Wednesday, July 02, 2008

Pengajaran Dari Pulau Simardan


Ibnu Hasyim: Catatan Perjalanan

"SIAPA yang menjaminmu hidup sampai waktu zohor?" Terlontar pertanyaan itu dari mulut seorang pemuda kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tokoh pemimpin bergelar 'Khulafa Ur-Rasyidin Ke 5' itu? 

Tersentak khalifah yang terkenal keadilan itu seketika, kerana sebelum itu beliau baru hendak merebahkan diri berihat setelah selesai menguburkan jenazah khalifah sebelumnya, iaitu Sulaiman bin Malik. Baru beliau hendak berihat, tiba-tiba seorang pemuda berumur 17 tahun menghampirinya dan bertanya,,

"Apa yang engkau nak buat ya Amirul Mukminin?"

"Biarlah aku tidur sekejap. Aku sangat penat dan letih, hampir tak ada tenaga yang tinggal lagi!" Jawab Umar Abdul Aziz.

"Engkau nak tidur sebelum kembalikan barang yang diambil secara paksa dari pemiliknya wahai Amirul Mukminin??" Pemuda itu tidak puas hati.

"Nanti sampai waktu zohor, aku dan yang lain-lain akan kembalikan barangan tersebut kepada pemiliknya!" Balas Umar.

Jawapan inilah yang menimbulkan pertanyaan pemuda itu seperti di atas. Pemuda itu bernama Abdul Malik, adalah anak beliau sendiri.

Cerita itu dipetik dari risalah berjodol 'Hizbul Adalah' yang tersebar pada hari Jumaat lepas di masjid Tanjung Balai terbitan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indonesia. Antara komen risalah tersebut...

{ Kalau saja hari ini sejarah itu terulang, betapa bahagianya kita menjadi rakyat dari pemimpin seperti mereka. Kita mendapati isteri dan anak-anak sang pemimpin menjadi pembantunya untuk taat kepada Allah. Isteri dan anak-anaknya menjadi pengawas melekat dari harta, dari mana datangnya. Anak-anak akan berkata, 

"Ayah, kami lebih tahan lapar di dunia daripada panasnya api neraka. Jangan kita makan, jangan kita simpan yang bukan dari hak kita!"

Adakah (ada) anak yang seperti ini? Jawapan kita mustahil, dan kalaupun ada paling satu dua. Hari ini, berapa banyak anak-anak yang mencelakakan orang tua. Tidak bisa disalahkan salah satu pihak sahaja. Karena kata Rasul, " anak itu lahir dalam keadaan fitrah (seperti kain putih), orangtuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi atau Majusi."

Jangan salahkan anak, karena mereka mencuri, karena ayahnya ajarkan cara untuk korupsi. Jangan salahkan anak ketika mempergunakan jabatan orangtua untuk memperkaya dirinya sendiri, karena ayahnya mengajarkan hal itu semenjak kecilnya. Jangan salahkan anak, karena dia hanya peniru dari orangtuanya. Jangan salahkan anak tidak punya perasaan persaudaraan, karena kalian sering ajarkan cara bermusuhan. Apakah catatan sejarah indah ini akan terulang lagi? }

Demikian sedutannya.

Di Tanjung Balai, ada sebuah kisah dan cerita tentang legenda anak derhaka. Seperti juga cerita Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu. Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas. Di Thailand ada cerita Pulau Jelapi, juga hasil sumpahan anak derhaka dari orang tuanya, yang pernah dikasetkan oleh penyanyi dikir barat Mat Yeh anak Pattani. Seperti juga cerita Si Tanggang di Malaysia yang telah dibuku dan difilemkan.

Kisah di kota Tanjung Balai ini, akibat derhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan. Berbagai cerita masyarakat mengenainya, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, mengadu nasib dan mencari peruntungan. 

Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui khabarnya, maka pada suatu hari ibunya yang tua renta itu mendengar berita dari masyarakatnya tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya. Anak yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. 

Betapa bahagia bila anaknya telah kembali. Ibu Simardan lalu pergi menyusur ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu mejumpai Simardan sedang berjalan bersama seorang wanita cantik dan kaya raya. Dia terus memeluk erat tubuh anaknya dengan gembira, dan mengakui, Simardan itu adalah anaknya. Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, rupanya telah ditepis oleh Simardan. 

Bahkan, dengan tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya hingga terjatuh. Walaupun isterinya meminta Simardan untuk mengakui wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak berubah. Simardan mengusir ibunya dengan mengatakan pengemis.

"Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan Lingkungan IV Kota Tanjung Balai..." kata tokoh masyarakat di Pulau Simardan, H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjung Balai.

Tanjung Balai, terletak di 20.58 LU (Lintang Utara) dan 0.3 meter dari permukaan laut. Sedangkan luasnya sekitar 6,05,90 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 144,979 jiwa (sensus 2003). Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjung Balai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjung Balai atau sekitar daerah Tapanuli.

Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota Tanjung Balai. 

“Daerah asal Simardan bukan Tanjung Balai, melainkan di hulu Tanjungbalai, iaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.

Ada lagi yang menarik dari berbagai cerita atau kisah tentang legenda anak derhaka itu. Biasanya anak yang derhaka dikatakan pergi merantau untuk mencari pekerjaan, dengan tujuan merubah nasib keluarga. Berbeza dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Abdul Hamid Marpaung.

“Simardan bermimpi lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan menemui berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung lagi. 

Kemudian, Simardan merancang menjual harta karun yang ditemui itu, dan Tanjung Balai merupakan daerah yang ditujunya. Kerana, jelas Marpaung, di situ berdirinya sebuah kerajaan yang besar dan kaya. Tetapi setibanya di Tanjung Balai, kerajaan tersebut tidak mampu membayar harta karun temuan Simardan itu, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia.

“Salah satu kerajaan itu, di Pulau Pinang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting puteri kerajaan itu,” ungkap Marpaung lagi. 

Tetapi menurut H.Daem, tujuan Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Setelah beberapa tahun di Malaysia, Simardan akhirnya berhasil menjadi orang kaya dan menyunting puteri bangsawan sebagai isterinya. Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan akhirnya kembali ke Tanjung Balai bersama isterinya. Kedatangannya ke Tanjung Balai, menurut Daem, untuk berdagang sekaligus mencari bahan-bahan keperluan. 

Menurut Marpaung lagi, Simardan datang ke Tanjung Balai kerana tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran orang tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjung Balai. Lebih lanjut dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di Tanjung Balai disampaikan masyarakat kepada ibunya.

"Gembira anak semata wayangnya kembali ke tanah air, sang ibu lalu mempersiapkan berbagai hidangan, berupa makanan khas keyakinan mereka yang belum mengenal agama. Hidangan yang disiapkan ibunya adalah makanan yang diharamkan dalam agama Islam." tutur Marpaung.

Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjung Balai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjung Balai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya. Simardan membantah atau tidak mengakui bahawa orang tua tersebut adalah wanita yang telah melahirnya. Hal itu dilakukan Simardan, jelas Marpaung, kerana dia malu kepada isterinya takut diketahui ibunya belum mengenal agama (Sebenarnya perlakuan begitu bukanlan dari ajaran Islam yan betul). 

“Makanan yang dibawa ibunya adalah bukti bahawa keyakinan mereka berbeda.”

Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan adalah kerana malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”

Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sambil memegang payudaranya. “Kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang diucapkan ibu Simardan. 

Selesai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.

Para pelayan dan isterinya berubah menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap derhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. 

“Sekitar 40 tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. "Namun, akibat bertambahnya populasi manusia di Tanjung Balai khususnya di Pulau Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi."

Di samping itu, sekitar tahun 50an masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung.

“Benar tidaknya legenda Simardan, tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahawa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”

Dari dua cerita di atas, dapat dibuat kesimpulan bahawa derhaka kepada dua ibubapa adalah dilarang oleh agama dan kemanusiaan... Kalau berlaku penderhakaan kepada ibubapa dan Allah SWT juga Rasul SAW, maka siasatlah!! 

Di situlah perlu bimbingan tarbiah dari jamaah atau parti Islam yang juga melibatkan ibubapa kepada anak-anak itu sendiri. Itu tugas yang wajib disertai atau diharungi sebagai manusia dan Muslimin..

Sekian Wallahu 'aklam.

...dari
Ibnu Hasyim
Pulau Simardan Tanjung Balai.

Lihat ..
E-Buku IH-8: 'Medan-Tanjung Balai'
E-Buku IH-8: 'Medan-Tanjung Balai'

Monday, June 30, 2008

Rakyat Indonesia Sudah Beri Peluang Islam Memerintah?


Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan

LEPAS sembahyang subuh di Masjid Saksi pekan Tanjung Balai, yang tidak sampai satu saf makmum di belakang imam, saya terjumpa satu risalah berjodol 'Hizbul 'Adalah' . Buletin Menuju Kasalehan Pribadi dan Ummat- Edisi:VI 1428 H "Berlaku adillah, kerana adil itu lebih dekat kepada takwa..." (QS 5:8).

Risalah cetakan photostat itu baki yang tersebar pada hari Jumaat se hari sebelumnya. antara isinya mengulas tentang isu semasa setempat seperti kanaikan bahan bakar (BBM), Tanjung Balai mendapat perhargaan Adipura kota terbersih, sikap jujur yang ada kaitan dengan rasuah dan lain-lain dari sudut Islam. Dibawahnya tertera lambang PKS, yakni diterbitkan oleh PKS Tanjung Balai.

PKS adalah Partai Keadilan Sejahtera (PK-Sejahtera) merupakan pelanjut perjuangan Partai Keadilan (PK) yang dalam pemilu 1999 lalu meraih 1.4 juta suara (7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Propinsi dan 163 kursi DPRD Kota/Kabupaten). PK-Sejahtera percaya bahawa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualiti baik secara moral, intelektual, dan profesional.

Kerana itu, PK-Sejahtera sangat menambil berat ke arah wujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera. Inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktiviti parti, dari sebuah entiti yang belum dikenal hingga dikenal dan terkenal sampai saat ini. Parti yang menduduki peringkat 7 dalam pemilu 1999 itu ditubuhkan pada 20 Julai 1998 di Jakarta, hasil dari konferensi pers di Aula Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru.

PK menolak pemberlakuan asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Hal itu dinyatakan Presiden PK Dr Ir Nurmahmudi Ismail dalam pidato politik peresmian DPW PK DIY. Pada Pemilu (Pilihan Raya Umum Indonesia) 19 Februari 1999 KH Didien Hafidhudin ditetapkan sebagai Calon Presiden RI (Republik Indonesia) dari Partai Keadilan. Pada 30 Mei 1999 lapan partai politik berasaskan Islam menyatakan bersatu dan menyepakati penggabungan sisa suara (stembus accord) hasil Pemilu 1999.

Lapan patai itu adalah PPP, Partai Keadilan, Partai Kebangkitan Ummat, Partai Ummat Islam, PPII Masyumi. PNU. PBB. dan PSII 1905. Pada 20 Oktober 1999, PK menerima tawaran kursi Kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid. Waktu itulah dikatakan rakyat Indonesia memberi mandat kepada parti-parti Islam untuk memerintah negara, berbanding dengan pemili-pemilu (pilihan raa umum) sebelumnya sejak kemerdekaan tahun 1945, iaitu di tahun-tahun 1955, 1971, dan Pemilu 1977-1997.

Baaimana boleh jadi begitu?

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahawa Pemilu dilaksanakan pada 7 Jun 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.

Pada saat itu untuk sebahagian alasan diadakannya pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, kerana pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan Produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak boleh percaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

Pemilu dipercepat. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 parti. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai. Hasil Pemilu 1999, setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi pada 1 September 1999.

Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90.26 % dari 462 kursi yang diperebutkan. Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35,689,073 suara atau 33.74 % dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23,741,758 suara atau 22.44 % sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997.

PKB dengan 13,336,982 suara atau 12.61 %, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11,329,905 suara atau 10.71 %, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7,528,956 suara atau 7.12 %, mendapatkan 34 kursi. Di luar, lima besar parti lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.

Pemilu legislatif 2004 pula menhasilkan:

Nom Nama Partai Politik Jumlah Suara Peratus Jum Kursi
1. PNI Marhaenisme 923,159 0.81% 1
2. Partai Buruh Sosial Demokrat 636,397 0.56% 0
3. Partai Bulan Bintang 2,970,487 2.62% 11
4. Partai Merdeka 842,541 0.74% 0
5. Partai Persatuan Pembangunan 9,248,764 8.15% 58
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 1,313,654 1.16% 5
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru 672,952 0.59% 0
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 1,230,455 1.08% 1
9. Partai Demokrat 8,455.225 7.45% 57
10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1,424,240 1.26% 1
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia 855,811 0.75% 1
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 895,610 0.79% 0
13. Partai Amanat Nasional 7,303,324 6.44% 52
14. Partai Karya Peduli Bangsa 2,399,290 2.11% 2
15. Partai Kebangkitan Bangsa 11,989,564 10.57% 52
16. Partai Keadilan Sejahtera 8,325,020 7.34% 45
17. Partai Bintang Reformasi 2,764,998 2.44% 13
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 21,026,629 18.53% 109
19. Partai Damai Sejahtera 2,414,254 2.13% 12
20. Partai Golongan Karya 24,480,757 21.58% 128
21. Partai Patriot Pancasila 1,073,139 0.95% 0
22. Partai Sarikat Indonesia 679,296 0.60% 0
23. Partai Persatuan Daerah 657,916 0.58% 0
24. Partai Pelopor 878,932 0.77% 2

JUMLAH SUARA SAH 113,462.414 100% 550

Hasil Pemilu Presiden Putaran Kedua 2004 pula:
Nama Pasangan Calon Presiden & Calon Wakil Presiden Jumlah Suara %
Hj. Megawati Soekarnoputri & KH. Ahmad Hasyim Muzadi 44,990,704 39.38%
H. Susilo Bambang Yudhoyono & Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla 69,266,350 60.62%JUMLAH SUARA SAH 114,257,054 100%

Akhirna, putusan meletakkan H. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia sekarang. Mampukah PKS sebagai sebuah parti Islam bersama-sama parti=parti Islam lain mampu memerintah Indonesia lagi? Adakah PKS berpeluang mengepalai kumpulan yang memerintah negara, walaupun dalam jangka masa yang panjang? Kita tunggu pemilu akan datang..

Itulah indahnya politik Indonesia.

Sekian dari
Ibnu Hasyim
Medan Indonesia.
30 Jun 2008 

Lihat.. 
E-Buku IH-8: 'Medan-Tanjung Balai'
E-Buku IH-8: 'Medan-Tanjung Balai'