realisasi dari dimensi spiritual yang sangat dalam, menyelami perjuangan panjang, pengorbanan dan kesabaran yang dilakukan oleh nabi Ibrahim ’alaihis salam dalam menjalankan perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala, memperjuangkan ketauhidan, merintis generasi terbaik (khairu ummat) yang dibimbing oleh Rasulullah SAW.

Apa yang diperjuangkan oleh nabiyullah Ibrahim AS dalam memerangi kebodohan, kemistikan, kezaliman dan kediktatoran dicatat dalam oleh Al-Qur’an. Beliau tampil menjadi sosok yang terus berkorban untuk menyebarkan risalah Allah dan menghidupkan umat dengan nilai-nilai iman, tauhid dan pengorbanan walau harus dipanggang dalam api yang menyala-nyala. Pengorbanan tersebut tidak berhenti di sini, tetapi lebih jauh lagi abu al-anbiyaa, Ibrahim AS bahkan diperintah Allah agar rela mengorbankan belahan jantungnya, Ismail AS, anak laki-laki yang sangat ia cintai.

Kita tidak bisa bayangkan betapa beratnya perintah tersebut! Hal itu tidak mungkin akan dilakukan oleh seseorang kecuali atas dasar keimanan tinggi, tawakkal yang sempurna, dan ketulusan hati yang dalam sehingga Allah tebus ketaatan dan keikhlasan tersebut dengan seekor domba. Sebuah peristiwa yang kemudian Allah abadikan dengan pujian yang baik bagi generasi berikut dengan berkurban di saat musim haji dan hari raya Idul Adha.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Apa yang terjadi pada diri nabi Ibrahim AS, tentu tidak terjadi secara tidak sengaja dan tanpa desain. Bila kita renungkan secara seksama rangkaian peristiwa yang meliputi nabi Ibrahim dan putranya Ismail AS yang kelak melahirkan Rasulullah SAW di tanah Mekkah, sesungguhnya semuanya telah didesain oleh desainer super (super designer) yaitu Allah SWT.

Sebuah misi dan proyek besar ini diawali dari sejak nabi Ibrahim meninggalkan negeri Irak yang terkenal subur, menuju Hijaz/Jazirah Arab yang gersang dan tandus sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur’an : ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim : 37).

Apa yang terjadi di atas, sesungguhnya menegaskan adanya proyek dan kontrak besar yang terjadi antara Allah dan nabi Ibrahim AS. Dan sebagai bagian dari hal tersebut—dengan kekuasaan Allah—di hari tua nabi agung ini mendapatkan keturunan yaitu Ismail dan Ishak yang ia doakan agar senantiasa melahirkan keturunan yang selalu mendirikan shalat. Doa ini kemudian direspon Allah dengan kelahiran nabi Isa AS dan khatamu al-nabiyyin, Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam yang menyempurnakan ajaran anbiya sebelumnya.

Sekali lagi, proses penempatan nabi Ibrahim di Mekkah dengan mendirikan Ka’bah, melahirkan nabi Ismail kemudian nabi Muhammad SAW merupakan skenario besar dan desain agung yang diinginkan oleh-Nya agar lahir kemudian masyarakat yang dijuluki oleh Al-Qur’an sebagai khairu ummat (sebaik-baik umat) yaitu umat Islam. Skenario dan desain yang diinginkan oleh Allah ini kemudian diabadikan dan disimbolisasikan dalam praktek yang diteladankan oleh Rasulullah SAW dan diikuti oleh umatnya dari dahulu, sekarang dan di masa mendatang dalam prosesi ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekkah-Madinah.

Maka lantunan seruan yang menggema di tanah suci adalah kata-kata ’labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka...! (Di sini aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, saya berada di sini...tiada sekutu bagi-Mu ya Allah) sesungguhnya adalah ikrar dan proklamasi kesiapan masing-masing jama’ah haji untuk menghadirkan kembali kontrak Ilahi antara nabi Ibrahim dan Allah tersebut dalam mega proyek yang disiapkan oleh Rabbu al-Izzah untuk selalu melahirkan generasi-generasi imani dan Qur’ani.

Di sinilah substansi esensial dari prosesi haji sesungguhnya yang harus dimaknai baik oleh mereka yang menjalankannya atau bagi umat yang merayakan hari raya Idul Adha di negeri masing-masing. Ikrar individual yang dilakukan oleh jemaah haji untuk selalu siap mengagungkan asma’Allah, siap mengulangi sikap taat, ikhlas, tawakkal dan ber-taqarrub kepada-Nya seperti yang dilakukan oleh nabi Ibrahim, hendaknya juga dapat dihadirkan oleh setiap individu Muslim di manapun mereka berada. Sebab tanpa dapat memaknai hari raya ini dengan hal demikian, sesungguhnya kita telah kehilangan substansi esensial dari Idul Adha.

Dengan Idul Adhla, Allah melatih dan menempa umatnya agar senantiasa berkemauan tinggi, berkorban dan bersabar dalam mendekatkan diri kepada Allah dan sesama manusia, karena hanya dengan yang demikian umat ini dapat menapaki tangga menuju kejayaan dan kegemilangan. Semua ini tidak dapat dihadirkan secara mudah, tetapi membutuhkan penempaan diri, pelatihan kejiwaan agar amalan yang berat dapat menjadi ringan.

Hal demikian yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW kepada bangsa Arab sehingga mereka berbondong-bondong masuk Islam yang tampil sebagai agama yang membebaskan manusia dari berbagai belenggu sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Dengan didasari oleh prinsip-prinsip Al-Qur’an, Rasulullah berhasil menghadirkan umat yang bekerja keras, rasional, peduli, jujur, komitmen, amanah, mementingkan orang lain dan cinta damai. Kondisi ini kemudian berhasil memelejitkan bangsa Arab pada zaman dahulu yang dicatat oleh sejarah sebagai pemimpin dunia ilmu pengetahuan dan peradaban. Ilmu pengetahuan dan peradaban yang dibangun di atas dasar persaudaraan, kebebasan dan keadilan.

Oleh karenanya, umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji atau yang sedang merayakan Idul Adha, seyogyanya dapat menyelami makna dari misi dan proyek besar Allah di atas serta mengkaji lebih dalam lagi tentang kontrak agung antara Allah dan nabiyullah Ibrahim dalam menghadirkan khairu ummat. Kita diharuskan untuk terus menerus menebar kebaikan, berjuang memerangi kebodohan, kemiskinan, kezaliman dan kediktatoran serta menebar peduli, empati, berbagi, terus mendekatkan kepada Allah dan mendekatkan diri antar sesama manusia sebagaimana diteladankan oleh nabi Ibrahim dan nabi Muhammad SAW selama hidup mereka.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Masing-masing kita terus melantunkan takbir, tahmid, dan tahlil dari sejak tadi malam. Lantunan takbir, tahmid, dan tahlil yang merupakan manifestasi dari rasa syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat yang kita dapati. Takbir, tahmid, dan tahlil ini sesungguhnya punya spektrum makna yang sangat luas sekali. Oleh karenanya ketika kita pergi ke tempat shalat Ied dan pulang darinya hendaklah dilakukan dari jalan yang berbeda agar gaung takbir, tahmid dan tahlil tersebut dapat didengar oleh seluruh semesta. Oleh karenanya seorang yang tergolong kaya akan sejenak melupakan ketergantungan dan keterbelengguan dengan harta, merendahkan hati menyongsong kebenaran dan keagungan Allah karena menyadaari bahwa seluruh orang yang ada di sekitarnya adalah saudara.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Hari raya secara sosiologis juga memberi ruang yang lebar kepada anak-anak untuk bersenang gembira, memfasilitasi kaum dhu’afa agar meraih kemudahan dan kelapangan, hari di mana para kerabat dan keluarga dapat bertemu dalam ikatan persaudaraan, empati dan kebajikan, hari di mana kaum Muslimin dipertemukan dalam toleransi dan saling kunjung mengunjungi berbagi cerita sukses, hari di mana para sahabat dapat memperbaharui rajutan cinta dan kedekatan, di hari di mana para tetangga dapat memperbaharui kedekatan relasi dan kerjasama karena mereka adalah saudara kita yang paling dekat.

Pada hari ini, masyarakat diingatkan dan ditraining untuk peduli terhadap haknya para dhu’afa dan kaum papa. Dengan demikian, membentanglah spektrum keceriaan di hari raya ini ke seluruh anak bangsa dan kenikmatannya dapat membanjiri setiap rumah tangga yang ada. Dan keceriaan akan menembus seluruh relung-relung hati masyarakat, baik anak atau orang tua, muda atau tua, wanita atau laki, karyawan atau majikan dan lain-lain.

Pada hari ini, kemuliaan dan keikhlasan hati untuk berkurban tumbuh bersemi dan diharapkan tidak berhenti di sini tetapi dapat berkembang dan berlanjut hingga di masa mendatang. Dengan demikian, sikap ikhlas beramal, berkurban dan berbagi dengan hati ikhlas yang penuh dengan cinta kasih dapat menghiasi kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bahkan berkonstitusi di tengah kondisi bangsa dewasa ini. Semua ini merupakan wujud nyata dari proyek besar Allah yang diawali oleh nabi Ibrahim dan disempurnakan oleh Rasulullah dengan menghadirkan ’rahmatan li al-alamin’ Islam ke seluruh bumi.”

Demikian khutbah beliau. Sekian, sama-sama kita manfaatkan. Wassalam.

Catatan santai: Ibnu Hasyim
(e-mail:
ibnuhasyim@gmail.com)
Disember8, 08. KL

No comments:

Post a Comment